"Iya, sebentar." Masih mengucek matanya karena kantuk, Jeff tergopoh-gopoh menghampiri pintu ruang apartemennya yang digedor dari luar. Tengah malam begini dan begitu keras. Jelas sekali dari calon pasien.
Begitu jeff membuka pintu itu, Sig yang tengah membopong seekor serigala berbulu putih merangsek masuk
"Apa yang terjadi denganmu?" Jeff memelototi rembesan darah di perban yang membalut tangan kiri Sig, kemudian beralih ke serigala yang baru ditaruh Sig di lantai. "Dan untuk apa kau membawa anjing sebesar ini!?"
"Ini serigala," jawab Sig, mengusapi tetesan-tetesan darah sang serigala dari kausnya. "Tolong obati dia."
"Aku bukan dokter hewan," balas Jeff, menghampiri Sig. "Lebih baik aku periksa dulu lukamu ini."
Sig menarik tangannya. Dengan sedikit menggeram, ia berbicara, "Aku mohon, Jeff. Tolong dia."
Sig sendiri tak tahu mengapa dirinya bisa berkata seperti itu. Lukanya seolah tidak terlalu penting dibandingkan kucuran darah serigala putih tersebut.
"Kyaaa!!!" Lucy yang baru muncul langsung berjengit saat menemukan serigala itu. "A... Anjing ini... Eh? Apa ini serigala?"
Sig cuma menanggapi pelototan Lucy dengan anggukan pelan.
"Jangan-jangan ini binatang buas di berita itu? Ada saksi mata yang melihat makhluk seperti anjing dengan bulu putih...." Pelototan Lucy semakin lebar. "Tak salah lagi! Ini adalah binatang buas itu!"
Sebelum Lucy pergi mengambil pistolnya, Sig keburu menangkap tangan istri Jeff itu.
"Jangan!" Sig menyeringai ganas. Geraman rendah kembali keluar dari mulutnya.
Lucy berusaha melepaskan cengkeraman Sig yang begitu kuat, seperti bisa mematahkan tulangnya kapan saja. "Lepaskan!"
"Sig!" Jeff memegangi pundak Sig. "Tarik napas Sig. Yang kau pegang itu istriku."
Mendengar kata-kata Jeff, urgensi berubah wujud dalam diri Sig langsung menurun. Ia pun melonggarkan pegangan tangannya dengan mulut menganga. "Ma... Maaf Lucy, tapi aku tak bisa membiarkan siapa pun membunuh serigala itu."
"Oke kalau begitu," ujar Jeff pelan, sementara sang istri mengelus-ngelus pergelangan tangannya yang memerah. "Aku akan rawat binatang ini, tapi kau harus mau kuobati terlebih dahulu."
Sig sudah membuka mulut untuk membantah. Namun, melihat senyuman ramah Jeff, ia pun akhirnya mengangguk pelan, tak kuasa menolak. "Sekali lagi, maafkan aku."
Lucy menghela napas sambil memegangi keningnya. "Ya sudah, tak apa-apa. Salahku juga terburu-buru mengambil keputusan, tanpa tahu binatang itu berarti bagimu."
Kata-kata itu seakan menonjok perut Sig. Binatang itu berarti? Berarti bagi siapa? Dirinya? Memangnya serigala itu siapa?
"Lebih baik aku pinjam kerangkeng dari kamar Ron," desah Lucy, mulai berjalan menuju pintu keluar.
"Ron? Memangnya dia punya binatang sebesar ini?" tanya Jeff yang sudah mulai membuka bebatan kain di tangan Sig.
"Bukan binatang. Kerangkeng itu ia gunakan untuk memuaskan fantasi seksnya yang aneh," balas Lucy, sedikit bergidik.
Jeff dan Sig langsung bertukar pandang, tak tahu harus menanggapi seperti apa.
***
Didampingi Zada dan Theo, Mia menyusuri lorong dengan dominasi warna putih itu. Sesampainya di ujung lorong, ia menggesekan kartunya di pintu lab, kemudian segera memasukinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Moon Illusion [END]
WerwolfSEKUEL MOON GODDESS' CHOSEN ONE Bulan purnama masih indah di mata Sig, meski benda langit itu hanyalah simbol dari angan-angannya. Namun, kehidupan Sig tak hanya melulu tentang romantisme dirinya dan rembulan. Di dadanya masih ada ambisi. Pertanyaan...