Chapter 28

17.8K 1.5K 89
                                    

Ardela menghela napas sejenak, kepalanya terasa hampir  pecah, berawal dari kesalahan mengucapkan kata, membuat penjahit langganannya kabur.
"Sialan sekali orang itu," umpatnya. Wanita paruh baya itu sesekali menghela napas panjang.

Sebulan lagi acara pernikahan anak teman arisannya akan digelar, dan Ardela tidak ingin malu, bajunya tidak jadi, "Aahk sialan, kepalaku jadi sakit!" pekik Ardela.

"Nyo-nya..." Ardela mengalihkan pandangannya.
"Ada apa? Apa kau ingin mengundurkan diri juga?" tanya Ardela, entah kenapa semua pelayan dirumah ini mulai pergi satu per satu.

Wanita tua itu menggelengkan kepalanya, dia kasihan dengan bosnya ini. "Tidak nyonya, sa-ya hanya merekomendasinya penjahit kebaya bagus." Ardela menaikan sebelah alisnya.

"Penjahit kampungan? Aku tidak mau." Ardela menjawabnya tak acuh.

"Nyonya sudah memuji hasil karyanya." Kening Ardela menampakan kerutan.
"Kapan?"
"Saat pernikahan anak saya." Ardela terdiam, ya dia ingat. Pernikahan itu, dia memuji baju mempelai wanita, dia pikir baju itu di jahit oleh penjahit dari butik terkenal.

"Berikan aku alamatnya."

...
Wanita paruh baya itu menatap toko bunga di hadapannya, dia meruntuki pembantunya. Kenapa bisa dia mengikuti saran dari wanita tua itu. Tidak ada tulisan penjahit kebaya disini, hanya ada berbagai macam bunga.

"Selamat sore buk, ada yang bisa saya bantu?" seorang pegawai toko bunga menyapa Ardela.

Ardela terdiam, "Mungkin aku salah alamat," ucapnya pelan.

Seolah mengerti pegawai toko bunga itu tersenyum. "Ibu, mau jahit kebaya?" Ardela terdiam lalu menganggukan kepalanya pelan.

"Mari ikuti saya," ucap Ami sambil berjalan kedalam toko.

"Sudah beberapa orang yang sama seperti anda, buk." Ardela menaikan sebelah alisnya. Seperti dirinya?

"Maksudnya?"
"Ya, seperti Anda tadi. Terdiam di depan toko, karena tidak percaya dengan alamat yang diberikan salah."

"Jelas tidak percaya, seharusnya ada pamplet bertuliskan penjahit kebaya masuk ke dalam," sindir Ardela.

Ami terkekeh, "Dulu ada, namun karena ulah puteri pemilik toko ini, tanda itu hancur dan gadis itu belum memperbaikkinya."

"Gadis tidak tau aturan," ucapnya, Ami hanya bisa menahan senyumnya.

Ardela menatap tabjuk toko bunga ini, dari lantai dua terlihat sangat indah dan membuat dirinya nyaman.

"Mbak... Mbak Dira!" Panggil Ami.
Ardela mengerutkan alisnya, Dira? Kenapa namanya sama dengan wanita itu.

"Dira itu siapa?" Ardela bertanya pada Ami, Ami membalikan tubuhnya.

"Bos saya sekaligus orang yang Anda cari." sesaat sebelum Ardela bertanya, suara lembut membuat detak jantungnya, perpacunya dengan amat cepat.

"Ada apa Mi?" tatapan Dira langsung tertuju kepada orang yang tepat berdiri di hadapan Ami. Dira mencoba untuk mengendalikan suasana hatinya. Rasanya ingin dia mengusir nenek dari ketiga anaknya.

"Ehh mbak Dira, ada yang nyari," ujar Ami saat bosnya berada disampingnya.

"Sebaiknya kamu turun Am, ada orang kayaknya." Ami menganggukan kepalanya.

"Buk, ini penjahit yang ibu cari, saya undur dirinya." Ami tersenyum lalu, turun ke lantai satu.

Keheningan terjadi saat Ami meninggalkan kedua wanita beda generasi itu. "Ada yang bisa saya bantu, buk?" tanya Dira sesopan mungkin, dia hanya ingin mengharagai Ardela sebagai calon konsumennya.

Florist ABC Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang