Dering ponsel seolah menonjok Luke yang tertidur. Menguap lebar, ia memindahkan tangan seorang wanita yang melingkari perutnya, kemudian meraih ponselnya dari meja di sebelah dipan.
Ia berdecak kesal begitu melihat layar ponselnya itu. Drew, kepala keamanan di lab penelitian manusia serigala itu meneleponnya. Meski malas karena tengah malam seperti ini bukanlah saat untuk bekerja, Luke tetap mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, ada apa?" tanya Luke yang masih telanjang bulat, bangkit dari tempat tidur.
"Maaf, Tuan Anderson, tapi kita sedang ada keadaan darurat," jawab Drew cepat.
Mengapit ponselnya menggunakan pipi dan bahu, Luke mulai mengenakan jubah tidur. "Keadaan darurat bagaimana?"
"Tiga subyek itu dicuri oleh Profesor Alvarez!"
"Apa!?" Kantuk Luke langsung lenyap seketika. "Bagaimana bisa!? Bukankah tingkat keamanan kita begitu tinggi!?"
Omelan itu membangunkan wanita yang tadi tidur bersama Luke. "Ada apa, Luke?"
"Iya, ternyata Profesor Alvarez telah meretas sistem keamanan kita, sehingga bisa masuk tanpa mendapatkan izin dari saya atau Anda," jawab Drew.
"Tapi masih ada kau dan penjaga-penjaga lainnya, kan!? Bisa-bisanya dia melenggang masuk!? Kerja kalian bagaimana, sih!?" Luke mengambil dompet dari laci yang terkunci, mengeluarkan beberapa lembar uang, kemudian menyodorkannya kepada wanita itu.
Drew menelan ludah. "Bodyguard Profesor Alvarez punya kemampuan jauh di atas kami. Ada beberapa penjaga yang dihabisi mereka."
"Apa ini?" Si wanita sedikit melotot. "Aku tak butuh uangmu, Luke. Aku kira kita akan menjalin hubungan lebih lanjut?"
"Sebentar," ucap Luke kepada Drew, lantas menurunkan ponselnya dan melemparkan uang itu ke hadapan si wanita. "Jangan berharap banyak, ya. Hubungan yang akan kita jalin hanyalan atasan dan bawahan. Aku bertanggung jawab di lab itu, sementara kau cuma bertugas menjadi operator di sana."
Mata si wanita operator mulai dialiri cairan bening. "Tapi, kau bilang...."
"Cukup! Atau kau akan kehilangan pekerjaanmu juga!" bentak Luke, kembali menempelkan ponselnya ke telinga. "Sampai mana tadi?"
Tangisan si wanita pecah. Ia segera beranjak dari tempat tidur, sama sekali tak menyentuh uang pemberian Luke.
"Sekarang kita harus bagaimana, Tuan? Chip pelacak yang dipasang di tubuh subyek-subyek itu telah dimatikan."
"Kenapa tanya aku!? Kau kan kepala keamanannya!?" Napas Luke mulai memburu. "Sekarang kutanya, chip pelacak itu diambil atau cuma dimatikan?"
"Mana saya tahu..."
"Kalau diambil, seharusnya ada bekasnya! Chip yang ditinggal, kek! Bekas darah, kek!" omel Luke lagi. Ia benar-benar ingin menghajar orang yang menurutnya begitu dungu itu. "Kalau cuma dimatikan dengan suatu alat dari luar tubuh subyek, kita masih punya kesempatan, kita bisa panggil teknisi kita untuk menghidupkannya lagi dari jauh! Masa begitu saja tidak tahu!"
"Tapi saya memang tidak diberitahu...."
"Jangan banyak omong, laksanakan saja sebelum dewan direksi tahu!!!" Suara Luke menggelegar makin keras.
"Si.... Siap Tuan Anderson!"
Begitu mematikan panggilan, Luke meremas ponselnya kuat-kuat. Ia harus segera bertindak. Kekacauan itu bisa mengancam pangkatnya di Fringe Global.
Baru saja melemparkan dirinya ke kasur, ponselnya berdering lagi. Kali ini ia ditelepon seorang anggota polisi dalam daftar suapnya. Mengernyitkan kening karena tak bisa menebak tujuan polisi itu, Luke memencet tombol penerima panggilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moon Illusion [END]
LobisomemSEKUEL MOON GODDESS' CHOSEN ONE Bulan purnama masih indah di mata Sig, meski benda langit itu hanyalah simbol dari angan-angannya. Namun, kehidupan Sig tak hanya melulu tentang romantisme dirinya dan rembulan. Di dadanya masih ada ambisi. Pertanyaan...