sundul gan

467 76 19
                                    

salma meregangkan tubuhnya dan bersandar di punggung kursi. lelaki di hadapannya juga melakukan hal yang sama, bedanya ia langsung menyesap oolong tea nya yang sengaja disajikan dingin karena sesuai dugaan, tujuan bertemunya dua insan ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar

joshua devano melirik kearah jendela di sebelahnya dan menyadari rona cakrawala di luar cafè ini sudah meredup entah sejak kapan. ia membenarkan posisi duduknya dan beralih menatap salma yang kini terfokus pada layar ponselnya ㅡdengan wajah yang kesal

devan hanya menarik seutas senyum. salma bukan tipe orang yang suka diganggu ketika mengerjakan tugas. untuk alasan itulah ia menculik devan ke tempat yang bahkan jeje pun tidak mengetahuinya, hanya agar ia dapat mengerjakan tugasnya dengan tenang tanpa gangguan

tapi sungguh, anak-anak manusia yang berstatus teman-teman mereka itu adalah sekumpulan orang-orang yang keras kepala. devan yakin notifikasi di ponsel salma telah mencapai ribuan saat ini ㅡalasan kenapa wajah kaku salma dapat berubah sejengkel itu

sama dengannya, tentu saja. namun devan memilih untuk mematikan saja ponselnya, sesuai permintaan salma. menunggu sampai otaknya rileks sebelum membaca ribuan sumpah serapah dalam pesan yang dikirimkan teman-temannya

sebenarnya devan tidak keberatan membantu, tapi salma bersikeras agar tak terus menerus membuat teman-teman mereka bergantung tanpa bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri. tentu devan setuju, memang apa gunanya mendebat salma?

devan mengerti, salma pasti mengkhawatirkan keadaan jefian yang kini sekelompok dengan adi. ya devan sudah siap dikatai pengkhianat setelah ini

"lo mikirin jeje ya?"

"enggak" desisnya berbohong

"gue ngidupin data takut mama gue whatsapp, eh malah masuk semua notifnya. hp gue jadi lag" gadis itu setengah membanting ponselnya ke meja

"ntar biar gue yang bantuin dia, abis ini gue juga mau ketemu adi kok" lagi, ia meneguk pelan oolong teanya

"nggak usah, dia di rumah lagi ga sama adi"

devan tersenyum puas, salma mudah sekali dibaca.

"anjing lo" dan sedetik kemudian, salma menyadari keduanya.

kebodohannya dan senyum konyol devan, yang ia sendiri mengerti maksudnya. dasar rubah licik!

setelahnya ada jeda panjang. hanya suara ujung jemari devan yang beradu dengan keyboard di laptop asusnya, dan suara alat makan yang saling berdenting saat salma berusaha menikmati wafflenya

tapi di sela-sela kunyahannya, salma memainkan pisau dan garpu dalam genggamannya gelisah. ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, yang tiba-tiba ia ingat saat melihat devan duduk tenang di hadapannya

"sal? itu waffle nya kok lo ubek-ubek?" devan mengedikkan dagunya kearah piring salma yang kini topping es krim stroberinya sudah tidak berbentuk

salma sudah tidak berselera makan. tanpa memperdulikan waffle itu, ia menggeser piringnya dan menatap devan ragu

"dev ada yang mau gue tanyain ke elo"

devan tidak nyaman ditatap serius seperti itu oleh salma. karena itulah ia mengalihkan pandangannya kearah laptopnya

"soal jefian?" sahutnya santai

"bukan. soal mantannya jeje.."

devan terpaku, jarinya berhenti di F1 ketika salma mengucapkan kalimat itu, yang ternyata dibarengi dengan kalimat selanjutnya

"..lebih tepatnya, soal millie"

🐣🐣🐣

"iih kok mp3 lo cuman ada 1 lagu sih?" mingyu reihan haldis mengalihkan pandangan sejenak dari jalanan di depannya, menatap gadis yang kini setengah membungkuk dari kursi mobil-mencoba mengutak atik mp3 mobil pemuda itu

Asikin; pristeen ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang