2.7

356 64 18
                                    

Tertawalah secukupnya, berbahagialah semestinya. Agar saat kamu terjatuh, sekiranya hatimu akan tetap utuh.

-Involute-


Ruby menaruh buku sketsanya di bangku taman dan berjalan menghampiri Nadhif yang tengah duduk di bersandar pohon besar.

"Dhif," panggil Ruby seraya menepuk pundak Nadhif pelan.

"Sini duduk," Nadhif menepuk sisi kosong di sampingnya, bermaksud meminta Ruby duduk di sana.

Ruby mengangguk dan segera duduk di sana. Ia menghela nafasnya berat dan menatap Nadhif yang juga tengah menatap ke arahnya. Nadhif menaikkan sebelah alisnya bingung mengapa Ruby menatapnya sampai seperti itu.

"Mau ngomong apa?" tembak Nadhif tanpa berbasa-basi. Meskipun ia mengucapkan dengan santai, namun jantungnya sudah berdebar tak karuan, pertanda suatu hal yang buruk mungkin akan terjadi.

Ruby terdiam, tak tahu harus mengatakannya dari mana. "Hng..."

"Lo mau minta putus?" tanya Nadhif to the point yang membuat Ruby seketika bungkam. Nadhif tersenyum miris, "Gue udah nebak kalo hal ini bakalan terjadi sih, gak perlu lo jelasin juga gue udah ngerti, By. Kalo lo mau pergi ya pergi aja, gapai apapun yang bikin lo bahagia selagi itu bisa—"

"—gue gak berhak memaksa lo buat bales perasaan gue kan? Kayak yang gue bilang waktu itu, jadiin gue pelampiasan lo aja. Bisa sering berada di samping lo selama ini juga udah lebih dari cukup." Nadhif menghela napasnya dalam-dalam, dan memaksakan senyumnya untuk Ruby.

Ruby berdecak, ia bahkan belum menyuarakan isi hatinya, tapi Nadhif memotong perkataannya dengan ucapan yang panjang. "Lo ngomong apaan sih, Dhif?"

Nadhif terperangah. "By, gue ngomong panjang lebar sampe haus, dan lo masih nanya gue ngomong apa??"

Ruby terkekeh. "Lo tuh ya kebiasaan, selalu sok tau segalanya padahal cuma nebak-nebak doang!"

"Eh? Gimana By gimana? Jadi lo bukan mau mutusin gue?"

Ruby menggeleng. "Emang kita pacaran?"

Nadhif memajukan bibirnya. "Rubiiii..."

Ruby berdecak. "Apa pun hubungan yang lagi kita jalanin sekarang, gue belum mau mengakhirinya."

"... berarti ada kemungkinan mau diakhiri?"

"Bisa jadi."

"Dahlah gue pulang aja," rajuk Nadhif.

"Ya udah sono pulang." Ruby menyahut santai.

"Dih, kok nggak ditahan sih?!" protes Nadhif.

"Gue mau minta maaf."

Nadhif yang mulanya sudah berdiri, lantas duduk kembali. "Atas dasar apa?"

"Maaf karena terkesan menghindari lo tiba-tiba. Tapi bukan lo doang kok, anak-anak yang lain juga nggak ada yang gue ajak ngobrol kemarin-kemarin."

"Oke, hal itu jangan dipikirin lagi. Gue ngerti kok."

Ruby tersenyum simpul. "Selain itu ada lagi yang mau gue omongin."

"Ngomong apa?"

Bimbang. Mungkin itu yang Ruby rasakan saat ini. Ia memilin jari-jari tangannya karena bingung harus berkata apa. "Itu..."

Nadhif menatap Ruby penuh harap. "Iya, itu apa?" tanyanya tidak sabar.

"Ah, tau ah, susah ngomongnya!"

INVOLUTE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang