Chapter 31

10.3K 1K 120
                                    

"Ai, yakin oma nggak akan betah tinggal di rumah Ai. Percaya deh," bisik Aita yang duduk di sebelah Ardela.
"Dan Oma harus percaya dengan perkataan Ai, gitu?" Aita mengerucutkan bibirnya.

"Akan Ai buktikan, Oma nggak akan betah tinggal di rumah." Ardela terkikik geli pendengar acaman cucu perempuannya itu. Mereka sedang ke perjalan ke rumah, Bagas duduk di depan bersama supir grab, Dira duduk di tengah bersama Candra dan Aita harus duduk bersama Ardela.

"Rumah Ai itu sempit oma, kalau hujan pasti bocor." Aita menatap mata Ardela, mencoba meyakinan sang oma agar berubah pikiran. "Sekarang musim kemarau dan mungkin nanti oma bisa panggil tukang untuk benerin rumahnya Ai." jawab Ardela dengan tenang, sudah lama sekali dia berbicara panjang lebar, nampak sifat cerewetnya yang sudah lama terkubur, kembali lagi.

"Ntar belok kiri ya pak, gerbang warna hitam." Suara Bagas terdengar di depan, Aita menoleh kearah luar, rumahnya berada di depan, akhirnya dia pulang juga.

Setelah membayar sesuai aplikasi, Dira mengajak Ardela masuk. Ketiga anaknya sudah terburu-buru masuk kedalam rumah. "Rumahnya emang kecil dari rumah mama, nggak apa kan?" Dira bertanya dengan hati-hati, takut membuat mertuanya tersinggung. "Ngak apa kok," jawab Ardela. Baru memasuki halaman depan Ardela merasakan aura yang mampu membuatnya tenang.

"kamar mama ada di sebelah dapur," tunjuk Dira kearah pintu berwarna coklat, bertuliskan kamar tamu. "Nanti biarin anak-anak yang bersihin. Mama bantu Dira masak aja ya." Aja mengangguk kecil.

...
"Aduh ini gara-gara the devil oma, masak Ai disuruh bersihin kamar tamu." Gerutu Aita, kedua adiknya mentapa sinis sang kakak. Padahal sang kakak hanya duduk-duduk santai dianatar konsen jendela.

"Diem Ai, kamu hoax aja. Yang kerja kita, kamunya santuy banget duduk disana." Sindir Candra.
"Biarin. Wih ada yang iri nih," Aita terbahak. Bagas hanya bisa tersenyum kecil.
"Ai, bisa ambil pengepelan nggak?" Aita mengembungkan pipinya, lalu menggeleng pelan. "Ihh kamu kok gitu sih." Protes Candra. "Bagas ambil pengepelan ya." Suruhnya pada Bagas, berbeda dengan Aita, Bagas langsung melesat mengambil pengepelan. Kakak lelakinya itu emang the best lagi.

"Kamu tuh cewek Ai, harusnya malu sama Bagas, dia mau nyapu, ngelap meja." Mata Aita mendelik. "Cancan cerewet deh, kayak mama." Candra mengelus dadanya pelan, lama-lama dia bisa gila melihat sikap tengil kakak perempuannya.

"Aku aja yang sekalian ngepel Can, kalau kamu suruh Ai, nggak bakal mau." Bagas datang membawa pengepelan dan juga ember bersi air. "Terserah kamu lah Gas, aku nggak bisa gila gara-gara Aita." Candra sudah sekian kali mengeluh, Aita itu perempuan jadi-jadian.

"Wiih, ini baru nama adek pengertian, tau aja kakaknya lagi mager." Aita mengajungkan kedua jempolnya. "Nggak kaya si cerewet itu, bisa hanya nyuruh aja." Sindiran keras ke Candra. "Ya udah kalau aku bisa nyuruh kamu aja, aku pergi kalau gitu." Aita melongo menatap pergian Candra begitu saja.

"Tuh anak kok sensitif aja, kayang emak-emak hamil." Aita berdiri lalu menjatuhkan tubuhnya ke ranjang, baru saja dipasang sprai baru oleh Candra. Bagas melanjutkan kerjaan, Aita memang tengal sekali.

Candra menghela napas jengah. "Ai bangun!" Teriaknya, bukannya terbangun, tidur remaja itu nampak pulas sekali. "Aita--" Bagas menguncang tubuh Aita, namun kakaknya itu tidak sama sekali berkutik.

"Ya udah kita tinggal dia makan," ujar Candra. Bagas menganggukan kepala sudah lima belas menit mereka mencoba membangunkan Aita.

"Aita mana?" Tanya Dira, sesaat kedua anak kembarnya datang, tanpa biang masalah. "Lagi ngorok ma." Candra tertawa. "Biarin aja, nanti lapar juga bangun." Ardela menatap cucu dan juga mantan menantu bergantian, tidak pernah dia bayangkan. Akan bisa satu meja makan seperti itu, jika waktu dapat di putar, mungkin dia membiarkan Dira tetap jadi menantu.

...
"Tuh anak belum juga bangun?" Candra menatap tempat tempat tidur diatasnya, kosong tanpa penghuninya.
"Berarti Ai nggak makan dong." Candra mengedikkan badannya.
"Yuk siap-siap, ntar terlambat lagi." Bagas segera masuk ke dalam kamar mandi, Candra sudah selesai memakai seragamnya. Berjalan keluar, menatap wanita yang tengah berkutat dengan alat-alat masak.

"Pagi mama cantik." Dira menolehkan kepalanya, sudut bibirnya tertarik keatas. "Pagi, Can. Bagas mana?" Dira masih sibuk dengan masakannya.

"Lagi mandi, mamak masak apa?" Candra menghampiri mamanya.
"Nasi goreng, nasi kemarin masih banyak." Candra segera mengambil beberapa piring mulai menatanya di meja makan, lalu membuat teh hangat untuk lima orang. Bagas datang, bau enak makan membuat rasa laparnya meningkat.

...

Aita menggeliatkan tubuhnya, tapi kenapa sangat susah, tubunya terasa di himpit beban berat. Indra penglihatanya terbuka perlahan, pupil matanya membesar. "Kyak! Ngampain oma tidur disini!?" Teriak Aita, membuat Ardela yang masih tertidur terbangun. "Bukan Ai yang tidur disini dari kemarin sore." Aita terdiam, kenapa juga adik-adiknya tidak membangunkan, kurang ajar.

Aita langsung keluar kamar, Ardela menatap kepergian cucunya itu, lalu dia bangun dan masuk ke dalam kamar mandi, tidur dengan Aita membuat kenangan masa lalu dengan Gisela sangat terasa.

Aita menatap jengah, dua manusia yang sedang duduk di meja makan, kedua berbicara lalu tertawa, tanpa peduli denganya. Aita melangkahkan kaki lalu, kedua tangan terangkan, satu ke teliang Candra dan satunya lagi ke telinga Bagas, lalu ya memutar jemarinya. Teriakan ke sakitan Bagas dan Candra membuat Aita tertawa.

"Rasain, siapa suruh nggak bangun aku." Aita menjulurkan lidah, lalu terbahak. "Kamunya ajak yang tuli, kita udah bangun kamu." Bela Bagas, Aita menggelengkan kepala, "Aku tidak terima asalan apapun."

"Aita! Cepat mandi, nanti kesiangan!" Aita terdiam langsung, menghentkan kakinya lalu pergi ke kamarnya. Mama itu merusak kesenanganya.

Lima belas menit berlalu, Aita sudah duduk manis di meja makan. Dia tidak makan dari kemarin sore, penghuni lain di perutnya sudah kelaparan.

"Mama yang banyak ya," seru Aita saat Dira menhambilkannya nasi goreng.

"Kamu cewek makannya harus dikit Ai, nanti gendut."
"Diem Can!" Protes Aita.

....

"Papa!" Teriak Aita melihat Gibran di gerbang sekolahnya, remaja perempuan itu langsung memeluk papanya dengan erat.

"Anak papa, kamu udah makan?" Girbran mengacak pelan rambut Aita.
"Papa! rambut Ai, jadi rusak!" Aita cemberut menatap sang papa, namun dalam hatinya dia sangat bahagia.

"Papa--" gumam Bagas pelan, kenapa papanya bisa ada disana, berbicara dengan Aita. Ini masih jam 2 siang, seharusnya papanya itu masih di kantor.

Candra datang membawa sepedanya, kedua alisnya menyatu ke tengah, "Aita sama siapa tuh?" Tubuh Bagas menegang sejenak. "Ng-- nggak tau. Kita samperin aja yuk." Ajak Bagas, suaranya tadi tidak ada yang anehkan?

Candra memfokusnya indar penglihatanya, jatungnya berdedak dengan kencang, tanpa sadar dia menjatuhkan sepedanya begitu saja. Berlari, sepersekian detik, dia langsung melayangkan bogeman ke lelaki yang bersama Aita.

TBC...

Udah lama aku nggak update ya 14 bulan kalau nggak salah.

Ade minta maaf ya, karena ngengantung cerita ABC sangat lama, mudah-mudahan bisa sering update, sampai cerita ini tamat.

Selamat Hari Raya Idul Fitri dan selamat liburan.

Florist ABC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang