23. Ngambek

630 25 4
                                        

Nicho terbatuk-batuk akibat debu yang dihasilkan sepatunya. Mengejar gadisnya yang berlari menghindar.

"Cepet banget larinya dah." Nicho mengelap keringat di pelipisnya dengan tangan. Berhenti sejenak, lalu kembali berlari.

Di sinilah ia sekarang, di depan pintu toilet wanita. Achel sengaja lari ke sini agar Nicho tak lagi mengejarnya.

Nicho menyandarkan tubuhnya ke dinding. Mengambil napas sebaik mungkin, mengurangi rasa lelahnya.

Di sisi lain, Achel meremas-remas roknya. Membasuh muka lalu bercermin. Tak peduli di luar ada sosok yang menunggunya.

Ia tersentak kaget saat pintu terketuk. "Ada siapa ya di dalam?"

Achel mengembuskan napas lega setelah mendengar suara perempuan. Achel yakin, Nicho telah menyerah mengejarnya. Akhirnya Achel membuka pintu, mempersilahkan gadis itu masuk ke dalam.

Saat Achel berjalan menjauhi toilet itu, tangannya ditahan oleh seseorang. Achel sendiri malas menyebut namanya. Tak peduli seberapa jauh ia memperjuangkannya.

"Achel, dengerin aku," pintanya.

"Dia bukan siapa-siapa aku, Chel. Percayalah, aku pulang untuk kamu."

Entah mengapa hatinya merasa teduh mendengar ucapan Nicho. Ia menghela napas pelan, berusaha mengontrol emosinya. Karena emosi yang berlebihan dapat merusak keadaan menjadi semakin buruk. Bukankah begitu?

"Lalu kenapa kamu nyamar? Kenapa Markel memanggilmu Randi? Kenapa Nicho?" Achel melepas genggaman Nicho. Sekuat tenaga.

"Aku lakuin itu demi kamu. Aku sayang sama kamu, Achel. Aku rela jadi bad boy asal aku bisa dikeluarin dari sekolah itu dan aku ... bisa nyusul kamu, di sini."

Achel memandang awan. Menahan air mata yang sudah hampir menetes.

"Jangan salah paham, dia temen curhat aku. Cuma dia yang bisa buat aku tenang LDR sama kamu. Meskipun kita ... udah nggak ada hubungan lagi.

"Aku pulang untuk kamu," jelasnya panjang lebar.

Achel percaya itu. Ia kemudian memeluk Nicho. Jaket hitam biru khasnya sedikit basah akibat terguyur air mata Achel.

"Maaf, saat itu aku tidak menghiraukanmu. Karena sebelumnya, aku sempat ngira dia kamu, Fachela Anjasmara."

Achel semakin mengencangkan tangisnya. Rupanya bukan hanya ia yang gila dengan jarak ini, ternyata juga Nicho. Sosok yang ia kira takkan pernah kembali. Sosok yang Achel kira telah menghilang. Sosok yang telah menjadi milik orang lain.

"Ih, apaan sih meluk-meluk. Kita udah putus," ketus Achel seraya melepas pelukannya.

Nicho tertawa kecil membalasnya. Ia tau, itu adalah kebiasaan Achel. Padahal gadis itu sendiri yang memeluknya, lantas mengapa ia bersikap seolah-olah Nicho yang memeluknya? Meskipun sifat Achel absurd, Nicho tetap menyayanginya.

Sekarang, gadis yang sangat dirindukannya telah didekapnya. Menjadi pemilik hatinya. Rasanya ia ingin berteriak menyebut namanya. Serta berteriak bahwa ia tidak akan meninggalkan gadis itu lagi.

Karena Nicho, tak ingin berpisah dengan gadis itu.

***

Reyga mengepalkan tangannya menatap Nicho. Matanya berapi-api. Hidungnya kembang kempis. Pertanda kalau ia sedang marah. Entah apa yang membuatnya marah seperti cewek PMS ini.

Ia langsung menghampiri Nicho, menarik tasnya hingga Nicho tertarik ke belakang.

"Kamu siapa? Berani-beraninya deketin Achel." Nada Reyga begitu menyeramkan. Namun Nicho tak takut sama sekali. Justru ia menahan tawanya.

Reyga memberanikan diri menemui sosok yang di depannya ini. Ia takut terjadi apa-apa dengan Achel. Melihat dari segi penampilannya, ia tidak cocok dengan Achel.

"Jawab whoy!"

Nicho tersenyum tipis lalu menunjuk name tag-nya. Reyga mengikuti arah tunjuk Nicho dengan kening berkerut. Kemudian ia membaca huruf berbaris yang tersusun rapi menjadi nama yang indah.

Grandiva Hestu N.

"Udah, nggak usah naksir. Nama gue emang keren."

Reyga bergidik ngeri melihat aksi sosok yang di depannya ini. Sangat aneh menurutnya.

"Kok lo bengong sih? Lo suka ya sama gue?"

Reyga spontan melotot, "Ya enggak lah."

"Ya enggak lah, orang lo sukanya sama Achel." Nicho menaik-turunkan alisnya.

"Selama status lo sebagi mantan, lo nggak punya hak buat ngelarang gue."

Nicho membisu. Benar juga.

"Iya, aku suka Achel. Asal kamu tau, Achel hampir gila karena kamu udah ninggalin dia. Jahat banget sih lo jadi cowok," cibir Reyga.

Nicho merasa tak terima. Amarahnya di puncak ubun-ubun dan hampir meledak.

"Apa? Marah?" Reyga semakin memancing Nicho.

"Kalau marah sih marah aja. Aku mau balik ke kelas, BYE!"

Nicho semakin mengeryitkan dahinya. Sebenernya makhluk apa yang tadi di depannya? Mengapa sosok itu aneh? Apa dia bukan manusia? Kenapa sifatnya begitu labil?

Terlalu banyak kenapa di kepala Nicho, hingga buatnya lupa dengan gadis kecilnya. Ia pun mendesah kecil lalu kembali berlari. Mengejar Achel meskipun ia sudah kehilangan jejaknya.

***

"Aku kecewa sama Nicho, Misya. Kenapa dia begitu tega sama Achel? Kenapa dia punya pacar baru? Kenapa dia nyamar? Kenapa, Misya?"

Nicho mendengar pertanyaan bertubi-tubi Achel dari kejauhan. Suara Achel begitu lantang hingga membuatnya mendengar jelas ucapan itu.

"Jangan buruk sangka dulu, Chel. Achel harus bersyukur. Saat ini adalah saat yang paling Achel tunggu, 'kan? Hargai waktu ini baik-baik sebelum Nicho kembali pergi."

Achel menunduk. Membenarkan ucapan Misya.

Saat Nicho hendak menghampiri gadis itu, Reyga lebih dulu menghampirinya.

Nicho berdecak dari jauh. Orang itu lagi.

"Hai Achel," sapa Reyga.

Achel hanya tersenyum tipis.

"Misya, boleh tinggalin aku sama Achel?"

Misya mengangguk. Karena pada dasarnya pertanyaan Reyga lebih mengarah ke permintaan.

Di satu sisi, Nicho semakin mendekatkan dirinya dengan mereka. Agar dapat jelas mendengar apa yang akan mereka bicarakan. Berlindung di balik pohon besar di taman belakang sekolah mereka yang bersebelahan dengan lapangan sepakbola.

"Aku mau ngomong," ungkapnya kemudian.

"Itu Kak Reyga udah ngomong, 'kan?"

Nicho terkikik geli mendengar jawaban Achel. Begitu juga dengan Reyga, ia menggaruk tengkuknya.

"Kak Reyga ketombean?"

Nicho merasakan perutnya kaku karena menahan tawa. Rasanya ia ingin tertawa terpingkal-pingkal dengan respon Achel. Gadis cantik itu begitu menggemaskan.

"Eng ... enggak ... enggak ketombean kok," jawabnya gugup.

Achel manggut-manggut

"Ach ... Achel, aku serius jangan bercanda," gugupnya lagi.

"Lah emang Achel bercanda dari tadi ya?"

Reyga menggeleng.

"Ya udah sih ngomong mah ngomong aja, sans gitu loh."

Reyga menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Mengusap wajahnya asal dengan tangan guna mengurangi rasa gugup.

"Aku ... aku suka sama Achel."








Apa Kabar Rindu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang