Chapter 26

21.7K 1.6K 97
                                    

Votmen dan komen see you😘😘😘😘

Misalnya, Aku mau nge pdf florist ABC ada yang setuju nggak?
Maple juga😂😂

Gibran tersenyum kaku saat melihat Aita yang berada di depan pintu yang baru saja di tutup. Puterinya datang lagi, ini adalah kunjungan ke empat kalinya Aita ke kantornya.

"Pagi papa," sapa Aita, gadis itu merebahkan tubuhnya di sofa panjang yang beberapa hari ini menjadi tempat tidur daruratnya.

"Pagi Ai. Kamu udah sarapan?" Aita menganggukan kepalanya.
"Udah papa. Papa udah sarapan? Tunggu Aita tadi sempet bungkusin papa nasi goreng sambal terasi buatan mama tercinta." Aita mengambil kotak bekalnya.

Dengan tersenyum lebar Aita, memberikan kotak makan itu pada Gibran. "Eeh Ai kok lupa salim sama papa."

"Di makan ya papa. Nasi goreng ini Aita bawakan secara khusus. Untung tadi ketemu tuh kotak makan pas Ai TK, kalau nggak pake kertas nasi yang di iket pake karet gelang." Aita terkikik geli. Gibran hanya bisa melongo melihat tingkah puteri semata wayangnya itu.

Coba pikirkan, Aita pagi-pagi datang ke kantornya hanya untuk tidur. Ini tempat kerja bukannya hotel. Namun Gibran tidak bisa melarang, anak remaja seperti Aita mau dikasi kerjaan apa? Tidak ada kan?

...

"Papa, boleh Ai main keluar?" tanya Aita setelah terbangun dari tidur paginya.

"Boleh, tapi jangan usil ya?" Aita menganggukan kepalanya, lalu pergi begitu saja.

"Om, ada yang bisa Ai bantu nggak?" Halim menggelengkan kepalanya.

Aita memanyunkan bibirnya. " Kata papa Om mau nikah sama mbak Aluna ya?"
"Hmm..." Aita berdecak tidak suka.

"Om Halim jawab dong?!" Teriak Aita yang membuat semua yang ada di ruangan itu mendongakan kepala.

"Apa?" tanya Halim dengan malas.
"Kata papa om mau nikah?"
"Iya, terus kenapa kamu nanya-nanya. Masih kecil jangan kepo," ujar Halim.

"Iya, Ai masih kecil. Siapa juga mau nikah. Ai sih mau buat kesepakatan bisnis sama Om."
"Kesepakatan apa?"
"Soal bunga. Om nikah pasti perlu bungan untuk dekorasi dan lain sebagainya. Nanti pesan di Ai aja ya?" kata Aita dengan wajah memelas. Gadis remaja itu mencoba sedikit merendahkan dirinya.

"Tanya mbak Aluna aja," ujar Halim dengan datar.
"Sialan, tau dari gitu Ai nggak akan ngomong sama om. Percuma dari tadi Ai masang wajah memelas." Aita menggebrak meja kerja Halim. Dan lagi-lagi dia jadi pusat perhatian.

Halim menghela napas kasar, lama kelamaan dia bisa jadi pasien rumah sakit jiwa jika gadis remaja itu lebih lama ada di kantor ini.

"Om mau marah, sama Ai?" Tantang Aita.
"Pergi kamu, om banyak kerjaan."

"Siapa juga yang mau ngajak kin om Hamil ngobrol? GeeR." Aita menjulurkan lidahnya, setelahnya mendekati Aluna yang duduk di mejanya.

"Mbak Aluna." Aita duduk di depan meja Aluna.

"Apa cantik." Wajah Aita bersemu merah.
"Untung Ai nggak di bilang ganteng ya." Dia terkekeh sendiri.

"Mbak, kalau pas acara nikahan sama resepsi pesen bunga di tokonya mama ya?" Aluna menatap Aita, lalu menganggukan kepalanya.

"Good job. Nanti Ai kasi diskon deh." Aita mengedipkan mata kirinya, membuat Aluna terkikik geli.

"Iya, nanti minta bayarannya sama Om Halim ya?" Aita mengembungkan kedua pipinya, lalu menatap Halim dengan pandangan menusuk.

"Iya deh, Mbak udah makan? Udah siang lho. Kasian dedek bayi-nya. Bukan bapaknya!" Sindiran Aita membuat Halim tersadar, dia melihat jam di layar komputernya. Benar ini sudah waktunya makan siang. Dan dia hampir melupakan Aluna dan calon bayi mereka.

Florist ABC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang