5 || Lima

1.1K 69 6
                                    

"TAU AH! ada dimana coba?!" decak Raden melempar beberapa piagam asal.

Arga menangkap salah satu piagam berwarna emas dan menyimpannya, "Sabar dulu."

Raden menghentikan aktivitasnya, memutar tubuh dan menatap Arga lekat. Ia tidak menyangka cowok itu begitu santai. "Piala kita ilang, dan lo masih sabar?"

"Lo kira dapetin itu gampang?" lanjut Raden, matanya mulai memerah menahan emosi, tangannya terkepal.

Arga menelan salivanya kasar. Ia salah bicara, bodoh. "Maksud gue, bukan itu.."

"Terus apa?"

"Ya, lo jangan emosian. Cari dulu. Nggak mungkin kececer, piala itu bukan benda kecil yang kalo keselip hilang, den." ucap Arga memberi pengertian.

Raden memutar bola matanya, menghembuskan napasnya. "Yaudah gue cari lagi."

Arga bernapas lega, ia ikut membantu mencari. Entah sudah berapa lama mereka berada di gudang piala. Sikap Raden yang terlalu terobsesi pada piala dan benda-benda yang ia menangkan dalam turnamen atau olimpiade turut menyusahkan Arga. Pasalnya, cuma Arga yang mau menolongnya. Kalau tidak, pasti Raden akan menyangkanya sahabat bohongan.

"Den, Ga."

Kedua cowok itu menoleh, melihat Dyxon dengan dua orang gadis dibelakangnya yang tertutup oleh badan berototnya.

Arga menyingkirkan sedikit palang Pmr yang menutupi pandangannya, bibirnya tersenyum manis melihat gadis yang berdiri dibelakang kanan Dyxon.

"Hai, sayang. Ngapain kesini? Mau ngajak ke kantin bareng?"

Gadis itu mendengus, terlebih saat teman disebelahnya cekikikan dan menyikut sikut kirinya.

"Dia berdua dihukum."

Arga mengangkat sebelah alisnya, menarik.

"Disuruh apa lo bedua?" tanya Raden, nada suara cowok itu masih dalam tempo kesal karena tidak juga menemukan pialanya.

"Bersihin gudang," jawab salah satu gadis itu, Kirana.

"Kerja samanya dipake. Gue balik ke kelas dulu." pamit Dyxon tanpa ekspresi dan pergi meninggalkan dua siswi itu didepan gudang piala.

Arga nyengir, begitu Dyxon menghilang di balik tikungan koridor, matanya menatap gadis itu.

"Butuh bantuan nggak, Lopika sayang?"

Ara mendengus, sementara Kirana tertawa geli sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan. Ia tidak mau Ara kesal karena ia menertawainya.

"Bisa diem ga sih lo!" bentak Ara malu.

Arga menurunkan bibirnya, cemberut.
"Yah, kirain abis baca novel berubah, taunya nggak. Jadi nyesel."

Ara menggenggam kedua tangannya kesal, ia tidak menyangka bahwa cowok itu benar-benar tidak ikhlas memberikannya novel kemarin.
"Kalo lo nggak ikhlas, bisa gue balikin!"

"Ng-"

"Dengan satu syarat, berhenti ganggu gue dengan cara murahan lo itu!" sentak Ara melihat Arga dengan mata memerah karena kesal dan merasa dipermalukan.

"Murahan?" aneh Arga, ia berpikir sejenak, "Emang gue bayar lo berapa? Dua ribu? Tiga ribu?"

Mendengarnya, Raden buru- buru menyikut lengan Arga keras. Memperingatkannya kalau ucapannya salah.

Sementara itu, Kirana mengusap punggung Ara, mencoba menenangkan Ara yang sudah mengepal tangannya terlalu keras.

Arga yang benar-benar bingung dengan keadaan hanya diam dan memikirkan kesalahannya, sampai Raden menyikutnya dan Ara menatapnya sangat tajam.

"Salah gue apasih?"

"Lo kira gue apaan?! Murahan, murahan, punya mulut gabisa dijaga banget. Najis." ungkap Ara akhirnya, setelah bicara begitu ia langsung keluar dari sana.

Arga menautkan alisnya, ia cukup kaget dengan penjelasan Ara. "Trus, gue gimana dong?"

"Ya, minta maaflah, dableg." ujar Raden memukul Arga dengan tongkat Pmr.

"Adw—iya iya gue minta maaf." Arga mengusap pinggangnya dan berlari keluar.

Ia melihat Ara duduk tidak jauh dari sana, mata gadis itu memerah. Semenyakitkan itu kah ucapan Arga sampai gadis itu menangis?

Arga berjalan mendekat, ia duduk disamping Ara. Ara diam, namun ia mulai menghapus air matanya yang perlahan keluar.

Arga menatap lekat gadis itu, sebelum akhirnya ia menarik Ara dan memeluknya.

Ara memberontak, tapi tidak ada efek apa-apa bagi Arga karena tenaganya lemah.

"Gue minta maaf, ra. Ga seharusnya gue ngomong gitu." Arga berbisik pelan.

Ara mengangguk, ia melepaskan tubuhnya dari dekapan Arga.

"Lo-" Arga kembali diam, bibirnya tidak mampu mengucapkan kalimat selanjutnya.

"Bilang aja, dan gue minta maaf udah ketus sama lo." ucap Ara dengan sudut bibir terangkat.

Arga mendongak, menaikkan tatapannya, gadis itu tidak lagi menangis.

"Buat? Bukannya harusnya gue yang minta maaf. Karena, bikin lo risih terus."

Ara mengalihkan pandangannya, "Gue nggak marah sama lo." ia menjeda dan kembali tersenyum melihat Arga. "Malah gue seneng, masih punya orang yang perhatian sama gue.."

"Cuma gue?" tanya Arga memastikan.

"Eng.. Kayaknya iya,"

"Yaudah, bagus, berarti?"

Ara mengernyit, "Berarti apa?"

"Kita bisa jadian?"

Ara tersenyum tipis, ia menggeleng, "Nggak semudah itu."

Arga menahan napas, "Kenapa? Lo masih benci sama gue?"

Berat, Ara akan mengucapkan alasannya selama ini menjauh dan menjaga jarak dari banyak orang, kecuali Kirana.

"Lo pasti nyesel suka sama gue."

Arga menggeleng tegas, "Gue nggak pernah nyesel!"

"Pertimbangin baik- baik, ar." peringat Ara pelan.

Arga menurut, ia diam dan berpikir sejenak. Apa maksud dari ucapan Ara sebenarnya? Arga sudah mengetahui segalanya tentang gadis itu. mungkin.

Pikiran Arga terbuka, ia melihat Ara.
"Lo nyembunyiin sesuatu?"

Ara memejamkan matanya, kepalanya mengangguk pelan, kemudian ia membuka kedua matanya dan bangkit. "Lebih baik lo jauhin gue. Gue nggak mau lo sulit, nantinya." lalu ia masuk kedalam gudang dan keluar bersama Kirana yang berantakan dengan debu, mereka berjalan ke arah kamar mandi.

Arga hanya diam menatapnya. Ia tidak mengerti maksud Ara. Jadi selama ini gadis itu memberikan tatapan benci dan sikap ketus hanya untuk membuatnya menyerah dan menjauh, hanya itu.

"Yash, ketemu."

Arga mendongak kedalam, melihat Raden yang mengelus-elus sebuah piala, bibir Arga tertawa pelan, Raden memang spesialis masalah begituan.

Menyadari tatapan Arga, Raden menoleh, ia mengeluarkan cengiran lebar. "Ternyata bener ya, kalo sabar dikit pasti ketemu." cowok itu menjeda, membersihkan debu diatas piala itu. "Nggak jadi deh gue diomelin bokap, gara-gara disangka bohong ikut lomba ini-itu."

"Iya," Arga hanya mengucapkan satu kata itu, lalu ia kembali ke posisi semula.

Kepala cowok itu menunduk, masih memikirkan alasan kenapa ia harus menjauhi gadis itu.

«kptn»

Yang sider ( bukan author) kaga dapet jodoh.
Yang sider (author) ceritanya ga laku wkwk.

justkid✌🏻.

GOODBYE ARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang