4 || Empat

1.3K 76 5
                                    

Ara menatap novel yang kini berada ditangannya, novel itu yang membuatnya menghabiskan banyak tenaga mencecar cowok sialan yang memberinya novel itu.

Dasar tukang modus.

Perlahan ia meletakkan novel itu diatas nakas, kejadian tadi siang membuatnya malas membaca novel itu, padahal ia sudah mencarinya lebih dari sebulan lamanya dan sangat menginginkannya. Tapi Arga dengan mudahnya, merusak moodnya membaca novel itu.

Tangan Ara meraih benda pipih yang tergeletak diatas ranjang, ponselnya bergetar, pasti notifikasi.

Ia membukanya.

Arga Pranaja add your line.

Kedua mata Ara memejam kesal, ia tidak peduli, dengan cepat ia mengeluarkan Line nya dan mematikan ponselnya.

"Dasar, kapten gila."

<<kptn>>

"Dari mana aja?" suara berat dari ujung ruangan menyambut Arga.

Cowok itu terpaksa menghentikan langkahnya, ia memandang papanya dan tersenyum geli.

"Arga abis main,"

Edgar—papanya hanya menggelengkan kepala mendengarnya, kadang kelakuan Arga memang sepeeti itu, kekanak kanakan, tapi yang ia anehkan kenapa cowok itu banyak merebut gelar kapten, bos, bahkan teman SMPnya menyebutnya: Tuan muda.

"Yaudah, sana ke atas." ucap Edgar tersenyum tipis, "Temenin Sesil bobo ya," lanjutnya membuat bibir Arga mengangkat makin lebar.

"Siap, Papa ganteng." jawabnya memberi hormat dengan seringai jahilnya dan naik keatas dengan langkah panjang.

"Catu, dua, tiga, yeay!"
jeritan dari dalam kamar Arga, membuat cowok itu menahan gemas.

Arga masuk, membuat Sesil menatap cowok itu dengan mata hazelnya, bersamaan dengan bulu matanya yang naik.

"Abang udah pulang!" sambut Sesil tersenyum manis, kepala gadis itu miring sedikit, hingga rambut tipis menutupi sebagian keningnya.

"Oh, heyho cantik!"

"Abang, dali mana? Coba tebak, apa ini?" Sesil mengulurkan sebuah kertas dengan coretan memenuhi ruangnya.

Alis Arga bertaut, gambar macam apa ini? Namun ia tetap tersenyum, tidak ingin mengecewakan Sesil dan membuatnya sedih. "Gambar Sesil ya? bagus."

Sesil tertawa puas, dengan mudah ia menarik Arga dan duduk diatas paha cowok itu.

Arga tidak menggubris dan mengeluarkan ponselnya, membiarkan Sesil mengeluarkan celotehan ala anak kecilnya.

Ia membuka Line.

Tidak lama keluar hembusan napas dari mulutnya, Ara tidak meng-add back Line-nya.

Merasa bosan sekaligus moodnya buruk, cowok itu menarik bantal dan menidurinya, sementara Sesil naik di atas perutnya dan menulis disana dengan bantal pensilnya.

"Abfrr," suara Sesil memainkan bibirnya terdengar jelas, membuat Arga tertawa pelan, ia terhibur.

"Catu, dua," ucapan itu terhenti, "Abang, tiganya emana? Dia pegi enapa?" Sesil menatap Arga bingung.

GOODBYE ARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang