3.4

309 38 60
                                    

Kisah kita ku tulis seumpama melodi rindu yang membelenggu, lantas ku simpan dalam kalbu.

- I N V O L U T E -

Segalanya ia susun secara sempurna tanpa ada cela. Nadhif menyimpan segala kekosongannya seorang diri. Menyimpan sayatan luka yang terbuka hingga terkatup sendiri.

Rasanya sudah lama hati Nadhif tidak setenang ini. Ia meletakkan cangkir kopinya di atas meja. Iris kelam itu menerawang ke sekitar.

Pikirannya kembali berkelana. Tertuju pada satu orang yang selalu menyita pikirannya.

Ruby.

Ah, gadis itu sudah lama tak ia temui. Sore ini, berbeda dari hari-hari biasanya, Nadhif berada di sebuah toko buku, menatap jajaran buku yang tertata di dalam rak, hingga salah satu buku berhasil menarik perhatiannya.

Ketika Nadhif hendak meraihnya, sebuah tangan lain ikut menyentuh buku tersebut. Tangan putih dengan jemari lentik itu milik...

"Ruby?!"

"Nadhif?"

Keduanya sama-sama terkejut, barangkali mereka tak menduga akan bertemu secara tidak sengaja, seolah takdir memang tengah mempermainkan mereka.

Nadhif berdeham demi menutupi keterkejutannya. "Hm, lo sendirian aja?"

Pertanyaan macam apa itu, Nadhif? Sudah jelas-jelas gadis itu terlihat sendirian.

"Iya. Lo ... juga?"

Sedikit mengejutkan karena gadis itu mau bertanya padanya. Nadhif mengangguk dengan tangan kiri menggaruk tengkuk, situasi ini terlalu awkward, Nadhif harus mencairkan dinding es di antara mereka.

"Hng ... gue mau cari buku lain aja. Duluan ya, By," pamit Nadhif berlainan dengan pikirannya.

Namun, ketika Nadhif hendak berlalu, Ruby buru-buru menarik ujung jaket pemuda itu. "Itu... Sebenernya gue nggak suka sendirian, tapi karena sekarang ada lo ... lo bisa, kan, temenin gue sebentar?"

🍁

Entah sebuah kesialan atau keberuntungan karena Nadhif bisa terjebak dalam satu ruangan dengan Rubu lebih lama, sebab hujan deras yang melanda tiba-tiba. Sama seperti hati Nadhif yang terjebak dalam kungkungan masa lalu.

Perasaan rindu yang menggebu itu, berhasil dihempas karena waktu. Pertemuannya dengan Ruby, membuat hati yang sempat ia tata rapi, menjadi tak terbentuk lagi.

Apalagi menatapnya dari jarak sedekat ini, justru membuat hatinya terasa nyeri. Bukan karena luka yang gadis itu beri, melainkan perasaan ingin memiliki yang tak bisa ia kendalikan lagi.

Gadis itu mendongak, membuat keduanya bersitatap beberapa saat. Buku yang semula terbuka, kini sudah tertutup dengan sendirinya.

Ruby kembali menunduk, memutus kontak. Bukan untuk lanjut membaca, namun untuk menatap meja dengan sorot hampa. "Nadhif, gue mau minta maaf," ujarnya masih dalam posisi yang sama.

Nadhif tertegun sesaat, sebelum akhirnya menahan diri untuk tidak terkekeh, atau ia akan merusak suasana. "Maaf buat apa?"

INVOLUTE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang