"Kamu tau? Dia mencintai mu, lebih dari senja mencintai mataharinya, menyayangimu lebih dari bulan menyayangi temaramnya, merindukan mu seperti langit merindukan fajar nya."
×××
Arasya terduduk di lantai kamar nya, bukan, tapi ini dirumah Arga, kamar sementaranya.
Mata sembab, kakinya lelah, entah seberapa jauh ia berlari, bertemu Valdo tidak memperbaiki hati, justru kembali ia merasa tersakiti. Bukan benci, tapi ini rindu yang terus menjalar menyakiti hati.
"Kenapa si papa selingkuh? Emang, keluarga kita kurang bahagia apa pa?" monolog Arasya, jari nya berputar menyusuri ranjang yang kini berada di hadapannya.
Tidak bisa Arasya pungkiri, ia sangat tersiksa dalam fase ini, ia sulit melupakan Valdo, bahkan usai laki- laki itu memeluknya, bukan benci, tapi rasa sayangnya justru semakin dalam.
"Papa pernah bilang, akan selalu jadi superheronya Arasya, tapi kenapa papa selingkuh? Papa tau? Hal itu bukannya buat Arasya mikir papa adalah superheronya Rasya, tapi malah buat Rasya mikir, papa nggak jauh beda sama jalang yang hobi ngerebut suami orang." ia menjeda ucapannya, membayangkan sosok Valdo dengan istri barunya, yang entah bagaimana wujudnya, "Atau jangan- jangan.. Istri baru papa jalang? Kalau iya, enak dong? HAHA, iya enak, dipuasin mulu tiap bulan, tapi di selingkuhinnya berhari- hari." tawa Arasya semakin kecut.
Gadis itu bangkit dan terduduk di ranjang biru- abu yang berada di kamar sementaranya, ia menunduk, menurunkan tatapan hingga tidak siapapun bisa memghancurkannya lagi.
Jujur, ini sangat sakit. Kehilangan satu bagian dari dua pasang orang tua kandung hanya karena perselingkuhan.
Tatapan Arasya berhenti, sebuah tangan mengusap rambutnya perlahan.
"Nangis terus, sayang air matanya."
Arasya mendongak memandang sendu si pemilik suara yang kini menatapnya lekat.
"Tadi gue semper ngobrol sama om Valdo," Arga duduk di sebelah gadis itu, lalu kembali memandangnya. "Tau nggak apa yang dia bilang?"
"Apa?"
"Lo di suruh biar jangan berhenti benci sama dia."
Bola mata gadis itu membelalak, "Kenapa?"
"Karena dia sayang sama lo," ucap Arga halus, di iringi usapannya di pipi kanan gadis itu.
Arasya bungkam, jemarinya menggenggam jari- jari tangan Arga yang kini berada di pipinya.
"Kalo sayang kenapa pergi?""Karena dia butuh waktu,"
"Waktu buat apa?"
Arga tersenyum, jari telunjuknya bergerak menyusuri wajah cantik Arasya, "Buat ngebalikin kepercayaan lo,"
"Tapi kenapa harus pergi?" bingung Arasya menautkan alisnya.
"Karena.. Lo tau nggak?"
"Tau apa?"
"Nggak semua masalah bisa di selesaiin pake akal sehat." jawab Arga lembut, "Kayak lo, waktu gue ngegodain lo, lo sebel kan?"
Arasya mengangguk, itu benar.
"Pasti lo mikir gue cowok ga bener, semacam player gitu kan?"
Arasya meringis mendengarnya, ia mengusap sudut sprei pelan dan mengangguk.
"Tapi nyatanya, gue sayang sama lo kan?"
Lagi, Arasya hanya bisa mengangguk mengiyakan, karena setiap ucapan cowok itu dibenarkan secara ringkas di pikirannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GOODBYE ARGA
Teen FictionBerakhir dengan jarak dan rindu. @Copyright2018 ;dhiyaauliahnf