#11 Hunting

177 24 0
                                    

Sig mengendap-ngendap di dalam hutan, mengikuti bau campuran manusia-binatang buas itu di antara aroma pepohonan. Matanya bergerak-gerak awas, mengawasi keadaan sekitar, di dekat pohon dan bebatuan. Lama-kelamaan telinganya bisa menangkap gemrasak dedaunan yang diinjak binatang berkaki empat, diiringi geraman rendah dari kejauhan.

Dengan gerakan halus tapi cepat, ia berpindah di balik sebuah pohon besar, segera mengokang senjatanya. Kicauan burung pun datang, menemani degupan dan helaan napas pelan Sig, dibarengi bunyi langkah dan geraman yang makin dekat.

Mendadak, Sig melihat seekor serigala telah berdiri beberapa meter di hadapannya. Ia pun langsung mengangkat senjata, hanya untuk menurunkannya kembali. Serigala itu berbulu abu-abu dan tak menguarkan bau apa pun.

"Sudahlah, Sig. Akui aku," desah si serigala. "Sampai kapan kau membohongi diri sendiri? Ketika berubah tadi malam, kau mendapatkan sensasi yang sudah lama tak kau rasakan, kan?"

"Diam!" desis Sig, mengintip dari tempat persembunyiannya. Derap dan aroma binatang berkaki empat itu semakin dekat.

Sambil mengatur napas, Sig memfokuskan dirinya ke derap itu, berusaha keras membuang pikiran lainnya. Degup jantungnya yang sedari tadi liar pun mulai memelan.

Beberapa detik menunggu, seekor serigala berbulu hitam muncul dari balik pohon, agak jauh dari Sig. Serigala yang warna mata dan ukurannya sama dengan wujud kedua Sig itu pun menggeram rendah.

Ketika bunyi derap lari serigala itu membelah udara, Sig berlari keluar, menodongkan senjata sekaligus menarik pelatuknya. Namun, serigala itu berkelebat menghindar. Tembakan kedua pun hanya menembus tanah, serigala itu berhasil mengelak kembali. Sig pun mundur, hendak meraih selongsong peluru dari tas pinggangnya, tapi serigala itu sudah terlalu dekat.

Sig berguling menghindari terkaman, mengeluarkan pisau lipat dari saku dan melemparkannya. Si serigala meraung keras saat pisau itu menghujam paha kiri kaki belakangnya. Sig langsung berlari sambil mengisi shotgunnya dengan dua buah peluru.

Sadar menembak serigala itu dari jauh adalah hal mustahil, Sig menggelasar dan kembali bersembunyi di balik salah satu pohon. Ia mencurahkan konsentrasinya ke suara lari si serigala yang kini tak stabil karena pincang.

Namun, suara lari itu justru berhenti, digantikan oleh geraman, disusul bunyi langkah perlahan. Sig kembali menembak, kali ini serampangan, hanya untuk menarik perhatian sang musuh. Kemudian, Sig berlari lagi. Si serigala pun kembali mengejar.

Saat serigala itu tinggal beberapa meter darinya, Sig menarik kokang sambil berbalik. Si serigala terhempas ketika peluru senapan Sig menyerempet dahinya. Tak membuang waktu, Sig berlari mendekat, menarik pisau dari paha si serigala, lantas mengangkatnya tinggi-tinggi.

Tanpa ampun, Sig menghujamkan pisau itu ke tubuh serigala. Seolah tak akan pernah puas, ia kembali melakukannya, tak cukup sekali, tapi terus-menerus. Darah hangat pun makin deras mengalir, menciprati tubuhnya dengan warna merah.

Ia baru berhenti ketika mendengar erangan lirih si serigala. Dari ujung mata serigala itu, turun satu aliran cairan bening.

Seperti mendapat hantaman di kepalanya, Sig berdiri. Di hatinya muncul sebuah pertanyaan: apa yang baru saja ia lakukan?

Ya, dirinya memang baru bertemu makhluk itu hari ini. Ia juga perlu melindungi keluarga Jeff. Tindakan seperti ini adalah hal paling logis untuk dilakukan. Namun tetap saja, seperti ketika mendengar kematian Viktor, ia seakan baru saja kehilangan bagian dari dirinya sendiri.

Sig membiarkan pisau di tangannya tergelincir jatuh. Ia pun berlutut. Kemudian, dengan tangan bergetar hebat, ia mulai mengusapi makhluk yang tadi dianggapnya sebagai musuh itu.

Silent Moon Illusion [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang