Jennie tak tahu berapa kali ia mengeluarkan senyumnya hari itu. Bukan senyum tipis ataupun senyum yang ia paksakan yang selalu ia keluarkan. Namun senyum kebahagiaan yang begitu tulus dan tampak cantik bagi siapapun yang melihatnya.
Sementara pria itu, pria yang sedang menggenggam tangannya dan hanya mengikuti langkah Jennie di belakang gadis itu, mungkin ikut tersihir dengan senyuman gadis itu yang mungkin baru pertama kali ia lihat terlihat lepas.
Jennie berbalik ketika langkahnya tertahan oleh Namjoon. Dan genggaman itu terlepas. Beralih dengan pria itu yang kini merangkulnya. Membuat tubuh mungilnya tenggelam dalam dekapan Namjoon.
"Kau terlihat bahagia sekali hari ini." Ucap pria itu dan kini melanjutkan langkah keduanya. Jennie tersenyum. Keberaniannya semakin bertambah dan kini membalas pelukan pria itu dengan keduanya masih berjalan beriringan.
"Oppa tidak akan tahu bagaimana bahagianya aku saat ini."
"Kalau begitu, beritahu aku." Jeda Namjoon sejenak dan menghentikan langkah keduanya kembali. Membuat Jennie mendongak hanya untuk menatap pada pria itu. "Bahagia apa lagi yang kau inginkan?"
Jennie terdiam. Masih mempertahankan senyumnya dan menyentuh wajah pria itu dengan satu tangannya. "Seperti ini. Aku selalu di dekat Oppa. Bisa memeluk Oppa seperti ini. Mengatakan pada semua orang jika Oppa adalah milikku. Itu sudah cukup membuatku bahagia."
Namjoon tersenyum. Ucapan tulus Jennie mencubit hati kecilnya. Membuatnya kini sedikit merunduk hanya untuk mengecup bibir gadis itu sekilas. Lalu beralih pada keningnya sebelum kembali melanjutkan langkah mereka. Tentu saja untuk melanjutkan kencan mereka.
Namun tatapan Namjoon tetap siaga. Mengetahui jika dirinya dan Jennie sedang diikuti saat ini. Tapi ia memilih untuk tak langsung mendatangi kedua orang itu. Memilih untuk menjaga Jennie saat ini yang mungkin tidak tahu jika keduanya kini diikuti.
.
.
"Ck, kenapa pula mereka harus menebar kemesraan seperti itu di depan publik? Benar-benar menyebalkan."
"Itu wajar, noona. Mereka adalah suami-istri. Orang gila yang akan melarang mereka untuk melakukan hal itu."
Jiwoo mendecak. Berbalik pada Yoongi yang berdiri di belakang tubuhnya. "Kau mau membantuku atau tidak sebenarnya, huh?"
"Aku hanya berkata jujur. Memang ada yang salah dengan ucapanku?"
Jika ada sebuah pisau di dekatnya, mungkin Jiwoo sudah akan merobek mulut pria itu. Namun ia memilih untuk meredam emosinya sekaligus tak lagi menanggapi Yoongi. Dan beranjak dari persembunyiannya untuk mengikuti kedua orang yang masih saling merangkul itu.
Sementara Yoongi, pria itu hanya terus mengikuti. Terkadang Jiwoo akan mendecak karena Yoongi yang tak bersembunyi dengan benar. Lalu ketika gadis itu menggerutu tak jelas dan membuat pria itu hanya menghela nafasnya mendengarnya.
Jiwoo terkesiap ketika ia ditarik begitu saja oleh Yoongi. Menatap pada Yoongi disana yang kini mendecak padanya.
"Jika noona kesal, boleh saja. Tapi apa noona tahu? Noona hampir saja membahayakan diri noona tadi."
Jiwoo mengernyit tak mengerti. "Apa maksudmu?" Dan perlahan menepis genggaman Yoongi pada lengannya.
"Sudahlah. Lain kali, noona harus berhati-hati."
Jiwoo mendengus. Memilih untuk melanjutkan kembali langkahnya dan Yoongi yang kembali berada di belakang pria itu.
"Kapan kita akan melakukannya?" Ucap Jiwoo. Terlihat raut wajahnya tak sabaran dan juga terlihat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
a good wife ❌ namjen
Fanfiction[18+] ✔ Kim Nam Joon harus menikahi gadis pilihan ayahnya yang ia adopsi 16 tahun yang lalu. Tentu saja Namjoon tidak menyukai pilihan ayahnya tersebut karena dirinya yang memang tidak pernah menyukai kehadiran gadis itu saat ayahnya mengadopsinya 1...