ARGA melirik ke sebelah kirinya, Arasya masih pingsan, entah ada apa dengan gadis itu, tapi Arga buru-buru mengendongnya kedalam mobil, dan membiarkannya hingga bangun.
Perlahan lengan Arasya bergerak, mengusap wajahnya, samar-samar ia menyadari ada seseorang disebelah kanannya.
Arasya menoleh, bersamaan dengan keluar nya pertanyaan dari mulut Arga.
"Lo udah sadar?"
Arasya mengangguk, ia masih tidak mengerti bagaimana Arga bisa membawanya kedalam mobil ini.
"Tadi lo pingsan pas gue mau pegang tangan lo, yaudah gue gendong lo kesini, itung-itung rejeki." ucapnya diakhiri tawa pelan.
Ara tersenyum tipis, "Makasih, tadi gue cuma keinget ucapan mama dan kaget pas lo mau nyentuh gue, pikiran gue udah macem-macem aja." jelasnya ikut tertawa pelan.
"Lo mah otaknya..., otak-otak Angga."
Arasya mendelik, mengetahui maksud dengan menyebutnya 'otak Angga'.
"Gue nggak gitu, ga." sanggahnya.
"Kirain."
"Yaudah, kita mau kemana?" Arasya mendongak ke arah jendela.
"Terserah, lo, sya. Gue mah bebas,"
"Pake jam nggak?" tanya Arasya tanpa melihat Arga.
"20.18,"
"Acara selesai jam?"
"Jamilah kurang seksi,"
Arasya membalikkan tubuhnya mendengar jawaban konyol Arga, menatap cowok itu serius.
"Gue bercanda, say. Jam 22.50," koreksi Arga sebelum Arasya marah padanya.
Arasya mengangguk, tangannya membuka tutup dash board, bosan.
Sementara Arga menegakkan tubuhnya didepan stir, dan.
Brumm..
"ARGA!" sentak Arasya, tangannya mencengkram kuat paha cowok itu.
Arga tertawa puas, "Pegang aja terus paha gue, itung-itung sekalian pijitin."
"Sialan!"
Arga tertawa, Arasya melepas cengkramannya dan membuang pandangan ke depan.
"Sya, lo.. Jutek ya?"
Arasya tersedak, hati tertohok mendengar kalimat itu. Gue nggak gitu, ga. "Gue cuma.. Deket sama orang tertentu aja," elaknya.
Arga mengangguk, ia memperlambat mobilnya, tangan kirinya mengambil sesuatu dari kursi belakang, dan tangan kanannya membelokkan stir.
"Buat lo," Arga memberikan dua buah coklat serta satu botol minuman dingin.
Arasya langsung mengambilnya, tidak ingin membuat cowok itu kesusahan karena memegang stir dengan satu tangan. "Ini punya lo? Makasih,"
Arga menggeleng lalu mengangguk.
"Yang bener mana sih?" jengkel Ara melihat jawaban cowok yang kembali menyetir dengan dua tangan.
"Dua-duanya,"
"Tau ah, terserah."
"Ngambek," ejek Arga menggoda.
Mata Arga memperhatikan Arasya dari sebuah kaca kecil yang sengaja ia taruh untuk melihat seisi mobil itu dari depan stir. Gadis itu tengah menatap lurus, bibirnya maju beberapa centi, cemberut.
"Sya, yaelah, biasanya juga gue di cuekin dah kaya buntut keledai. Ada tapi nggak dianggap."
Arasya memutar kepalanya, mencebik. "Bukan gitu, gue nganggep tuh."

KAMU SEDANG MEMBACA
GOODBYE ARGA
JugendliteraturBerakhir dengan jarak dan rindu. @Copyright2018 ;dhiyaauliahnf