Extra part - Boyd

17.6K 1.3K 74
                                    

Jam dua belas siang, dan selama empat jam belakangan aku mendengarkan repetan Kanaya yang seolah tiada akhir. Dari mulai bangun tidur hingga sekarang jam makan siang. Aku sudah lama tahu bahwa Kanaya wanita keras kepala, tapi baru sekarang---lebih tepatnya setelah menikah---dia memuntahkan keburukannya itu. Tentu saja dengan sebaik-baiknya. Kepalaku yang sudah sakit bertambah sakit dibuatnya.

"Kau baru saja pulang, tapi yang kau lakukan malah teler layaknya musang mabuk." Sebelumnya aku tidak tahu ada bedanya antara teler dan mabuk.

Kanaya adalah wanita cantik, yang meski sudah punya dua anak masih tetap membuatku terangsang dan tergila-gila padanya. Bentuk tubuhnya tidak banya berubah. Walaupun ada, perubahan itu di tempat-tempat yang sangat kusai. Tapi sekarang, saat dia menatapku tajam dengan kedua tangan di pinggang, rasanya aku ingin membungkusnya ke goni dan menyingkirkannya untuk sementara.

Dia selalu mengikuti---hanya untuk menunjukkan maksudnya bahwa dia tidak senang aku pulang dengan kondisi mabuk tadi malam. Demi Tuhan, sudah berjam-jam mulutnya macam petasan kelebihan amunisi. Tentu saja aku mengerti kemarahannya. Tidak bisakah dia berhenti sejenak dan membiarkanku tenang.

"Aku lapar, Ay," aku berbicara dengan lembut. Tersenyum lemah di tengah sakit kepalaku. "Oke aku salah tadi malam, maafkan aku.'' Lukas tiba-tiba mengadakan pesta di rumahnya. Katanya untuk merayakan pertunangannya. Aku enggan menolak. Apalagi sekarang kami sedang melakukan kerjasama. Awalnya aku berniat untuk tinggal beberapa saat, meminum satu dua gelas bir. Tapi Lukas terus menahanku, Billy juga memilih menjadi orang brengsek tadi malam. Mereka tidak membiarkanku pulang. Hingga pukul empat pagi. Yang kudapati setelah bangun dari tidurku adalah tatapan murka nyonya rumah. Siapa lagi kalau bukan Kanaya.

"Seharusnya kau sadar kau bukan anak lajang lagi," katanya, meski tidak setajam tadi namun tatapannya masih menusuk. "Ingat kau sudah punya Arga dan Abel."

"Aku sadar aku sudah tua," gumamku malas. Aku paling tidak suka kalau dia sudah mengungkit statusku. "Aku ingat punya dua anak. Kau tidak perlu khawatir."

"Tapi yang kau lakukan tadi malam---"

"Hanya bersenang-senang sedikit, Kanaya."

"Sampai mabuk dan tak sadarkan diri seperti tadi malam? Kau sampai harus digotong ke kamar karena hanya sekedar berjalan saja kau tidak bisa."

Aku tidak ingat aku diantar pulang dan siapa yang mengantarku pun aku tidak tahu.

"Bagaimana kalau anak-anak melihatmu seperti itu?"

"Syukurlah mereka tidak melihatnya." Aku pergi membuka kulkas. Mencari-cari di sana apa yang bisa kuminum. Aku menemukan jus jambu. Kutuangkan ke gelas lalu meminumnya. "Kau mau?" Aku mengangkat botol jus tersebut ke arah Kanaya yang memberengut.

"Tidak, terimakasih."

Aku menghela napas, menghampirinya setelah mengembalikan botol jus ke kulkas. "Dari tadi kau marah-marah terus," kataku, memegang bahunya. "Kau tidak capek?"

"Aku tidak marah-marah." Dia menyangkal.

"Lalu apa namanya yang kau lakukan sekarang?"

Kanaya menatapku dalam diam untuk beberapa saat, kemudian dia menghela napas. "Sebelumya kau tidak pernah pulang dengan kondisi mabuk, Boyd," ucapnya pelan, seperti merasa lelah. "Aku takut kalau yang tadi malam menjadi awal kau melakukannya lagi."

"Aku salah, aku minta maaf. Aku berjanji itu takkan terjadi lagi. Sekarang kau berhenti cemberut. Repetanmu membuatku kehilangan napsu makan dan kepalaku bertambah sakit."

"Janji?"

"Janji."

"Baiklah," dia tersenyum. Memberiku ciuman singkat di bibir yang hampir saja keterusan. "Perlu kuambilkan makananmu?" Aku mengangguk, berharap ciuman tadi lebih panjang sedikit.



Beautiful Bastard (Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang