BB 22 - Kanaya

14.6K 1.2K 143
                                    

Bab 22

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 22


Usapan di bahuku membangunkanku. Aku membuka mata, mengerjap beberapa kali kemudian menoleh ke samping. Boyd sedang tersenyum padaku.

"Kita sudah sampai, Ay."

Aku rupanya tertidur. Aku menatap rumah di depan, yang menurutku cukup besar. Terdiri dari dua lantai dan berwarna broken white.

"Ini rumah siapa?" tanyaku.

"Rumah calon suami Tere. David pengusaha tambang, laki-laki kaya," Boyd tertawa. "Tere memang terobsesi punya suami kaya raya. Yah, keinginannya terwujud."

''Tere adik Benget?" tanyaku ingin tahu.

''Adik tiri," jawabnya. "Dari ayah Benget."

Aku mengangguk. "Tapi tante Susi sepertinya menyayangi Tere seperti putrinya sendiri." Aku mendengar beliau menelepon tere tadi sore sebelum Boyd datang. Nada dan kata-katanya memperlihatkan kasih sayang seorang ibu yang tulus.

"Ibu Benget bisa dibilang mencintainya," kata Boyd. "Tere juga sayang padanya, jadi menurutku rasa sayang itu saling berbalas. Walaupun Ayah Benget sudah meninggal, hubungan keduanya tidak renggang sedikitpun. Malah kelihatan semakin dekat."

"Kau pernah bertemu David, calon suami Tere?"

"Satu kali. Saat dia memperkenalkannya ke semua keluarga. Penilaian pertamaku cukup bagus. Dia mencintai Tere, itu yang paling penting."

"Kau juga peduli padanya."

"Tere sepupuku, sayang. Sudah pasti aku peduli padanya. Aku ingin dia menikah dan bahagia dengan laki-laki yang mencintainya."

Aku ingin bertanya padanya apakah dia juga akan menikah karena cinta? Tapi pertanyaan itu tidak bisa keluar dari bibirku, aku masih ragu. Merasa hal itu terlalu cepat. Aku bisa melihat Boyd bukan pria yang bisa dipaksa. Jika dia tidak ingin, dia tidak bisa didesak.

Reny tidak ada saat aku melihat ke belakang. "Reny sudah turun?" Aku menatap Boyd. "Sudah berapa lama kita di mobil?" tanyaku lagi saat dia mengangguk.

"Kira-kira lima belas menit. Aku senang melihatmu tidur."

''Sudah selama itu?" Aku merapikan rambutku cepat. "Kalau begitu kita harus turun, Boyd. Keluargamu pasti mencarimu. Sudah jam berapa sekarang?"

"Hampir jam dua belas," gumamnya santai. Boyd meregangkan tangannya dan melipatnya di belakang kepala, kakinya yang kokoh meregang sedikit. Pipiku panas ketika melihat tonjolan kecil di celana jeansnya.

Beautiful Bastard (Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang