11. Tidak diizinkan

432 25 1
                                    

Hari ini merupakan hari UAS terakhir. Achel sangat bersemangat mengerjakan sehingga ia pulang lebih awal. Seperti awal Ulangan, gadis itu selalu adu bacot dengan Reyga. Kalau tidak Achel yang mengalah, ya Reyga.

Sepulang sekolah Achel ingin membicarakan sesuatu dengan orangtuanya. Dengan langkah mengendap-endap ia menuju ruang tamu sekaligus ruang santai.

Amara, Anjis, dan Shela sedang asik yang ada di depan mereka , televisi. Achel ketahuan mengendap-endap saat Amara beranjak ke dapur.

Achel terkejut kemudian menghentikan langkahnya.

"Kakak ngapain?" tanya Amara. Tentu saja ia penasaran dengan tingkah anaknya yang menyerupai maling.

Achel tersontak kaget lalu tersenyum, "Eh, mau ikut nonton, Ma."

"Kak Aceh cinyi!" Shela menepuk-nepuk sofa sebelahnya, bekas duduk sang Mama.

Achel tidak banyak bicara, ia langsung duduk di tempat yang Shela sarankan. Achel diam, tatapannya terpaku pada televisi. Tetapi pikirannya dimana-mana. Tentang izin rekreasi yang Achel sendiri masih trauma menjalaninya. Karena ia pernah ketinggalan jejak teman-temannya waktu itu, saat masih mengenakan seragam putih merah berdasi Tut Wuri Handayani. Untung saja ada seorang pria yang mengembalikannya ke rombongan SDnya.

"Bapak, Kak Aceh menyamun," adu Shela pada bapaknya. Anjis sontak menoleh Achel, sedangkan yang ditoleh tidak sadar dengan apa yang barusan adiknya ucapkan.

"Melamun? Kak Achel kenapa?" Anjis sedikit khawatir.

"Eh, nggak kok, Pak."

"Bolong," sahut Shela yang disusul tawa oleh Amara dari belakang mereka bertiga. Gadis kecil ini belum jelas bicaranya alias cadel, hingga kadang ucapannya meledakkan tawa orang sekitar.

"Bohong, Shela." Amara membenarkan ucapan Shela yang sedikit ngawur.

"Kak Achel kenapa melamun? Mikirin Nicho lagi?" tanya Amara sembari duduk di sebelah Achel. Wanita itu mengembuskan napas panjang. Terlalu lelah mengurusi Achel yang divonis sakit rindu level darurat.

"Nggak kok, Ma. Achel cuma mau minta ...."

"Minta uang?" tebak Anjis memotong ucapan Achel.

"Ih, Papa. Bukan kok," Achel meremas ujung bajunya, "Setelah UAS nanti ada piknik. Achel boleh ikut?" Achel memelankan nada bicaranya. Ia yakin bapaknya tidak akan memberinya izin. Beberapa tahun yang lalu Anjis sempat down saat mendengar kabar Achel hilang. Sungguh, Anjis tidak mau kejadian itu terulang lagi.

"Nggak!" jawab Anjis dengan nada tinggi.

"Kenapa?" Mata Achel mulai berair.

"Bapak takut kehilangan anak pertama bapak lagi, pokoknya enggak usah ikut!" tegas Anjis memalingkan wajahnya.

"Itukan dulu waktu SD, Pak. Waktu Achel masih kecil, sekarang Achel udah pake seragam putih abu-abu loh." Air mata Achel semakin berlinang, ia beralih menatap ibunya yang menjawab tatapannya dengan gelengan kepala.

"Achel janji nggak bakal hilang lagi."

"Pokoknya bapak nggak akan mengizinkan!"

"Tapi Pa-"

"Cukup sekali buat Papa sedih, Achel."

***

Langit jingga telah berakhir. Berganti dengan langit gelap yang menampakkan cahaya remangnya bintang. Di balik jendela kamarnya, Achel memandangi bintang yang bergembira di atas sana.

Andaikan bintang dapat berbicara, Achel ingin sekali menitipkan salam rindu kepada Nicho. Sekaligus bertanya tentang aktivitas Nicho malam ini di sana. Achel rindu Nicho. Sudah setengah tahun menikmati perpisahan. Berpisah dengan Nicho setengah tahun berasa seperti enam bulan. Ternyata Achel kuat, tapi tidak bahagia.

Apa Kabar Rindu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang