Mungkin untukku, kamu hanya sebatas angan yang tak bisa ku gapai.
-I N V O L U T E-
Meta menggebrak meja hingga membuat segelintir murid yang berada di kelas terganggu karenanya. "DEMI APA ITU CURUT UDAH PUTUS LAGI?!" seru Meta dramatis.
Seruan Meta mendapat toyoran di kepalanya dari kanan-kiri yaitu Venus dan Ruby. "Bacot kau, Met jamet." Ruby mendengkus kesal, merasa menyesal telah bercerita pada makhluk tak berakhlak seperti Meta. Untung saja orang yang sedang dibicarakan tidak ada.
"Congor lo, anjir." Venus ikut menimpali.
Terkadang berteman dengan Meta itu bikin malu sendiri. Tak jarang Ruby dan Venus berpura-pura tidak mengenalnya kala mereka pergi bersama.
Waktu itu Meta pernah bernyanyi di dalam busway tanpa tahu malu dengan suara cemprengnya yang mengganggu.
Ruby dan Venus secara impulsif menjauh dari Meta dengan radius beberapa meter tanpa Meta sadari. Mati-matian mengabaikan tatapan aneh yang diberikan penumpang lain. Saat itu Ruby dan Venus merapalkan dalam hati, "Bukan temen gue. Bukan temen gue."
Meta meringis. "Abisnya si Reynand ganti cewek udah kaya ganti sempak. Alias gampang bener, anjim. Gue aja mau dapetin satu susahnya ampun-ampunan."
"Ye itu mah elonya aja yang enggak laku," tukas Venus.
"Ouch! Venus... ucapanmu sangat menusuk hatiku yang rapuh." Meta berujar dramatis seraya menyentuh dadanya seolah-olah terluka.
"Najis," maki Venus.
Ruby terkekeh kecil, lantas menyumpal telinganya dengan earphone, enggan membahas lebih jauh lagi.
Venus lantas menarik sebelah earphone yang digunakan Ruby membuat sang empunya mendelik tajam. "Naon sih?"
"Bukannya ini peluang buat lo, By?" Venus menaik turunkan alisnya menggoda.
Ruby mendengkus. "Gue lebih nyaman kaya gini, kok."
Venus menatap Ruby sangsi, namun yang ditatap terlihat tak peduli.
🍁🍁🍁
"Bude, es teh manis angetnya satu, ya." Ucapan Reynand mengundang kebingungan pemilik warung yang kerap disapa Bude tersebut.
"Jadi mau yang pake es apa yang anget, Mas?"
Reynand nyengir lebar. "Eh, iya maksudnya teh manis anget, Bude. Cukup sikap dia aja yang dingin, teh manisnya jangan."
Bude hanya menggeleng heran dan terkekeh pelan. Sudah terbiasa dengan candaan yang sering Reynand lontarkan.
"Ye, malah curhat," cibir Devan.
"Terserah abang-abangnya ya, dek."
"Iya deh, Bang." Devan mendengkus.
"Eh, lo seriusan putus sama si Yura apa Yuna itu?" tanya Devan.
Reynand mengangguk santai.
"Anjir, belum ada seminggu, kampret!" Devan sampai histeris sendiri.
"Masih mending sama Yuna seminggu. Waktu dulu sama siapa ya gue lupa, cuma dua hari."
"Emang sinting lo, Rey!"
Reynand terkekeh.
"Terus lo sama yang itu gimana, Rey?" tanya Juno.
"Yang itu siapa?"