27 || Epilog

1.1K 53 8
                                    

Hari ini adalah kepulangan Galigardo menuju Indonesia. Semua biaya sudah di tanggung pihak manajemen NBA, selaku pemenang Galigardo berhak memiliki hak mendapatkan fasilitas disini, salah satunya; Tiket pulang gratis.

Arga menghela napas, bibirnya menyunggingkan senyum senang. Irisnya menatap lurus piala yang digenggamnya.

"Pasti dia seneng," gumamnya.

Dyxon yang tidak sengaja lewat, berhenti dan memperhatikan Arga diam-diam. Dyxon menyadari, Arga bukanlah sosok yang mampu pergi dari satu cinta ke cinta yang lain dengan mudah. Dyxon mengakui, Arga lebih dari kata 'pantas' untuk seorang Arasya.

Dyxon sendiri bingung, kenapa waktu itu Arga memilih pergi dari Ara dan meraih mimpinya?

"Dy,"

Dyxon tersentak saat Arga sudah tersenyum  kepadanya.

"Eh, iya.. Ar?"

"Lo ngapain disitu?" suara Arga terdengar lembut.

"Eh, ini gue mau bangunin Noah. Biasa, molor mulu dia emang." Dyxon buru-buru berbalik dan menghampiri ranjang Noah, "Kebo banget lo!" semburnya agar Arga percaya ia tidak sedang memperhatikan cowok itu tadi.

Noah yang tengah bermain game di dalam selimut hanya diam. Ia tidak tidur. Ia hanya sedang berpura-pura untuk mendengar pembicaraan Arga dengan kepala ketua himpunan basket internasional pagi tadi.

Hampir saja Noah menyingkap selimutnya dan menentang keputusan Arga pagi tadi dengan ketua himpunan itu; ingin menetap disini menjadi pelatih basket di sekolah ternama.

Yang mengartikan bahwa, cowok itu tidak akan kembali ke Indonesia.

"WOY MAKAN WOY! WOY NGETEH WOY! WOY NGOPI WOY!" teriakan nyaring Ian terdengar. Semenjak ketibaan mereka disini sampai kepulangan. Ian memang berubah, lebih cerewet. Terlebih ketika mereka berhasil mendapatkan piala bergengsi itu.

"WOY BACOT WOY!" balas Dyxon terkekeh. Cowok itu buru-buru berlari keluar kamar menyusul Ian, sebelum semua makanan habis di sikatnya.

Arga beranjak, hendak mengikuti Dyxon. Namun Noah yang tiba-tiba terbangun menghentikan langkahnya.

Bukan tiba-tiba, Noah sudah bangun daritadi.

"Lo jujur sama gue, ar." Mata Noah langsung berkaca-kaca.

"Jujur apa?" Arga mencoba bersikap biasa walau ia menyangkal bahwa Noah mungkin mendengar percakapannya pagi tadi.

"Lo nggak pulang ke indo, 'kan? kenapa? Lo betah disini?"

Arga tergugu, cowok itu memalingkan wajahnya.
"Gue pasti pulang." tegas Arga. Samar-samar ia melanjutkan, Tapi nanti.

"Bohong! Lo nggak mungkin nolak tawaran itu!" tandas Noah.

"Tawaran yang mana?"

"Lo mau jadi pelatih basket 'kan disini?!" nada suara Noah meninggi.

Arga mendelik, ia kesal pada sikap Noah.
"Sok tahu lo! Gue nggak mungkin mau ninggalin Indonesia demi jadi pelatih gak jelas disini!!"

GOODBYE ARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang