23 || Dua tiga

750 45 3
                                    

"Sekarang aku yakin, cinta membutuhkan jarak. Kamu akan pergi, mungkin melupakanku nantinya. Hanya satu pesan ku, jaga dirimu seperti kamu menjaga ku dulu. Hanya itu, i love you so hurt."

-melepas-

"Udah keruang kepsek?"

Raden menggeleng dan membuang napas, "Nggak ada, pamit nya kapan- kapan aja."

Arga menyelewerkan kepalanya di pundak Ara, bersandar.
"Yaudah lah, gue cape."

"Istirahat," ucap Ara mengingatkan, sembari mengusap pelan punggung Arga. Arga tersenyum, Ara paling mengerti.

"Thanks, baby."

"Arga, alay deh mentang- mentang mau ke luar negri." hm, Ara menyindirnya.

Arga bergidik, lalu mengusap wajah Ara.
"Tapi yang bakal gue kangenin, tetep ini. Muka lo. Gabisa gue temuin dimana- mana, cuma satu."

"Ya iyalah, emang kunci mobil, bisa pake duplikat." Angga memutar bola matanya.

"Nyaut aja," sungut Arga.

"Eh, inget temen. Rasya mulu bangke," tawa Dyxon mengetuk kening Arga.

"Taulah, suka- suka mas nya." Arga beranjak dan duduk di atas motor dengan kaki di julurkan kedepan. Pandangannya masih terpaku pada Ara.

Seperti salah tingkah, Ara pura- pura sibuk dan memainkan ponselnya.

"Hm," dehem Raden. "Astaga MATA gue ada apaannya ini?"

"Njing," Arga tau Raden sengaja mengatakan itu.

Raden tertawa.

"Masih jaman ngode? Lo kira jaman siti nurrani?" Noah tau ucapannya akan mendapat respon dari teman- temannya.

"Lah, bego, inget Iqbaal kan gue." kekeh Dyxon.

"Apaan sih?" Arga mendongak. Ian mengeluarkan ponselnya.

"Bentar," kata Ian membuka instagram dengan name pengguna nurrani_r.

"Lah anjir, gila." kekeh Arga, salah satu vidio di akun itu diputar.

"Istri sah nya Iqbaal, haha." Dyxon ikut menertawai Nurraini disana.

"Pede gile nih cewek, ajib bener."

"Tenar nya ampe ke DNA." Raden menggeleng- gelengkan kepalanya.

Arga menghela napas, sedikit tertawa. Mata nya kembali pada sosok Ara yang tidak ikut menggubris teman- temannya. Bibirnya terkatup, pandangannya kosong.

"Lo kenapa?"

"Gue takut rindu," bahkan ia mengatakannya tanpa melirik Arga.

"Gue?"

Matanya kini menatap lurus Arga, "Kita udah lama deket, saling peduli, saling ngejaga. Tapi kenapa lo nggak pernah nembak gue?"

Ludah Arga terasa kelu, dengan kaku ia mengusap punggung Ara.
"Itu nggak mudah.."

"Apa? Tinggal nyatain doang, nembak dan kita jadian!" jerit Ara histeris, hampir ia menangis.

Arga mengerti, fase seperti ini menyaktikan perasaan.
"Gue ngerti, ra. Tapi nggak gini." halus Arga.

Kedua mata Ara menangis, ia menatap Arga berkaca- kaca. "Apa yang lo nggak ngerti, ga? ... Lo gantungin perasaan gue," lirih nya.

Plis, jangan nangis. Arga memalingkan wajahnya, Ara tau cowok itu tidak tega padanya.

"Ga.." suara itu begitu menusuk Arga, "Kita udah lama deket, bahkan, lo tau segalanya tentang keluarga gue. Jadi, apalagi yang lo takutin... ?"

Sedikit menahan sesak, Arga kembali memandang gadis yang sangat ia sayangi. "Gue takut nyakitin lo," ucap nya.

Ara menggeleng, sekuat tenaga ia meyakinkan hatinya untuk berhenti menangis diri sendiri.
"Lo nggak pernah, ar. Gapernah nyakitin gue.."

"Tapi, oke.. Kita bicarain dirumah. Bisa?" kedua tangan Arga menangkup pipi Ara. Sedikit tersenyum.

Hati Ara agak sakit, Arga seperti tidak ingin membahasnya. Namun kembali, ia tetap mengangguk.

Kemudian, ia dan Arga menjauh dari sana dan pulang. Untuk membicarakannya empat mata.

-aloha, my kapten!-

Ara menggerutu sebal, bahkan Arga tidak membahas hal itu sekarang, untuk apa ia berada dirumah nya berdua dengan Arga.

"Arga.." gemas Ara menarik lengan Arga duduk bersamanya.

"Hm," dehamnya masih fokus dengan ponsel.

"Gue banting ya hp lo!" Ara menarik ponsel Arga dan memelototinya.

Bukannya takut, Arga justru balik gemas dan mengacak rambut Ara.
"Ara lucu kalo lagi marah, jadi gemes."

"Bodo," ketus Ara menyembunyikan ponsel Arga disakunya. "Ara umpetin sampe Arga dengerin omongan Ara,"

Hm. Arga tersenyum tipis. "Ini di dengerin,"

"Tadi nggak," elak Ara masih ngambek.

"Iya, Ara."

"Bohong."

"Sayang, di dengerin."

"Sayang- sayang pala lo peang," gemas Ara mengacuhkan Arga.

Arga tidak kesal, ia tersenyum. "Sayaaaaang, Ara." ia memeluk Ara erat. Membuat jantung Ara mendadak tidak terkendali.

"Ara jangan marah, nanti Arga pergi, Ara yang kangen hehe." tawa Arga mencium aroma rambut Ara yang wangi.

Ara mendadak gugup dan geli karena Arga menghembuskan napas di lehernya.
"Arga, geli."

"Wangi," tandas Arga masih menghirup udara disana.

"Arga, em.. Lepasin." ucap Ara mencoba menatap Arga. Namun cowok itu seakan masa bodo dengan nya dan tetap memeluknya lebih erat.

"Gue bakal rindu sama ini." Arga mulai berbisik di telinga Ara, sementara Ara hanya bungkam.

"Sama lo, Andrean.."

"Lo juga pasti kangen sama gue,"

"Sama Noah. Sahabat kecil lo, hm?"

"Maaf udah ngegantung perasaan lo,"

"Gue terlalu pengecut kemarin."

"Dan sekarang, buat ngungkapin udah nggak ada waktu."

Deg. Ara berkaca- kaca mendengarnya, ia akan selalu merindukan Arga, tidak mengenal waktu.

"Lo baru manggil gue kapten dengan tulus kemarin, hm? Gue seneng, sya, dengernya."

"Gue juga udah bilang sama Bang Andrean, buat jaga lo lebih baik dari gue."

"Sebenernya tadi gue tau, lo risi mau bicarain masalah hati lo dan kepergian gue. Cuma.."

"Gue nggak suka lo bahas itu. Kesannya gue nyakitin lo banget, dan gue.. Benci denger gue sebrengsek itu bikin lo sakit."

Pundak Ara mulai basah, sepertinya Arga menangis karena ucapannya sendiri.

"Yang perlu lo tau,"

"Sejauh apa pun gue."

"Sejauh apapun lo."

"Dan beratus- ratus meter pun jarak kita."

"Gue tetep sayang sama lo.."

"Sampai kapan pun."

-aloha, my kapten!-

GIMANA PARA ARGALOPERS?!

:') sosweet man. UH GILASEH.

Argh. Follow dulu heheh, @dhiyaauliahnf

Best regards,

dhiyaauliahnf.
penulis imut bin lucu, jodohnya babang Arga🙈

GOODBYE ARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang