Memandang bulan purnama sejenak, Sig berjalan menuju sekumpulan orang di tempat parkir klub milik Frederik. Perhatian orang-orang yang memakai jubah anti peluru itu langsung tertuju kepada Val yang mendampingi Sig dalam wujud serigala. Menyadari hal itu, Val langsung menyeringai.
Mengenakan jas yang kali ini berwarna abu-abu, Frederik menghampiri Sig. "Wah anjing peliharaanmu lumayan juga."
Val langsung mundur dan menggeram ketika pria jangkung itu mau membelai kepalanya.
"Maafkan dia. Dia tak terlalu suka dengan orang asing." Sig mengelus lembut kepala Val. Si wanita serigala pun menggesek-gesekkan pipinya ke kaki Sig.
Frederik berdehem, terkesan tidak suka dengan perlakuan Valeria. "Ini orang-orang yang aku siapkan. Semoga saja cukup."
Pandangan Sig berkeliling di kelompok yang bahkan tak mau repot-repot berbaris itu. Sig tahu mereka bukan amatir, terlihat dari cara masing-masing memegang senjata laras panjang. Namun, di antara mereka, Sig menemukan tiga pria yang cukup mencolok. Selain tak membawa senjata, trio itu juga membuat gerak-gerik aneh. Satu menunduk dalam diam layaknya patung, dua lainnya terus bergerak-gerak, jelas sekali tak nyaman.
"Tenang saja, mereka itu masih baru," tutur Frederik, menyadari kelakuan Sig. "Kalau tidak diajak terjun ke lapangan, mereka tak akan terampil."
"Benarkah?" tanya Sig sangsi.
Tertawa keras, Frederik menepuk punggung Sig. "Kau tak percaya padaku? Bukankan kita ini teman?"
"Aku cuma ingin misi ini berhasil dengan baik. Itu saja," jawab Sig, menahan diri agar nada bicaranya tak naik. Tangannya sudah gatal untuk meninju hidung Frederik.
"Sudah kubilang, tenang saja." Frederik tertawa lagi. "Kami sudah sering menyerbu kontainer berisi obat-obatan terlarang milik rival, jadi kami sudah berpengalaman."
"Aku harap begitu."
"Sekarang, silahkan beri perintah kepada mereka. Kaulah yang jadi pemimpin."
Berdehem pelan, Sig maju selangkah. "Oke, lab itu cuma punya satu gerbang di pagarnya. Mau tak mau kita harus melewatinya. Ada beberapa penjaga di depan. Di dalam area lab pasti penjaganya lebih banyak lagi. Aku tak akan memberikan strategi yang rumit kepada kalian. Biar aku yang berurusan dengan kontainernya. Pesanku hanya satu: tembaklah tanpa berpikiran untuk membunuh."
Orang-orang itu saling berpandangan. Bahkan beberapa ada yang mengerutkan kening.
"Bagi jadi tiga kelompok. Kita akan berpisah di Sturla Street, Rannveig Street, dan Svensson Street. Setelah itu, kita bergabung di First Street di Red Aster. Ini untuk mencegah kecurigaan karena kita membawa banyak kendaraan," lanjut Sig, sedikit mengangguk kepada Frederik, memberi tanda dirinya sudah selesai.
"Hanya itu?" tanya Frederik, mengusap-ngusap dagunya.
"Kalian lebih berpengalaman dalam penyerbuan," ujar Sig, tak mengatakan alasannya yang asli: menggunakan pasukan itu hanya sebagai pengalih perhatian. "Dan ingat, Tuan Frederik. Kalau satu saja dari musuh kita ada yang mati, maka perjanjian kita batal."
Telinga Sig menangkap helaan tertahan dari Frederik. Sig sangat tahu Frederik menginginkannya tunduk. Jadi, tak ada alasan bagi bos penjahat itu menolak permintaannya.
"Kalian dengar, kan!? Kalian tidak boleh membunuh satu pun dari mereka!" seru Frederik kepada anak buahnya. "Sekarang, laksanakan misi ini!"
"Ini benar-benar terjadi, kan?" Gwen tiba-tiba berdiri menjejeri Sig. "Sig yang perkasa itu mau jadi budak seseorang? Apa dia sudah sebegitu putus asanya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moon Illusion [END]
WerewolfSEKUEL MOON GODDESS' CHOSEN ONE Bulan purnama masih indah di mata Sig, meski benda langit itu hanyalah simbol dari angan-angannya. Namun, kehidupan Sig tak hanya melulu tentang romantisme dirinya dan rembulan. Di dadanya masih ada ambisi. Pertanyaan...