chapter 39

8.7K 806 90
                                    

"Seandainya kalau mama milih Om, apakah itu jalan yang benar." Bagas menyeringai lalu tersenyum kecil.

"toh buat apa lagi om mengharapakan mama? udah belasan tahun juga, gagal move on om?" Bagas terkekeh pelan, dia berpikir lelaki dewasa di hadapannya adalah mantan sang mama.
"om-nya gagal move on, ma." adu Bagas pada Dira, Dira terkikik geli, Bagas itu tidak mengetahui kenyataan yang sebenarnya, wanita itu melirik Zio, wajah lekaki memerah padam, kedua tanganya terkepal kuat. 

"Ada yang mau mama beli lagi nggak? Bagas udah laper." Bagas mengusap perutnya, Bagas membalikan tubuhnya, lalu menatap wajah Zio yang tidak bersahabat. "Om udah punya anak?kalau cewek Bagas mau jadi mantunya om, ya om udah nggak jodoh sama mama, setidaknya anak-anak kalian yang berjodoh," seru Bagas sambil tersenyum lebar, Zio mendengkus, "lo cuma anak kecil nggak tau apa-apa!" kedua sudut bibir Bagas melengkukng kebawah.

"Kalau Bagas nggak tau apa-apa, nggak mungkin Bagas terus-terusan juara umum 3 Om, om tuh lucu." Bagas menyombongkan dirinya, tidak apa sombong pada mantan pacar mamanya. 

"Diem nggak, gue nggak ada urusan sama anak bau kencur, gue ada urusan sama mama lo." Bagas menggelengkan kepalanya, "Berurusan sama mama, artinya berurusan juga sama anak-anaknya," kata Bagas.

"Pulang aja yok ma," Bagas menarik pelan tangan mamanya, tangannya kanannya mendorong troli yang berisi belanjaanya. Dira yang sedari tadi tidak berbicara hanya diam mengikuti Bagas, pertemuan dengan Zio setelah belasan tahun membuat luka itu kembali muncul. 

"Sialan!" Zio berteriak, lelaki itu segera menarik kerah baju Bagas, membuat Bagas jatuh tersungkur. "Anak kayak lo itu harus di musnahkan." Zio berjongkok, tanganya mencengkram kuat pergelangan kaki Bagas. "Arrggh, Sakit." Bagas berteriak kesakitan, membuat Zio semakin senang, lelaki itu terbahak, "sekuat apapun lo berteriak, nggak akan ada yang nolongi, supermarket ini udah gue--" "Bugh--" belum sempat Zio melanjutnya perkataannya, tiba-tiba beban berat menimpa tubuhnya. lelaki jatuh tersungkur di hadapan Bagas. buru-buru Bagas bangun, lalu memeluk Dira. "Ma--" Mengusap pelan kepala Bagas, Dira kembali mengambil sekarung beras 25 Kg, lalu menjatuhkannya di atas tubuh Zio, membuat lelaki itu kesakitan.

Dira berjongkok, mengusap pelan rambut Zio. "Pecundang tetaplah pencundang. lo itu nggak berubah dari dulu, suka main kasar sama anak bau kencur, lo udah tua juga, nggak berubah, sebegitu  banyaknya harta keluarga Sumarjo masih nggak buat lo puas, lo buang-buang waktu balas dendam sama gue." Dira menarik kasar rambut Zio. membuat wajah lekaki itu menghadapanya.

"satu lagi, jangan ganggu gue lagi, atau burung lo itu cedera lagi, lo ingetkan gara-gara gue tuh burung harus di rawat intensif di rumah sakit luar negeri." Dira tertawa pelan, mengingat kenakannya dulu.

 "kita pulang sekarang, Cari Aita dan Candra." Bagas mengangguk, "Kaki kamu masih sakit?" Bagas menggeleng. "Terus belanjaanya ma?" 

"Lain kali kita belanja," seru Dira sambil melangkahkan kaki menjauhi Zio, Bagas dengan senang hati mengikuti langkah sang mama.

...
"Mama! Ai mau Snack yang tadi!" Aita berteriak kesal, pasalnya Dira tadi menariknya paksa dari tempat para snack favorinya dipajang, bahkan ia sudah mengisi setengah troly dengan aneka snack yang akan menemani hari-harinya.

"Mama jahat." Bukanya berhenti, sang mama malah semakin kencang menarik tangannya. Membuatnya hampir tersandung beberapa kali. Kekesalan Aita majan menjadi melihat kedua adiknya tertawa tanpa ada niatan untuk membantunya. Dasar adik kurang ajar, bahagia diatas penderitaan sang kakak.

"nanti beli di minimart depan rumah, kamu tuh ya, udah tau super marketnya tiba-tiba sepi masih aja asik sama makanan, kalau mama di culik gimana?" Aita memanyunkan bibirnya. "Emang siapa yang mau nyulik mama? udah buntutnya tiga lagi," seru Aita, Candra terikik geli mendengar perkataan Aita, namun berbeda dengan Bagas, anak itu malah diam seribu bahasa.

karena sibuk memilih snack, Aita tidak tau tentang kejadian tadi, bagaimana mamanya benatr-benar di culik laki-laki tadi, oh Bagas tidak akan membiarkannya, ia lebih rela mamanya di culik papa Gibra, dari pada mantan pacar mamanya yang tadi itu.

"Bukan mama yang di culik, tapi kamu. mama tuh kasihan sama penculiknya, kasihan nyulik anak paling bar-bar se RT," seru Dira menggoda Aita, "iih mama, Ai itu nggak bar-bar se-RT." Aita mendengus kesal, matanya menatap tajam Dira, masa ia dibilang anak bar-bar se RT, padahal ia anak paling bar-bar di wattpad, di dunia nyata aja kalah dengan dia. 

"Nanti Ai beli mie instan yang banyak, mama nggak boleh protes." Baru saja Dira ingin menyanggah, namun melihat ekspresi Bagas dan Candra membuatnya mengiyakan permintaan Aita. "Yang penting kamu buatnya sendiri, jangan nyuruh Candra." Candra mengangguk-anggukan kepalanya, ia sangat senang sang mama mengingat kemalangan yang terjadi pada dirinya, Aita itu jahil. Ya kali tengah malam Aita membangunkan untuk memasakan mie instan, setega itu Aita, malah saat Candra ingin memintanya, Aita tidak ingin membaginya, malah Candra di lempari sebungkus mie untuk ia masak lagi, namun saat mienya sudah jadi, belum tiga suapan Aita malah ingin meminta setengah mienya, dan tidak mungkin untuk Candra untuk tidak membaginya, selain tidak enak hati, ia juga malas harus menangkan Aita yang akan menangis, ya kali tetangga mengira di rumahnya ada mbak kunti lagi nyanyi kan nggak seru, tuh mengingatnya saja membuat Candra meriding.

"Mama, Ai itu lemah dalam urusan masak memasak, apalagi mie, bukanya enak malah gosong." Aita mencoba mengingatkan sang mama tentang kejadian beberapa tahun silam, dulu waktu kecil jam dirumahnya itu nggak isi garis-garis kecil, tiga menit menurutnya adalah dari angka 12 ke angka 3, yang sebenarnya itu adalah 15 menit. 

Maklum ia masih bocil saat itu,  jadi ia membuat mie dengan air yang sedikit dan mulai memasak, apalagi disaat itu acara kartunnya sudah mulai, Aita memilih untuk menonton dulu sambil menunggu mienya masak.

Bau tak enak tercium indranya, membuat Aita berjengkit kaget, ia baru ingat ia sedang memasak mie, namun sebelum mencapai dapur, terikan mamanya terdengar mengerikan membuat Aita memilih kabur ke kamarnya, mamanya masih mengomel sepajang minggu itu, dan mewanti-wanti Aita untuk menjauhi dapur, karena hampir saja dapurnya kebakaran.

Dira memijit pelan keningnya, helan napas berat terdengar. "Kan sekarang kamu udah gede Ai, nanti kamu udah nikah, siap yang masakin? Candra? kamu mau buat suami kamu belok." Mata Aita melotot menapat Dira. "Amit-amit deh ma, ucapan itu doa ma. urusan nanti gampang, Ai tinggal beli."

"kok mama ngomongin nikah-nikah sih, Ai kan masih SMP, mama. Mama ngebet punya cucu ya? mending mama buat aja sama papa, mumpung belum kepala empat, Aita rela bantu mamaa ngeja adik bayi kok, Aita janji Aita nggak kabur kok." Ya Tuhan dikira Aita hamil itu gampang, dulu saat Dira hamil ketiga anaknya sangat susah.

TBC...

mungkin ada kangen Aita...

ada punya akun dreame? bisa mampir baca cerita Dira dan Gibran beda versi eeh canda beda versi.

  

Florist ABC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang