Part 15

3.3K 246 20
                                    

Pagi yang baru datang menyapa Jennie hari itu. Ia belum beranjak dari berbaringnya. Masih menatap pada wajah seorang pria dihadapannya yang tampak tenang dalam tidurnya. Senyumannya bahkan mengalahkan matahari cerah yang ada disana. Wajahnya terlalu berseri dibandingkan dengan matahari di atas sana.

Senyumannya akan semakin melebar jika mengingat kembali malamnya yang mungkin akan masuk ke dalam malam paling terindah dalam hidupnya.

Dengan jari lentiknya, ia menyentuh kening pria itu. Menyampirkan helaiannya yang menutupi keningnya. Jari itu terus turun menyusuri wajah sang pria yang tampak tak terganggu dengan sentuhan itu. Membuatnya lebih leluasa untuk menyusuri wajah itu dengan jarinya.

"Biarkan aku menjadi egois. Aku tak ingin kau pergi. Jadi, bisakah kau menungguku lebih lama lagi? Setelahnya, aku pasti akan datang padamu. Memberikan cintaku yang memang seharusnya kau dapatkan sedari dulu."

Jennie tersenyum mengingat perkataan Namjoon semalam. Tidak apa, pikirnya. Bahkan ia akan terus menunggu pria itu agar melihatnya. Mencintainya dan memberikan kasih sayangnya padanya.

Ya, ia hanya harus bersabar sedikit lagi agar mampu membuat pria itu menyatakan perasaannya.

.

.

Pria itu terbangun dari tidurnya. Mengernyitkan dahinya ketika matahari pagi itu menerpa wajahnya. Membuatnya kini mengerjap sebelum membuka kedua matanya.

Ia melirik ke samping dimana seharusnya sang istri tertidur disampingnya. Namun itu kosong. Hanya dirinya yang ada di atas tempat tidur itu.

Namjoon memilih untuk beranjak dari berbaringnya. Sedikit meregangkan tubuhnya dan memilih untuk turun dari tempat tidur untuk membersihkan dirinya. Namun langkahnya terhenti saat dirinya menatap pada tempat tidurnya. Tersenyum setelah melihat apa yang ia lihat tadi.

Ia mendekat kembali ke sisi ranjangnya. Berlutut dan sedikit menggeser selimut yang ada di atas tempat tidur itu untuk menyentuh noda merah yang membekas di atas sprei tempat tidur itu.

"Dia memang milikku."

.

.

Jennie masih berkutat di dapurnya. Menyiapkan sarapan tentunya bagi Namjoon yang masih terlelap di kamar ketika terakhir kali ia tinggalkan tadi. Bahkan ia sudah membayangkan akan membangunkan pria itu nantinya. Benar-benar pagi yang manis bukan untuknya?

Oh, lihatlah sekarang. Mungkin matahari di atas sana akan iri dengan Jennie mengingat bagaimana gadis itu yang tak menghilangkan sedikit pun wajah berserinya. Mungkin, ia akan dianggap gila setelah ini karena terus saja tersenyum tanpa henti.

Pekerjaannya terhenti begitu saja ketika ia mencium aroma yang familiar bagi indra penciumannya. Bahkan otaknya pun sudah sangat menghafal aroma maskulin itu. Dan benar saja, sebuah pelukan ia terima detik berikutnya dan membuatnya semakin terdiam di tempatnya saat ini.

"Kenapa tak membangunkanku? Kau tahu? Kau membuatku terlambat bekerja hari ini."

Jennie terkejut. Kenapa ia tak mengingat hal itu? Yang ia pikirkan hanyalah hal-hal manis yang akan ia lakukan pada Namjoon nanti. Ia ingin berbalik, namun pria itu menahannya. Membuatnya tetap pada posisinya saat ini dimana pria itu memeluknya dari belakang.

"O-Oppa, aku minta maaf karena tak membangunkanmu."

Namjoon menggeleng. Mendaratkan wajahnya pada bahu milik sang gadis setelah mengecupnya sekali. "Tidak perlu meminta maaf. Lagipula, aku memang ingin membolos hari ini. Bukankah kau ingin menghabiskan waktu denganku?"

Gadis itu merona. Beruntung Namjoon tak melihatnya langsung saat ini. Bisa-bisa, ia tak tahu lagi bagaimana menyembunyikan wajah meronanya nanti.

"Lanjutkan saja. Aku hanya akan memperhatikanmu."

Lanjutkan? Bagaimana bisa Jennie melanjutkan pekerjaannya sekarang disaat jantungnya bisa-bisa akan berpindah dari tempatnya?

"Oh, apa aku mengganggu pergerakanmu?" Namjoon melepaskan perlahan pelukannya. Tersenyum tipis dengan masih menatap pada Jennie yang mematung.

"Cepatlah, sayang. Kau tak ingin membuatku tak dapat memakan sarapanku, kan?"

Oh, kata-kata itu terngiang di pikiran Jennie. Panggilan cinta itu keluar dari mulut prianya. Tuhan, rasanya ingin sekali Jennie tak ingin bangun jika ini semua adalah mimpinya. Tapi ketika ia sedikit mengalihkan pandangannya untuk menatap pria itu, pikirannya tentang ini semua mimpi menghilang begitu saja.

Apalagi, kini ia bisa merasakan Namjoon kembali memeluknya. Menciumnya dalam tepat di bibirnya. Pagi manis yang selalu ia inginkan akhirnya terjadi hari ini.

.

.

Tangan itu mengepal dengan amarah yang tampak pada wajahnya. Ia bahkan memegang pembatas balkon di depannya dengan erat. Seolah melampiaskan amarahnya pada pembatas balkon itu.

"Noona, jangan berdiri disana. Aku tidak ingin jika orang-orang menyalahkanku karena kau melompat dari atas sana."

Kemarahan gadis itu semakin menjadi mendengar ucapan pria yang dengan santainya duduk pada sofa di kamar milik pria yang lebih muda darinya itu.

"Kau," Jiwoo beranjak. Mendekat pada Yoongi disana yang memakan sarapannya dengan tenang. "Sebenarnya, apa saja yang kau lakukan selama ini, huh? Kau bilang jika gadis itu sudah dekat denganmu. Tapi apa sekarang yang aku lihat? Buat dia jatuh cinta padamu. Bukan membuatnya semakin dekat dengan Namjoon."

Yoongi menutup telinga kirinya. Menatap pada Jiwoo disana yang berdiri dekat dengannya. "Noona, ini masih pagi. Tidak baik jika mengeluarkan suara berisikmu itu sepagi ini."

"Kalau begitu, lakukan tugasmu dengan benar."

Yoongi menahan emosinya. Ia tak bisa berbuat banyak saat ini. Memilih untuk mengabaikan Jiwoo daripada ia harus berdebat dengan gadis itu yang malah akan membuatnya lelah sendiri.

"Aku sedang berusaha, noona. Biarkan saja mereka menikmati waktu mereka. Kau tahu, bukan? Jika kita melakukannya sekarang, itu tak akan menarik. Perlahan-lahan, namun pasti."

Jiwoo terdiam. Menyetujui ucapan Yoongi. Ia memilih untuk menghela nafasnya dan duduk di samping pria itu. "Kau harus membantuku. Kau tak ingat kau--"

"Aku ingat. Dan jangan lagi mengungkit-ngungkit hal itu lagi."

Jiwoo tersenyum manis. Senyum yang sebenarnya bisa membuat semua pria akan jatuh padanya. Tapi jika melihat lebih ke dalam lagi, mungkin para pria akan berpikir dua kali untuk jatuh pada gadis itu. Ia merangkul Yoongi setelahnya yang seolah tak terganggu dengan apa yang dilakukan Jiwoo dan tetap melanjutkan sarapannya.

"Kau tak perlu khawatir sekarang, Yoongi. Adik kesayanganmu itu akan baik-baik saja. Bahkan kehidupan ibumu akan terjamin juga. Kau hanya perlu ikuti saja kemauanku saja. Kau pria yang manis dan penurut, bukan? Jadi, jangan buat aku melakukan sesuatu yang akan membuatmu tak dapat bertemu dengan adik dan ibumu. Kau mengerti, kan?"

Jiwoo menepuk bahu pria itu. Setelahnya beranjak dari duduknya dan menyampirkan tas selempang yang ia bawa sebelumnya. "Aku akan menunggumu dan membiarkanmu melalukan apa yang sudah kau rencanakan. Tapi kau tetap harus ingat,  aku bukanlah seseorang yang suka menunggu."

Setelahnya, Jiwoo berlalu begitu saja. Meninggalkan Yoongi yang bahkan masih melanjutkan sarapannya dengan rahang yang mengeras akibat ucapan Jiwoo.

"Benar. Aku hanya butuh waktu saja. Aku hanya harus bersabar lebih lama lagi."


--To Be Continued--

a good wife ❌ namjenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang