20 || Dua kosong

782 48 0
                                    

Wanita di atas ranjang putih itu tidak bergerak, padahal Arasya sudah menangis sejadi-jadinya, kenapa keajaiban tidak kunjung datang, monitor itu masih bergerak dan tidak menunjukkan garis lurus, Elvira masih hidup.

Arasya menggenggam erat jemari Elvira, sangat dingin.

Air mata gadis itu terus mengalir, Andrean sudah beberapa kali mengingatkannya semua akan baik- baik saja, tapi Arasya tidak percaya.

Apa keajaiban itu ada?

"De, udah jangan nangis terus, mata lo udah merah banget gitu."

Arasya menggeleng, menepis lengan Andrean yang menyentuh pipi kanannya.

"Aku mau Mama bangun, Mama harus bangun." ucap Arasya menguatkan Elvira, karena hubungan batin mereka kuat, terlintas karena darah yang mengalir di tubuh Arasya masih darah wanita itu.

"Sya, udah sadar?" Noah yang baru datang langsung berdiri di samping gadis itu dan menatap nanar Elvira yang tidak bergerak di ranjang nya.

"Noah, mama jahat, ama jahat." adu Arasya, ia mendongak menatap Noah. Cowok itu selalu menghiburnya, tapi kenapa kali ini ia ikut menangis? Ya, Noah menangis.

Alis Noah terangkat satu, ia mengusap air matanya, dan tersenyum tipis pada Arasya. "Mama lo kuat, sya."

"Iya, gue tau, mama pasti kuat, iya kan ma? Benerkan kata Noah?" monolog Arasya pada Elvira yang hanya bergeming.

Seolah sesuatu di balik sana lebih indah, membuat Elvira tidak rela membuka kedua matanya.

"Makan," Arga menyodorkan sebungkus roti stroberri kesukaan Arasya padanya.

"Nggak, mau. Mau nya mama." rengek Arasya mendorong roti itu kembali pada Arga.

"Arasya mau mama.."

"Mama bilang mama selalu sayang sama Ara?"

"Mama bilang selalu ada buat Ara?"

"Mama bohong,"

"Kalo mama pergi, Ara sama siapa?"

"Mama jangan tidur terus, Ara kangen."

"Mama, Ara.. I' love you." Arasya tidak sanggup melanjutkan ucapannya, tubuhnya bergerak memeluk Elvira, seolah tidak ingin merasakan kehilangan untuk yang kedua kalinya.

Ia sudah menerima Andrean sebagai abang tirinya. Tapi ia tetap tidak rela jika harus kehilangan Elvira sebagai pengganti kebahagiaannya yang kini hampir sempurna.

Seisi ruangan putih itu hanya menatap sendu Arasya, rasa sayang gadis itu telah membuktikan bahwa dirinya cukup kuat untuk tidak meraung- raung seperti kebanyakan anak lainnya dalam keadaan yang sama.

Keajaiban. Tangan Elvira bergerak, garis monitor bergerak naik, mata Ara membulat sempurna, genggamannya makin erat. Hingga Elvira membuka matanya.

"Arasya.." lirih wanita itu mencoba membalas genggaman Ara sebisanya.

Arasya menggeleng, "Mama diam aja dan tetap hidup, aku udah seneng." ucapnya, air matanya terus mengalir memandang Elvira nanar.

"Jangan nangis, sayang.. Mama sayang Arasya." Elvira mencoba menghapus air mata di sudut mata Arasya.

Arasya tersenyum manis, "Mama bisa tetap hidup kan? Buat aku, buat aku sukses, buat aku bahagia, buat ak-"

Ocehan gadis itu terhenti saat Elvira menggelengkan kepalanya samar.

"Kamu sudah menemukan kebahagiaan mu, sayang. Nggak perlu ingat mama,"

GOODBYE ARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang