Kamu adalah warna, penyempurna sebuah sketsa. Karenanya, jika kamu tidak ada, lukisan takkan bermakna.
-I N V O L U T E-
Ruby menatap puas pada hasil lukisan bernuansa flores yang telah ia selesaikan dalam waktu semalam. "Akhirnya selesai!" pekik Ruby sembari tersenyum senang.
Ruby suka menggambar apa saja sejak kecil. Dulu terdapat banyak coretan spidol ataupun crayon yang memenuhi dinding, lemari, meja, bahkan lantai.
Ruby mungkin tidak pandai berekspresi, tapi Ruby mampu mengekspresikannya melalui sebuah goresan seni. Hobi yang ia tekuni hingga kini.
Elina turut merasa senang melihat putrinya yang mulai menunjukkan ekspresi selain wajah datar. Ruby lebih banyak berdiam diri dibanding bermain dengan anak-anak yang lain. Berbanding terbalik dengan Vano yang hiperaktif.
Yang dilakukan Ruby saat senang, marah ataupun sedih hanyalah diam dan tak menunjukkan ekspresi yang berarti. Membuat Elina dan Arya suaminya sempat kebingungan memahami perasaan Ruby.
"Gimana, Ma? Lumayan, kan?" Ruby mencoba meminta pendapat pada Elina untuk pertama kalinya.
Elina mengangguk. "Itu bagus banget, sayang." Elina berkata jujur sembari mengusap surai Ruby yang selalu dibiarkan tergerai.
"Thank you, Ma!" Ruby tersenyum kecil.
"Kamu jauh lebih cantik kalo sering senyum loh."
Ruby merengut. "Berarti kalo enggak senyum, Ruby enggak cantik?"
"Cantik. Tapi jauh lebih cantik kalo Ruby sering senyum."
"Nanti keseringan senyum, Ruby bisa dikira gila, Ma."
Elina terkekeh. "Ya, enggak senyum-senyum sendiri juga, Ruby."
Ruby meringis. "Aku mau nagih janji ke rumah Reynand dulu, Ma," pamit Ruby seraya merapikan alat lukisnya yang berantakan.
"Nagih janji apa?" Elina mengernyit.
"Dia janji mau beliin Ruby es krim."
"Ruby, jangan malakin Reynand mulu."
"Ih, Reynand yang janji sendiri, Ma."
🍁🍁🍁
"Secawan madu, yang kau berikan, tapi mengapa kau tumpahkan~ " Reynand bersenandung mengikuti lagu yang ia setel melalui speaker bluetooth.
Ruby menggebrak pintu kamar Reynand dengan bar-bar. Hingga membuat sang empunya kamar terlonjak kaget.
Ruby tertawa pelan, tawa yang begitu memesona bagi Reynand. Agaknya, gadis itu balas dendam dengan perbuatan Reynand yang pernah menggedor pintu kamar Ruby secara brutal.
"Rey Rey. Muka boleh aja bule, tapi nyanyinya lagu dangdut," ejek Ruby sambil terkekeh.
"Itu namanya cinta produk lokal." Reynand menyentil kening Ruby dengan kesal. Ruby mengaduh kesakitan dan membalas dengan bogeman.
"Rey sialan! kalo pala gue geger otak gimana, ha?!" teriak Ruby sedikit ngelantur.
Reynand menepuk puncak kepala Ruby dengan gemas. "Rubyku yang galak, mana ada orang disentil jidatnya jadi geger otak?"
