So Eun memasuki rumah dengan gontai. Rumah yang sudah di tinggalinya sejak dua tahun yang lalu, sejak eonnienya menikah dengan Kim Bum. Rumah keluarga kakaknya lebih tepatnya. Ya, selama ini So Eun tinggal bersama kakaknya karena orang tua mereka tidak menetap di Seoul. Orang tua mereka memiliki usaha di Busan, dan mereka menetap disana.
Masih dengan keadaan yang kusut, So Eun melangkah menuju ruang keluarga. Rumah tampak sepi, karena orang tuanya sudah kembali ke Busan tadi pagi, dan orang tua Kim Bum juga sudah kembali kerumah mereka, sehingga yang ada di rumah ini hanya So Eun dan Kim Bum juga beberapa orang pelayan.
Kim Bum, itulah tujuan So Eun. Dia berniat ingin menemui Kim Bum. Sejak kematian kakaknya, So Eun jarang bertemu dengannya karena Kim Bum lebih banyak mengurung diri di kamar dan menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Jam segini biasanya Kim Bum sudah pulang dari kantor. Kalau bukan di ruang kerja, pasti Kim Bum di kamarnya. Sejenak So Eun melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya, pukul sebelas malam. Astaga, ternyata sudah malam.
So Eun tidak menyadarinya. Dari siang hingga sore tadi So Eun menghabiskan waktunya di makam eonnienya, setelahnya So Eun mampir di sebuah kafe untuk meneguk segelas minuman dingin untuk menyejukkan kepalanya yang terasa mendidih. Tapi ia tidak sadar berapa lama ia duduk di sana hingga ia baru sampai di rumah jam segini. Bahkan So Eun belum memasukkan apapun ke dalam perutnya sejak pagi tadi setelah sarapan selain segelas jus yang tadi di pesannya.
Bunyi kriuk di perutnya menyadarkannya kalau ternyata ia lapar. Awalnya So Eun berniat untuk mengabaikannya, tapi bunyi itu semakin menjadi sehingga So Eun memutuskan untuk mengambil selembar roti di lemari dapur dan mengoleskannya dengan selai coklat. So Eun duduk di meja makan dan menikmati makanannya dengan tenang. Tapi tidak, dia tidak bisa menikmatinya. Bahkan lidah So Eun seolah mati rasa dan tidak tahu rasa makanan yang telah masuk ke mulutnya.
Sejak kematian eonnienya, memang So Eun tak berselera makan. Tapi kemarin-kemarin So Eun masih bisa mengatasinya. Tapi sejak semalam, sejak orang tuanya manyatakan keinginannya, So Eun benar-benar kehilangan selera makannya. Kesedihan di tambah kekalutan akan keputusan orang tuanya telah menghilangkan semuanya. Tadi pagi kalau bukan karena paksaan orang tuanya, So Eun pasti sudah melewatkan sarapannya.
Saat So Eun akan menghabiskan potongan terakhir rotinya, ahjumma Song datang menghampirinya dan menawarkan diri untuk memanaskan makanan untuk So Eun, tapi So Eun hanya menjawab dengan gelengan kepala dan mengatakan dia sudah kenyang.
Kembali dengan keinginannya untuk menemui Kim Bum, sesaat So Eun berpikir apakah dia menemui Kim Bum sekarang atau besok saja mengingat sekarang sudah larut malam dan oh, ternyata So Eun menghabiskan waktu satu jam hanya untuk menghabiskan sepotong roti. Tapi setelah di pikir lagi akan sangat sulit menemui Kim Bum di siang hari. Karena sejak kematian eonnienya, semuanya berubah. Kim Bum akan berangkat pagi-pagi sekali dan pulang malam, bahkan hingga larut. Jadi akan sama saja menemuinya sekarang ataupun besok.
Lagipula semakin lama So Eun menemui Kim Bum, maka semakin lama pula masalah ini akan terselesaikan. Dan So Eun tidak ingin itu. Ya, So Eun menemui Kim Bum untuk menyelesaikan masalah tentang pernikahan mereka yang So Eun yakin jika Kim Bum pasti akan menolaknya juga, sama seperti So Eun.
So Eun tahu jika Kim Bum sangat mencintai eonnienya. Dan lagi pula permintaan orang tuanya ini sangat tidak masuk akal, jadi bisa di pastikan jika Kim Bum juga akan menolaknya. Dengan begitu, semua masalahnya selesai. Aigo, kenapa So Eun tidak berpikir ke sana sejak semalam, dengan begitu dia tak perlu sekalut ini sekarang kan?
Secercah harapan menghampiri So Eun yang membuat senyum terbit di bibir mungilnya. Dia memang bodoh karena tidak berpikir logis, dan menganggap ini adalah kesakitannya. Mana mungkin Kim Bum menerimanya, sedangkan Kim Bum juga sudah tau kalau So Eun sudah sejak lama menjalin hubungan dengan Myung So. Bahkan perkenalan Kim Bum dengan eonnienya juga berkat So Eun dan Myung So.
Dengan langkah ringan So Eun melangkah ke arah ruang kerja Kim Bum. Sebenarnya So Eun tak yakin kalau Kim Bum masih berada di sana, tapi dia harus memastikan dulu baru tahu keadaannya. Jika mamang Kim Bum tidak di sana, tempat terakhir yang ingin So Eun kunjungi adalah kamar kakak iparnya itu. Tapi kalau memang Kim Bum tidak ada disana, mungkin besok pagi saja So Eun menenui Kim Bum. So Eun tidak mau mengganggu tidur Kim Bum dengan hal sepele seperti ini. Dan malam ini sepertinya So Eun akan tidur dengan tenang.
Dengan perlahan So Eun mengetuk pintu ruang kerja Kim Bum, hanya sebagai formalitas mengingat mungkin saja ruangan itu sudah tak berpenghuni. Tapi di luar dugaan, pintunya terbuka bahkan pada saat ketukan pertama dari jemari So Eun dan menampakkan sosok Kim Bum yang berdiri tegap di sana. Sesaat So Eun terkejut, tak mengiranya. Tapi kemudian dengan cepat So Eun mengendalikan ekspresinya dan sedikit tersenyum pada Kim Bum.
"Oppa belum tidur?" Tanya So Eun ringan.
Tapi hanya tatapan datar sebagai balasan dari Kim Bum. Sesaat So Eun termenung. Kim Bum berbeda, itu yang di tangkap indranya. Biasanya mereka sangat dekat, dan Kim Bum sangat hangat padanya. Tapi akhir-akhir ini mereka sangat jarang bertemu. Mungkin kepergian eonnie masih begitu membebani oppa sehingga untuk tersenyum pun sulit, pikir So Eun.
"Boleh aku berbicara oppa?" Tanya So Eun sedikit takut, takut mengganggu Kim Bum juga.
"Masuklah." Jawab Kim Bum dingin, kemudian beranjak dari pintu dan memilih duduk di sofa di dalam ruangan itu.
Suasana canggung begitu terasa, sehingga So Eun sedikit kikuk dan jadi ragu untuk menyampaikan maksudnya datang ke sini. Mungkin dia akan mencari waktu yang lebih tepat mungkin, bukan tengah malam seperti ini. Tapi tidak, So Eun sudah bertekad untuk menyelesaikannya malam ini juga.
"Katakanlah." Kim Bum berucap. Mungkin karena hanya melihat kebisuan So Eun, sehingga Kim Bum kembali mengeluarkan suaranya dan menatap So Eun datar.
"Hmm, itu... mengenai permintaan orang tua kita." So Eun kembali terdiam.
"Apakah oppa sudah mengetahuinya?" So Eun bertanya dengan menatap ke arah Kim Bum.
"Sudah." Kim Bum menjawab singkat, balas menatap So Eun.
"Lalu? Apakah oppa menyetujuinya? Oh bukan, maksudku oppa sudah menolaknya kan?" Ucap So Eun cepat.
Kembali tatapan datar Kim Bum tertuju pada So Eun. Untuk beberapa saat hanya keheningan yang mengisi waktu berlalu. So Eun tak bisa menerkanya. Apakah Kim Bum sedang marah atau bagaimana So Eun tak tahu. Sedari tadi Kim Bum hanya mengeluarkan ekspresi datarnya, hingga sebuah kalimat berhasil mematahkan harapan So Eun. Kalimat yang keluar dari mulut Kim Bum. Aku menerimanya!
Tbc
20180612
KAMU SEDANG MEMBACA
THE EXAM OF LOVE (Complete)
أدب الهواةKesedihan akan kepergian sang kakak membuat So Eun terpuruk. Akan tetapi kesedihan itu semakin bertambah dikala orang tuanya memintanya untuk menikah dengan Kim Bum, suami kakaknya. Padahal orang tuanya tau dia memiliki kekasih yang masih mempunyai...