playdate

165 20 6
                                    

Kediaman keluarga Handoko nampak ramai malam itu. Sebuah mobil Toyota Rush yang terparkir didepan rumah berlantai dua itu nampaknya menjelaskan kenapa

Elin dan Salma berjalan menuju halaman belakang yang baru saja Radin hias dengan berbagai macam tanaman hias —yang terlihat menutupi sebagian tanah lapang yang saat kecil biasa Jefian gunakan sebagai lapangan basket mini

Galih dan Jidan masih nampak sibuk dengan kopi dan papan catur yang sejak tadi menjadi objek fokus kedua lelaki setengah baya itu sehingga membuat istri mereka merasa sedikit diabaikan

Radin baru saja akan meletakkan sepiring singkong goreng yang ia bawa dari dapur sebelum Jefian berinisiatif menggelar tikar yang cukup besar untuk alas duduk mereka semua

Elin tertawa melihat remaja yang biasa dipanggil Jeje itu terlihat kesulitan membuat tikar tersebut tetap pada posisinya karena angin yang berhembus cukup kencang sebelum akhirnya ia menyikut lengan putrinya, bermaksud untuk memberi kode agar Salma membantu Jeje memegangi tikar itu

"Mas, ayo mangan" panggil Radin lembut membuat suaminya dan suami temannya itu menoleh seketika

"Salma sama Elin mau minum apa?" Tanya Jidan sebagai tuan rumah yang baru saja bergabung setelah laga caturnya dengan sang rival abadi harus ditunda sementara

"Gausah om, Salma nanti aja" sahut Salma santun

"Lin? Biasa?" Jidan mengedikkan dagunya dibalas oleh anggukan pelan dari Elin. Seolah langsung mengerti, Radin bangkit dari duduknya sebelum suara Jeje menghentikan langkahnya

"Sekalian fanta Jeje mahh"

Radin bergeming, berkacak pinggang menanggapi permintaan putra semata wayangnya itu "Mama lahirin kamu punya kaki, yo ambil sendiri tah"

Jeje mengerutkan dahinya mendengar jawaban sarkas sang ibu "Sekalian ma, kan mama ke dapur"

"Raiso nduk, tangan mama cuma dua. Satu bawa minuman tante Elin, satu bawa jagung bakar"

Seakan tak mau kalah, lagi lagi Jeje menyahut "Botol fantanya dikempit aja, gampang kan?"

Namun Radin ternyata lebih keras kepala "Jatuh nanti. Ambil sendiri tah"

"Ma—"

"Ambil aja kenapa sih, ribet banget deh lo" Jeje yang masih berniat meneruskan perdebatan itu mengalihkan pandangannya pada Salma yang tengah menatapnya tajam

"Yaelahh gue capek Sal, seharian abis beresin urusan kisi kisi" Jeje mengingat lagi kisi kisi pak Herman yang ia hilangkan minggu lalu berakibat pada dimundurkannya jadwal remedial 11-IPS3 dengan syarat jeje harus membantu pak Herman membereskan ruangan olahraga yang bentuknya sudah menyamai kapal pecah

"Tangan gue gempor nih" lanjutnya sambil mengibas ngibaskan telapak tangannya didepan wajah Salma

"Siapa suruh lo ilangin" jawab Salma enteng pada teman yang telah bersamanya sejak masih zigot itu

"Ya gue kan ga sengaja"

"Yang ngilangin siapa?"

"Gue"

"Jadinya yang salah siapa?"

"Ya.. gue, tapikan—"

"Terus kenapa lo ngeluh?"

Jefian terdiam. Kehabisan kata-kata untuk membuat alasan.

"Ah lo mah ga ngerti penderitaan gue" ujar Jeje akhirnya dengan memasang wajah cemberut

Salma menarik ujung bibirnya melihat tingkah kekanakan teman yang terlampau dekat dengannya itu. Tanpa berkata apapun lagi, gadis berwajah dingin itu berdiri dari duduknya dan menarik tangan Jefian bersamanya

Asikin; pristeen ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang