Romeo Juliet Nahi Hai Eps 26

175 11 2
                                    

Romeo Juliet Nahi Hai
Eps 26
Shabir tiba dirumah sakit dan langsung masuk ke ruang operasi
Dan berdiri disamping Sriti
"Kenapa kau diam saja??? Ini sakit??" teriak Sriti
Shabir pun mendekat
Sriti mulai mengcengkeram tangannya
"Ayo nyonya, tarik nafas "
"Tarik nafas tarik nafas, kau tidak merasakan ini"
"Fuggi. Sayang ikuti kata dokter ya, aku disini"
"Aaaaaaawhhh" Sriti tambah keras berteriak dan mencengkeram tangan Shabir
"Tuan cepatlah" Perawat membuyarkan lamunan Shabir
Ketika masuk rumah sakit, ibu mertuanya mengatakan jika Sriti harus operasi cesar karena kondisinya kurang baik, memang seharusnya bulan depan baru lahir.
"Tuan, operasi ini harus segera dilakukan, mohon kerjasamanya"
"I iya sus, lakukan yang terbaik untuk istri dan anakku" Shabir segera menandatangani surat persetujuan operasi
Ternyata tadi hanya khayalannya, kenyataannya ia hanya bisa menunggu didepan ruang operasi
Nyonya Rathore masih menangis dipelukan bibi Vandu
"Nak tenang, kita berdoa saja, Sriti pasti bisa melewati ini" bibi Vandu menenangkan Nyonya Rathore yang seperti anaknya sendiri
Shabir mendekati pintu ruang operasi
Perasaan bersalah menghinggapinya, selama ini ia sering membuat Sriti kesal dan banyak pikiran, bahkan selama satu bulan ia membiarkan Sriti sedih, padahal ia sering diingatkan jika itu tidak baik untuk kehamilan Sriti
Dan kini, saat istrinya harus berjuang didalam kamar operasi, ia tak bisa berbuat banyak, Shabir pun pergi ke kuil yang ada dirumah sakit itu untuk mengakui kesalahannya dan memohon pada Tuhan untuk keselamatan Sriti dan bayi mereka
Setelah beberapa jam, bibi Vandu menelfonnya, mengatakan jika anaknya sudah lahir, Shabir segera lari kembali ke ruang operasi
"Ibu anakku sudah lahir? Bibi anakku sudah lahir?" Shabir sangat tidak sabar melihat anaknya
"Nak, selamat anakmu sudah lahir tapi...."
"Tapi tapi apa bu?"
"Sebaiknya kau temui dokter" ucap Nyonya Rathore, Shabir melihat ke ruang operasi. Lalu pergi menemui dokter Sumitra yang membantu persalinan Sriti
"Dokter, persalinannya lancar kan?"
"Oh Tuan Shabir, silahkan duduk"
Dokter Sumitra mempersilahkan
"Begini, memang operasi berjalan lancar, dan putri anda sudah lahir, beratnya 2,7 kilogram. Memang dia prematur dan harus di incubator hingga keadaannya memungkinkan untuk dibawa pulang"
"Dok apa yang terjadi pada anak saya?"
"Karena kondisi ibunya tidak stabil dan darah tinggi juga maka itu berpengaruh pada bayinya, dia mengalami kesulitan bernafas, kami masih terus mengupayakannya. Dan jika memang terpaksa. Mungkin kami akan melakukan trakeostomi pada putri anda"
"Trakeostomi? Apa itu?"
"Trakeostomi adalah cara untuk membantu pasien agar tetap bisa bernafas, dan sekitar 6 bulan putri anda akan menggunakan alat itu, aku harap semua bisa berjalan lancar"
"Dokter ku mohon. Lakukan semua yang terbaik untuk bayiku, lalu bagaimana keadaan Sriti?"
"Kondisinya masih lemah, tapi dia akan dipindahkan ke ruang rapat beberapa saat lagi, tolong jangan bebani dia dengan macam-macam pertanyaan"
"Ba baik, kalau begitu saya permisi, terima kasih"
Shabir kembali menemui ibu mertuanya dan bibi Vandu
"Kau sudah bertemu dokter nak?"
"Sudah bu, sebentar lagi Sriti akan dipindahkan"
Tak lama, terlihat para perawat membawa pasien ke ruang VIP. Mereka bertiga pun mengikuti
"Maaf, hanya satu orang yang boleh masuk, karena keadaan pasien masih lemah"
"Baik sus, terima kasih" ucap bibi Vandu
"Ibu aku mohon ijin untuk menemui Sriti lebih dulu"
"Iya nak, masuklah"
Shabir pun masuk dan duduk disamping Sriti
"Fuggi, maafkan aku" Shabir menggenggam tangan Sriti yang memang masih lemas
"Kau sudah sering mengingatkanku untuk menurut, aku selalu berjanji tidak membuatmu marah, tapi aku melanggar itu semua, aku menyepelekan hal-hal besar, dan kini kau dan anak kita yang menanggung akibatnya, ini semua salahku, maafkan aku Fuggi. Kau boleh memarahiku, menghukumku, tapi ku mohon maafkan aku" Shabir menundukkan kepala disamping Sriti
"Suniye" terdengar suara Sriti lirih
Shabir mendongakkan kepala
"Fu Fuggi, kau sudah sadar?"
"Kenapa kau menangis? Anak kita sudah lahir bukan?"
"I iya sudah"
"Apa kita sudah bisa menemuinya? Aku ingin melihatnya"
"Dia masih diruang bayi"
"Bukankah kita bisa melihatnya? Apa perawat belum ada yang mengantarnya kemari?"
"E dia..."
"Suniye, semuanya baik-baik saja? Aku ingin menemuinya" Sriti berusaha menegakkan badannya
"Fuggi, kau kau masih lemas, kau istirahat dulu"
"Tidak aku mau melihat anakku"
"Fuggi, kau bisa melihatnya nanti"
"Aku mau sekarang" Sriti tetap bersikeras, Shabir pun pasrah. Ia membantu membawakan infus Sriti dan memapahnya ke ruang khusus bayi
"Dok maaf kami ingin melihat anak kami" kata Shabir pada dokter Sumitra
"Oh baiklah, mari" dokter Sumitra mengantar mereka
"Mohon maaf tapi kalian tidak bisa lama disini"
Air mata Sriti langsung menetes melihat wajah dan tubuh putrinya terpasang banyak selang, tapi bayi itu seperti ingin menghibur orang tuanya, ia terlihat tersenyum
"Suniye, kenapa banyak selang?"
"Aku akan jelaskan padamu nanti, kau jangan menangis lagi, nanti dia ikut sedih"
Sriti terus memandangi putri sulungnya hingga terpaksa dokter Sumitra meminta mereka untuk keluar dari ruangan itu
"Dokter apa yang terjadi pada putriku?"
Dokter pun menjelaskan apa yang terjadi pada putrinya
"Suniye" Sriti terisak dipelukan suaminya
"Sabar sayang. Dokter sedang berusaha yang terbaik, sekarang kembali ke kamarmu dulu. Kau harus istirahat"
"Aku ingin menemaninya"
"Ada suster yang merawatnya, kau juga harus perhatikan dirimu" Shabir membawa Sriti kembali ke ruangannya, setelah sebelumnya mereka kembali menatap putri mereka dari balik kaca ruangan itu
"Aku tahu ini salahku Fuggi"
Sriti tak menjawab, ia masih berusaha menenangkan dirinya
Shabir pun memeluk istrinya yang duduk sambil menelungkupkan kepala diantara dua kakinya yang dilipat
"Semua akan baik-baik saja, Tuhan bersama kita"
"Permisi tuan" Seorang perawat masuk
"Ya sus?"
"E tuan, maaf aku ingin bertanya nama untuk putri anda"
"Namanya...." Sebenarnya mereka sudah mempersiapkan nama tapi saat itu pikiran shabir tiba-tiba kosong
"Tuan?"
"O eh iya, Fuggi bagaimana jika namanya Anuskha? Atau Shanum? Shanum Mehra?"
Sriti pun menyetujui nama kedua
"Oke sus, nama putri kami Shanum Mehra"
"Nama yang cantik, persis seperti putri kalian, kalau begitu aku permisi, o ya tuan, waktu berkunjung tinggal 10 menit karena Nyonya Sriti harus istirahat"
"Baik sus terima kasih"
Perawat itu pun meninggalkan mereka
Setelah Sriti cukup tenang, Shabir membantunya kembali berbaring lalu keluar ruangan
"Ibu dan bibi silahkan pulang dulu, kalian juga harus istirahat"
"Tidak nak aku mau disini"
"Bu, aku tahu ibu dan bibi khawatir, tapi kalian juga perlu menjaga kesehatan kalian, aku akan disini dan besok kita gantian, karena besok aku ada pertemuan yang tidak bisa aku tunda lagi"
"Hmmm baiklah, kami pulang. Kau juga jaga dirimu, jangan lupa makan, beritahu secepatnya jika terjadi sesuatu"
"Semua akan baik bu, kita harus terus berdoa" Ucap Shabir
Setelah bibi Vandu dan ibu mertuanya pulang, Shabir pergi melihat Sriti yang sedang tidur dari kaca pintu
'aku sangat mencintaimu Fuggi' batin Shabir
-0-
Setelah Sriti menyampaikan pada ayah Dhruv tentang permintaan maaf Dhruv setelah acara tujuh bulanan itu, ini adalah kali pertama Dhruv menemui ayahnya secara langsung
"Nak kau datang?" Ayahnya terlihat sangat bahagia
"Ayah maafkan aku" Dhruv langsung mencium kaki ayahnya
"Nak nak jangan seperti ini, ayo bangunlah, jangan buat ayah sedih lagi" Ayahnya mengangkat Dhruv agar berdiri, mereka berdua pun saling memeluk
"Aku sangat merindukanmu nak"
"Aku pun merindukan ayah"
"Ayo nak masuk, ini adalah rumahmu. Dan periksa kamarmu aku tak pernah merubahnya tapi jika kau mau dirubah. Katakan saja pada ayah"
"Tunggu ayah, aku ingin menyampaikan sesuatu"
"Ada apa?"
Dhruv lalu keluar rumah dan kembali bersama Sheina
"Ayah, perkenalkan ini adalah Sheina. Aku ingin meminta restu ayah"
"Apa nak? Maksudnya kau akan menikah?"
"Benar ayah, aku harap ayah merestui kami dan melamarkan Sheina untukku"
Tuan Bathla mendekati Sheina
"Dia cantik dan aku melihat kalian cocok, aku yakin pilihanmu tidak salah. Aku merestui kalian" Tuan Bathla menyentuh kepala Dhruv dan Sheina
"Terima kasih ayah"
"Terima kasih paman"
"Sama-sama, ayo duduk" ketiganya pun duduk
"Ayah, dimana bibi...."
"Dia sudah pergi"
"Pergi? Maksud ayah?"
"Sesungguhnya ayah menyesal tak mendengarkanmu. Dia memang hanya mengincar harta ayah, setelah ayah mengetahui niatnya dia pun pergi, dan ayah juga sudah memberinya surat cerai"
"Sejak kapan itu terjadi yah?"
"Sejak terakhir kau datang kemari"
"Apa? Jadi selama itu ayah sendiri?"
"Iya, tapi ayah merasa lebih baik nak, karena ada seseorang yang selalu memperhatikan ayah, meskipun dia jarang datang tapi dia selalu menyuruh orang untuk kemari mengantar makanan dan obat"
"Siapa dia ayah?"
"Dhrasti"
"Dhrasti? Jadi dia di Delhi?"
"Ya sudah lama dia kembali dari London, tapi dia sangat sibuk, sekarang pun dia sedang pergi ke Moscow"
"Ya ampun seperti apa dia sekarang? Sudah sangat lama aku tak bertemu dengannya"
"Hm hm" Sheina pura-pura batuk
"Sheina, kau jangan salah sangka, Dhrasti adalah saudara sepupuku"
"Aku tidak berpikir apapun"
"Tapi pandanganmu mengisyaratkan kau cemb..."
"Aku rasa kau yang tak perlu berpikir macam-macam"
"Wahh kalian ini memang sangat serasi, aku harap jika ada masalah yang terjadi, kalian bisa menyelesaikan dengan baik, ingat dhruv jangan ulangi kesalahan ayah"
"Aku akan berusaha" Jawab Dhruv
Mereka pun lalu berbincang masalah persiapan lamaran Dhruv dan Sheina
-0-
"Aduhhh aku harus mengenakan apa ini?" Dhrasti mengobrak abrik kopernya
"Nona repot, kau sud...." Gurmeet yang baru saja akan masuk kamar Dhrasti kaget melihat kamar itu sangat berantakan
"Apa disini baru saja terjadi gempa?"
"Diamlah, aku sedang bingung"
"Bingung kenapa?"
"Kita mau ke pesta kan, aku tidak membawa gaun pesta apa aku akan menggunakan dress ini?" Dhrasti menunjukkan gaun warna hitam selutut tanpa lengan
"Kau ingin mengundang mata jahat ha?"
"Tidak semua laki-laki sepertimu kan?"
"He he tunggu nona, apa maksudmu bicara begitu?"
"Aku tidak punya maksud apapun"
Gurmeet pun masuk kamar
"Kita bisa sampai saat pestanya telah selesai. Ini milik siapa?" Gurmeet menemukan sebuah tas pakaian
"Milikku, tapi itu adalah kain saree, apa aku akan ke pesta ulang tahun dengan itu?"
"Memang kenapa? Lagipula yang kita datangi juga orang Punjabi"
"Tapi ini di Rusia bukan Jaipur atau Mumbai"
"Dimanapun kita berada, kita patutnya membanggakan budaya kita sudahlah jangan banyak bicara, cepat pakai ini"
"Baiklah Tuan, aku akan memakainya" Dhrasti tak kunjung ganti pakaian
"Kau tunggu apalagi?"
"Kau pikir aku akan membiarkanmu melihat tubuhku? Sana keluar!" bentak Dhrasti, Gurmeet pun sadar jika ia masih didalam kamar Dhrasti
"Aku beri waktu 5 menit jika belum siap aku tinggal" Kata Gurmeet sambil berjalan keluar kamar
Tidak sampai lima menit, Dhrasti sudah siap
"Ayo berangkat"
Gurmeet terpesona melihat Dhrasti yang mengenakan saree berwarna putih dan rambut yang hanya diikat tengah
Namun Gurmeet justru melepaskan jepit rambut Dhrasti
"Perfect" kata Gurmeet
"Jangan merayuku. Ayo pergi" Dhrasti mengambil jepit rambut dari Gurmeet dan berjalan mendahuluinya
Mereka pun pergi menghadiri acara ulang tahun Sachi, anak seorang fotografer senior, rekan orang tua Gurmeet yang tinggal di Moscow juga
Sesampainya di tempat acara, Dhrasti melepas sepatunya
"Apa kau akan telanjang kaki saat masuk ruang pesta?"
"Kau ini tak usah menceramahiku, aku tahu yang harus ku lakukan"
Dhrasti mengeluarkan highheelsnya yang berukuran 10cm
"Oh"
"Aku sudah biasa mengenakan ini, tak usah takut aku memalukanmu, seharusnya kau justru senang datang bersama model internasional sepertiku"
"Hm terserah katamu saja, cepat turun"
Keduanya pun masuk ke ruang pesta
"Aku mau ke toilet sebentar" Kata Dhrasti
"Hmm" jawab Gurmeet singkat
Saat hendak masuk toilet, Dhrasti melihat seorang gadis yang ia yakin mengenalnya, untuk lebih meyakinkan, ia pun kembali ke pesta untuk memberitahukan itu pada Gurmeet
Karena ia tidak fokus, ia akhirnya menabrak punggung Gurmeet dan jatuh ke lantai
"Awwhhh" Rintihnya
"Hei kenapa kau duduk dilantai? Kau tidak malu dilihat orang?"
"Kau yang seharusnya malu, membiarkan seorang gadis jatuh"
"Apa kau mengatakan padaku akan jatuh?"
"Huh dasar laki-laki tidak punya perasaan, aku jadi lupa kan mau mengatakan apa padamu"
"Memang apa yang ingin kau katakan? Ooo aku tahu kau akan memuji ketampananku kan?"
"Hah? Bahkan aku tidak tahu dimana sisi tampanmu itu"
"Sudahlah jangan berpura-pura"
"Sejak kapan kau menjadi gila pujian? Sudahlah aku mau duduk saja"
"Hei aku hanya bercanda kenapa kau marah? Coba katakan apa yang ingin kau katakan"
"Lupakan saja" Dhrasti tetap melangkah hingga Gurmeet pun menariknya mundur
"Mahive...
#MahivePlaying
Gurmeet menari dengan sangat romantis, sepertinya memang mereka mulai memiliki perasaan satu sama lain
-0-
Sriti sudah diperbolehkan pulang. Namun Shanum masih harus dirawat dirumah sakit hingga dua hari kedepan, untuk pemasangan trakeostomi
Sriti menatap bayinya dari balik kaca sebelum pulang
"Sayang, kita akan segera berkumpul dirumah, kau akan bersama ibu nak" ujar Sriti
"Fuggi, kau jangan menangis lagi, Shanum pasti sedih jika kau menangis, dia anak yang kuat sayang, sepertimu" Shabir menghapus air mata istrinya, lalu mereka pun pulang
Sesampainya dirumah, Sriti langsung membenahi kamarnya, ia ingin memberikan semua yang terbaik bagi putrinya itu
"Fuggi, kau sudah sibuk sejak tadi, sekarang istirahatlah, kau butuh tidur"
"Suniye! Aku tidak mengerti bagaimana cara berpikirmu! Saat ini anak kita dirumah sakit, dia sedang berjuang disana dan kau menyuruhku tidur? Kenapa tidak sekalian saja kau menyuruhku berlibur!"
"Fuggi, bukan itu maksudku. Dengarkan aku, Shanum sangat membutuhkan kita bukan, terutama kau. Kau sering mengingatkanku untuk menjaga kesehatan, lalu sekarang? Kesehatanmu sangat penting untukku, untuk Shanum, kau harus yakin dan kuat, Shanum bukan bayi yang memiliki kekurangan, dia istimewa, dia anugrah dari Tuhan" Shabir terus berusaha memberi pengertian pada Sriti, hingga Sriti pun terduduk ditepi ranjang
"Sudah sayang, tenanglah" Shabir kembali memeluk istrinya
-0-
Dua hari kemudian, Shabir dan nyonya Mehra menjemput Shanum ke rumah sakit, sementara bibi Vandu mengurus persiapan pengambutan bayi
Sriti yang sudah tenang pun menyiapkan kamar untuk Shanum dan juga membantu bibi Vandu
"Nak, kau sarapan dulu ya, sejak tadi kau belum makan"
"Bi, aku tidak lapar"
"Nak meskipun kau tidak lapar, kau harus makan, anakmu butuh asupan makanan darimu. Tidak boleh keras kepala lagi, kau sudah bukan anakku tapi seorang ibu"
"Bibi, apa bibi memecatku?"
"Tidak sayang, kemarilah" Sriti pun memeluk bibi Vandu
"Sungguh rasanya masih tak percaya kau sudah menikah dan memiliki anak, tapi aku sangat bahagia. Aku sangat yakin kau bisa mengurus suami dan anakmu dengan baik, tetapi kau juga harus ingat dirimu sendiri"
"Baiklah bibi..."
Tak lama kakek, ayah Sriti, dan kedua orang tua Sriti datang
"Ayah, ayah dan ibu mertua, kakek" Sriti menyambut mereka
"Apa kabar nak?" Tanya kakek
"Aku baik kek, ayo masuk, aku sangat merindukan kalian"
Ucap Sriti
"Salam bibi"
"Salam nyonya'
Mereka pun duduk disofa, menunggu Shabir dan Nyonya rathore membawa Shanum
-0-
Pukul 11, Shabir datang
"Wohooo ayah baruuu, selamat nak" Tuan Alok Mehra, Kakek Shabir langsung menghampirinya"
"Kakekkkk kau sudah datang?"
"Tentu saja" Shabir pun memeluk kakeknya, lalu memeluk kedua orang tuanya dan ayah mertuanya
"Nak dimana cucu kami?" tanya ibunya
"Ibu mertua sedang membawanya bu"
Tak lama Nyonya Rathore pun datang
"Aaa cucukuuu" Ibu Shabir langsung menghampiri
"Nyonya apa kabar?" Sapa ibu sriti
"Aku baik sangat baik, cucu kita sangat cantik"
"Benar nyonya persis ibunya"
"Hm menurutku hidungnya seperti ayahnya" jawab Nyonya Mehra
"Ya dia memang perpaduan ayah ibunya" Nyonya Rathore pun tersenyum
"Nyonya apa ini?" Tanya Nyonya Mehra saat melihat sebuah alat biru terpasang di leher Shanum
"Nyonya mari duduk, kami akan jelaskan"
Semua anggota keluarga pun duduk, Shabir mulai menceritakan keadaan Shanum
Awalnya keluarga memang sedih, tapi melihat wajah mungil Shanum yang cantik apalagi sering tersenyum membuat mereka lebih bersemangat terutama Sriti dan Shabir
"Dia benar-benar cantik, lihat senyumnya" Kata kakek
"Benar ayah, sepertinya dia memang tak ingin kita sedih" Jawab ayah Shabir
"Tuan Mehra, lagi pula untuk apa kita bersedih, kita mendapat cucu tentu kita harus bahagia" Jawab Tuan Rathore
Mereka pun saling menyemangati, hingga acara selesai tak ada satupun yang menampakkan wajah sedih mereka
Malam hari, Sriti melihat Shabir memangku Shanum di sofa kamar mereka
'aku tahu kau lelah, tapi kau tak mau mengatakan itu, aku bisa apa?' batin Sriti
Kemudian ia mendekati Shabir dan duduk disampingnya
"Suniye"
"Ha em" Shabir terjaga
"Sebaiknya kau tidur dikasur"
"E tidak aku belum mengantuk, aku akan menjaga Shanum, kau yang seharusnya tidur"
"Aku sudah tidur siang tadi, kau yang masih sibuk. Bukankah kita harus sama-sama menjaga kesehatan? Berikan Shanum"
Shabir pun memberikan shanum pada Sriti
"Sayang sekarang kau bersama ibu ya, biarkan ayah istirahat karena besok ayah harus bekerja" Sriti mencium kening anaknya itu
Shabir tersenyum dan ganti mencium kening istrinya
"Terima kasih Fuggi, kau selalu memberikan kebahagiaan dalam hidupku"
"Aku melakukan apa yang kau lakukan, sekarang istirahatlah"
"Kau juga"
"Tentu, good night"
"Good night" Shabir mencium bibir Sriti lalu bergegas merebahkan diri dikasur dan beranjak tidur
"Hmm tak bisa melewatkan satu kesempatan pun" gumam Sriti
Ia pun menggendong Shanum, lalu meletakkannya di box bayi disamping ranjang
"Selamat malam sayang"
Kemudian ia sendiri juga bergegas tidur
-0-
Dhruv dan ayahnya akhirnya datang ke rumah sheina, karena memang ayah Sheina pun sudah mengetahui kejahatan Raj dan menerima Dhruv, maka ia memberikan restu pada mereka, tentu Sheina dan dhruv merasa bahagia, keduanya akan melangsungkan pertunangan setelah Dhruv kembali dari Mumbai, karena ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan disana mulai pekan depan
"Dhruv, jaga selalu dirimu"
"Diri atau hati?" goda Dhruv
"Aku tahu aku mengerti maksudku"
"Tentu saja Sheina, aku akan segera pulang. Oiya aku hampir lupa, kapan kita akan menjenguk bayi Sriti?"
"Ya Tuhan, kau benar, aku sampai lupa. E bagaimana kalau besok pagi?"
"Oke bersiap jam 6, aku akan menjemputmu"
"Dhruv, kita akan bertamu sepagi itu?"
"Memang kenapa? Aku ingin melihat anak Sriti"
"Kau bersemangat sekali, sebenarnya ibunya atau anaknya yang ingin kau temui?"
"Sebenarnya aku gemas pada Shabir! Kau ini, tak perlu cemburu"
"Hei penulis apa aku mengatakan cemburu?"
"Memang tidak kau katakan, tapi aku bisa merasakan"
"Ini coba kau rasakan, teh buatanku dingin karena sejak tadi kau sibuk merayuku" Sheina memberikan cangkir teh pada Dhruv
"Hehe maaf maaf, sekali lagi thanks, kau bersedia menjadi bagian hidupku Sheina"
"Kau sendiri yang mendaftar" Jawab sheina asal
Keduanya pun tertawa dan kembali menikmati hembusan angin sore ditepi kolam renang dirumah sheina
-0-
"Gurmeet, aku baru ingat" kata Dhrasti sambil menutup resleting kopernya
"Ingat apa?"
"Saat dipesta kemarin..."
"Kau ingat aku mengajakmu menari?"
"Please aku tidak mau dengar kesombonganmu, ini lebih penting"
"Baiklah, apa?"
"Aku melihat Madhu"
"Lalu kenap... apa Madhu!"
"Ya, saudaramu yang wajahnya ketus itu, sebenarnya dia orang atau pemeran nenek sihir?"
"Hei jaga ucapanmu"
"Iya maaf, aku hanya bercanda"
"Tapi kau yakin melihatnya?"
"Tuan, mataku belum minus, aku sangat yakin itu Madhu"
"Kenapa kau tak langsung katakan?"
"Kau sendiri tak memberiku kesempatan"
"Aku harus cari dia"
"He tunggu, kita harus kembali ke India kan?"
"Dhrasti jika kau mau pulang, kau pulang duluan tidak apa-apa, aku harus mencarinya"
"Aku akan menemanimu"
"Tidak perlu"
"Tapi aku mau!" Gurmeet menatap Dhrasti
"Hm terserah"
Jawabnya lalu keluar dari kamar Dhrasti

Romeo Juliet Nahi HaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang