#7 The Daughter

234 25 1
                                    

Turun dari mobil, Mia segera menjalankan kursi rodanya, menghampiri seorang wanita muda berambut seperti dirinya, tapi lebih menjuntai sampai punggung. Wanita itu tengah berdiri di pelataran sebuah sekolah, menyeringai bocah-bocah yang berlari menjauhinya sambil menangis atau sedang dipeluk orangtuanya.

"Valeria!" panggil Mia kepada anaknya yang mewarisi kulit kecokelatan miliknya itu.

Masih menyeringai, Valeria menoleh kepada ibunya. Bukannya takut, Mia justru terus maju, padahal langkah Zada dan Theo sempat tertahan.

Mia berhenti di hadapan Valeria, sedikit menyibak rambut anaknya itu. "Ayo, pulang."

Ucapan lembut itu berhasil melunakkan ekspresi Valeria. Ia pun menunduk dalam-dalam. Cairan bening mulai melapisi matanya.

"Maaf, ya," ucap Mia kepada para penonton yang keheranan. Kemudian, ia menarik lembut tangan anaknya, membawanya menuju mobil. Setelah Valeria masuk, Zada membopong Mia untuk ikut duduk di dalam mobil.

"Sudah tahu kan kenapa Mama melarangmu datang ke taman kanak-kanak itu?" tanya Mia, mengusap lembut pipi Valeria saat mobil itu mulai melaju.

"Aku cuma ingin main dengan mereka, Mama. Setiap berjalan-jalan dengan Mama, aku melihat mereka bermain dengan asyik. Tapi waktu aku ikut bergabung, mereka malah tak memedulikan diriku. Aku marah dan mereka pun menangis," terang Valeria dengan suara tertahan.

Mia menghela napas. Tubuh Valeria memang sudah seperti orang dewasa berumur dua puluhan, tapi anak ini baru lahir dari rahim Mia satu setengah tahun lalu. Metode canggih Fringe Global lah yang mempercepat pertumbuhannya. Sayangnya, perusahaan itu tak punya cara untuk membentuk mental. Paling-paling hanya mengisi otak dengan berbagai macam pengetahuan, setelah itu diberi sugesti agar selalu menuruti perintah. Namun, sugesti mereka hanya akan menjadikan subjek layaknya boneka kosong, tak punya kepribadian. Mia tak mau hal itu terjadi.

"Sini." Mia menarik lembut kepala Valeria.

Valeria menenggelamkan kepalanya ke pangkuan sang ibunda. Begitu rambutnya dibelai lembut oleh ibunya itu, ia pun membiarkan air matanya mengalir.

"Aku ingin membunuh mereka, Mama," gumam Valeria pelan.

Kekehan kecil terlontar dari mulut Mia. "Jangan, nanti justru akan menarik perhatian, Sayang. Lebih baik kau simpan energimu untuk nanti malam. Kita akan berburu lagi."

"Benarkah!?" Valeria mendongak menatap ibunya. Nada bicaranya langsung berubah ceria.

"Ya, dan semoga nanti kita berhasil menarik perhatian pembunuh papamu."

"Mama, ceritakan lagi mengenai papaku!"

Mia kembali mengusap kepala putrinya itu. "Kau tak pernah bosan mendengarnya, ya?"

"Tidak! Dia sangat hebat! Aku sangat menyukai perjuangannya melawan orang-orang yang meremehkannya!"

***

Dengan bekas mobil Nate yang kini dicat hitam, Sig telah mengelilingi jalanan yang sama selama hampir tiga minggu. Setiap malam, ia membuka jendela mobil, berharap aroma 'binatang buas' itu mampir ke hidungnya. Namun, sejauh ini usahanya nihil.

Apakah ini waktunya untuk menyerah? Tidak. Firasat Sig berkata tegas kalau serangan benar-benar akan terjadi di sekitar situ.

Menangkap deru mobil lain, Sig mengecek spion. Seharusnya, tengah malam begini jarang ada kendaraan yang lewat, terutama di area pemukiman seperti ini. Mendapati lampu sirine terpasang di mobil putih yang mengikutinya, Sig berdecak. Polisi

"Untuk mobil Mustang hitam, dimohon berhenti segera." Suara lelah seorang polisi keluar dari speaker di mobil patroli itu.

Tak mau membuat kegaduhan, Sig meminggirkan mobilnya.

Silent Moon Illusion [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang