"ARGA nggak boleh pergi!" Ara mencegah Arga yang ingin mengepak barang-barangnya bersama Noah.
"Ra, Jangan cengeng gini dong, biasanya juga judes." ungkap Arga memandang Ara yang menggenggam erat lengannya.
Ara terdiam, "Emang salah kalo gue cengeng?! Lo kan mau pergi!" gertak nya.
"Cuma sebulan sampe final."
"Tetep nggak!"
"Ra," rayu Arga memohon.
"Nggak!"
"Ra,"
"Nggak ya nggak!"
"Lah, ko lo jadi galak gini sih?!" bentak Arga, akhirnya.
Ara bungkam, matanya berkaca- kaca menatap Arga sedih. "Arga sekarang berani bentak Ara. Emang, apa salahnya cengeng? Emang harus sok tegar terus? Cape, ini hati bukan baja." lalu ia berlari pergi ke kamarnya.
Arga mengacak rambutnya frustasi, ia tau Ara sedih ia akan pergi, tapi bukan begini caranya.
Noah yang sedari tadi memperhatikan akhirnya turut prihatin, ia menepuk bahu Arga, menenangkannya.
"Gue capek, no. Kita belum latihan buat NBA dan Ara malah ngambek gajelas,"
Noah tau. Tapi Ara bukan lah tipe cewek tegar yang ia kenal dulu, gadis itu berubah.. Semenjak Arga hadir dalam hidupnya.
"Mungkin dia butuh lo sebentar, dia bakal kangen sama lo."
"Gue tau," ucap Arga. "Tapi, dia.."
Bibir Arga terkatup, melihat Ara sedang mengambil segelas air, meminumnya, tanpa melihat Arga walau hanya sekilas. Apa dia benar-benar marah karena Arga membentaknya?
"Ra," tiba-tiba Noah memanggil Ara.
Ara menoleh, namun sedikit miring, menghindari kontak dengan Arga.
"Hm? Sini, gue males ngeliatin lo trus sama dia."Noah tidak langsung menjawab, ia melirik Arga sekilas, wajah cowok itu nampak di tekuk. Setelah melihat keadaan, Noah berjalan mendekat pada Ara dan berdiri berhadapan dengan nya.
"Lo kenapa?"
"Arga nya.." adu Ara.
"Dia pusing, ra." kata Noah memberi pengertian. Tangannya meraih roti selai di meja dan mengunyahnya, "Lho thau khan dhia kapthen?"
Walau tidak jelas, Ara mendengar. "Tau," jawab nya acuh.
Noah menghabiskan suapannya dan menelannya, "Ya ngertiin, sayang.."
"Ih, dia nyebelin. Cuma basket doang aja!"
"Uhuk! Uhuk!" Noah tersedak mendengar nya. "Basket doang-basket doang. Gini-gini gue anggota klub basket, njing." ucap Noah tak terima, sementara Ara cekikikan tak bersalah.
"Noah mah gitu," Ara melingkarkan tangannya manja pada lengan Noah, saat cowok itu terlalu kesal dan membuang pandangan. Tidak perduli Arga masih menatap mereka, toh, Arga tau mereka sahabat kecil.
"Lenjeh tau ga, sya?" dengus Noah menggoyangkan lengannya agar Ara melepasnya.
Ara berdecak, ia melepasnya, "Ih, sama! Kaya Arga, sama-sama nyebelin, ga perhatian, ga peka, ga—"
"Ra,"
Suara Arga.
Ara menghentikkan gerutuannya, hatinya mendadak gugup, baru sekarang ia takut Arga tidak menyukai sikapnya tadi.
Ia berbalik, sebisa mungkin terlihat biasa saja.
"Lo, marah?"
Arga mengagguk.
Ara makin susah menelan ludahnya, anggukan cowok itu memang datar, tapi raut wajah nya mengatakan kalau ia serius.
"Ikut gue ke belakang rumah,"
Akhirnya, Ara hanya bisa menurut dan mengikuti langkah panjang cowok itu.
-dear arga-
"Lo pasti mau bahas masalah gue dan Noah tadi. Iyakan?" Ara menebak dengan ekspresi gugup namun ia tutupi.
Arga menggeleng. "Tunggu disini sebentar."
Ara memandang lurus ketika Arga pergi, dan memutar tatapannya pada bunga pukul empat di belakang rumah nya, ia jadi ingat, Elvira sangat menyukai bunga itu. Dulu, saat Valdo masih bersama dengannya, dan mendadak membencinya saat Valdo hilang dari hidupnya.
Begitulah Hidup, rumit.
Lamunan Ara terhenti saat sebuah tangan menepuk bahunya.
Ara memutar pandangannya, melihat sebuah bola basket dan kalung—yang juga dengan aksen basket pada berlian nya.
"Ar?" Arasya menatap Arga
"Buat lo. Kenang-kenangan." ungkap Arga seadanya.
Bukannya senang, Kedua mata Ara justru berkaca-kaca. Lebay memang. Tapi Ara benar-benar takut dengan kepergian Arga dan cowok itu terus membuatnya mengingatnya.
"Tapi.., ih gue cengeng ya?" tanya Ara mengingat ucapan Arga, membuat cowok dihadapannya berdehem kaku.
"Gue, eng.. Minta maaf, udah bilang lo cengeng." ucapan itu sangat kaku. Arga tau.
"It's okay. Pokonya, kalo udah sampe sana fs gue, telfon, vidio call, dan jangan lupa live streaming." ujar Ara terkekeh pelan.
Arga sedikit terhibur melihat kekehan keluar dari bibir gadis itu, ia juga teringat Kelvin. Pasti ia akan mengirim pesan pada evil nya itu, haha. Sombong sedikit gapapa.
Arga mengusap rambut Ara, sepertinya gadis itu menyukai kalung yang ia berikan. Ara terus saja membolak- baliknya, penasaran.
"Hm, sini gue pakein." tangan Arga mengambil kalung itu dan memasang kannya di leher Ara, cantik. Kedua garis bibirnya terangkat.
Tidak sebanding dengan Ara yang bergetar hebat karena nya. Mata coklatnya mengerjap kaget.
"Cantik, persis kaya Nyokap lo." kata Arga tulus.
Mendengarnya, Ara kembali teringat Elvira, ia sedikit menunduk. "Nanti, jangan lupa kabarin gue, ya?" pinta Ara memohon.
Arga mengangguk yakin, ia menjulurkan jari kelingkingnya. "Janji."
Ara tersenyun senang dan mengaitkan jarinya. "Janji."
Maka mereka sama-sama tersenyum dan saling berjanji pada diri sendiri, saling menguatkan hati, apapun yang terjadi.
-dear arga-

KAMU SEDANG MEMBACA
GOODBYE ARGA
Novela JuvenilBerakhir dengan jarak dan rindu. @Copyright2018 ;dhiyaauliahnf