23. H-4

449 18 0
                                    

"Semakin hari, gue tambah yakin sama apa yang gue rasain."

***

Semua persiapan untuk acara pensi sudah sembilan puluh persen selesai. Sedangkan gladi bersih dilaksanakan pada H-3 acara pensi. Hari ini semua anggota osis diliburkan dari persiapan acara.

Kinan sedari tadi hanya tergolek malas di mejanya. Ia melirik handphone di genggaman tangan kanannya. Tidak ada satupun pesan chat yang masuk. Padahal beberapa hari yang lalu, laki-laki itu selalu rajin mengiriminya pesan chat walaupun hanya sekedar menanyakan tentang buku novel yang kemarin mereka beli bersama.

"Lo kenapa, Nan? Mendung banget." canda Karin sambil tertawa.

Gadis itu hanya menghelan napas lalu menyembunyikan wajahnya dibalik kedua lengannya yang terlipat.

"Eh, lo kenapa deh? Kok kayak sedih banget gitu." Karin sedikit menggoncang bahu Kinan. Gadis itu kemudian melirik ke arah handphone Kinan yang menujukkan ruang obrolan antara dirinya dan Zaky. "Ohh, nungguin chat dari kak Zaky?"

Dengan cepat Kinan duduk dengan tegap. Ia segera membungkam mulut Karin sebelum semua orang tau tentang kedekatannya dengan Zaky.

"Ngomongnya jangan keras-keras!"

Setelah pulang dari sekolah kemarin, malamnya Zaky mengirimkan pesan chat pada Kinan. Hal yang dibahas juga bukan merupakan hal yang terlalu penting. Bahkan semalam, laki-laki itu nekat menelpon Kinan saat Kinan tengah bersama dengan Mamanya. Tentu saja telpon dari Zaky ditolak olehnya.

"Apa dia ngambek gara-gara semalem?" gumam Kinan.

Karin menunjukkan wajah jahilnya. "Lo udah jadian, ya sama kak Zaky?" tebaknya.

"Ngaco lo!"

Karin mencolek dagu Kinan. "Bilang aja gak papa, gue bisa jaga rahasia kok." godanya.

Kinan menepis tangan Karin. "Gue bilang nggak!"

"Ih kok marah, sih? Kalo marah berarti beneran!"

Kinan menatap sinis sahabatnya itu. "Lo mau diem, atau gue bilangin kak Aya kalo lo itu suka sama kak Dewa?" ancamnya.

"Oke, oke, peace." Karin menyerah pada akhirnya.

"Lo nggak ke sekolah ya, sore nanti?" tanya Karin.

Kinan mengangguk lemah lalu kembali pada posisinya semula. Hari ini gadis itu benar-benar tidak mempunyai semangat.

"Sedih tuh karena gak bisa ketemu sama kak Zaky." goda Karin lagi.

"Diem gak lo?!" bentak Kinan yang sudah sangat kesal.

Gadis itu terkekeh pelan lalu pergi meninggalkan Kinan sendirian.

Ting!

Dengan cepat ia meraih handphonenya.

From : Dio

Lo ada waktu nggak? Gue mau ngomong sama lo

Kinan menatap malas pesan yang masuk tersebut lalu mematikan layar handphonenya.

"Ngapain lagi tuh cowok?!" kesalnya.

Ting!

Lagi-lagi handphone miliknya berbunyi.

From : Dio

Gue tau kalo lo nggak mau ketemu sama gue, tapi please, ini yang terakhir kalinya gue minta lo buat ketemuan. Gue mohon, kali ini aja

Kinan mendesah pelan. Dengan terpaksa, ia pun bangkit dari duduknya lalu menuju ke taman sekolah. Tempat saat dirinya dan Dio terakhir bertemu.

***

"Lo ngapain deh senyum-senyum sendiri?" tanya Gilang. Matanya melirik Dewa yang sama bingungnya dengan dirinya. "Temen lo udah gak waras kali." bisiknya pada Dewa.

"Woy, Zaky Ravindra!" Dewa memukul keras bahu Zaky.

"Kenapa?" tanyanya masih dengan senyuman yang membuat dua lelaki di sampingnya itu menatapnya jijik.

"Lo ngapain daritadi senyum-senyum sendiri? Kerasukan setan lo?" tanya Gilang.

"Nggak kenapa-napa kok." jawabnya lalu kembali memalingkan wajahnya ke depan. Tepatnya ke arah taman sekolah yang berada di samping kantin.

Gadis yang beberapa hari ini membuatnya frustasi kini ada di hadapannya, tengah duduk di kursi taman sambil menutupi cahaya matahari yang mengenai kulit wajahnya.

Selang beberapa waktu, seorang laki-laki datang menghampiri gadis itu sambil memberikan botol air mineral yang langsung diterimanya. Sembari gadis itu meminum minumannya, laki-laki itu dengan penuh perhatian —setidaknya itu yang Zaky lihat— menutupi sinar matahari yang mengenai wajah gadis itu dengan kedua tangannya.

Mata Zaky seketika melebar. Kemudian ia langsung menggeleng dengan cepat. "Emangnya gue senyum?" tanyanya dengan wajah yang datar. Perubahan ekspresi yang sangat cepat.

Gilang terkekeh pelan. "Wah, Dewa! Kayaknya temen lo yang satu ini perlu dibawa ke dukun." ucapnya sambil meminum es jeruk miliknya. "Siapa tau dia diguna-guna." sambungnya.

Dengan cepat, Zaky menarik es jeruk milik Gilang yang sedikit lagi habis lalu meneguknya dengan cepat. Bahkan ia menggigit bongkahan es batu yang ada di gelas itu.

"Wah, sedotan terakhir gue itu!" protes Gilang.

"Kepala lo panas, ya? Sampe es batunya lo gigitin gitu." komentar Dewa sambil meneguk air mineral dingin. "Lo mau?" tawarnya pada Zaky.

Zaky merebut botol minum di genggaman tangan Dewa lalu menghabiskannya dalam sekali tenggak.

"Wah, bener-bener udah gak waras nih anak." ucap Gilang sambil menggelengkan kepalanya. "Gue tau, Ky, kalo hari lagi panas-panasnya, tapi gak segitunya juga lo—"

Belum selesai Gilang berbicara, Zaky sudah terlebih dulu bangkit dari duduknya lalu pergi meninggalkan kedua sahabatnya itu.

"Wah, udah gila tuh orang!"

Jika Gilang yang sudah memaki Zaky dengan perasaan kesalnya, berbeda dengan Dewa yang hanya bisa diam. Matanya kemudian melirik ke satu arah yang sedari tadi menjadi fokus sahabatnya itu. Matanya membulat saat melihat seseorang yang sangat ia kenali tengah berjalan pergi beriringan dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenali wajahnya.

"Lo ngeliat apa sih?" tanya Gilang penasaran sambil membalikkan tubuhnya. "Jangan sampe lo ketularan Zaky yang tiba-tiba jadi aneh kayak gitu!"

"Dia gak aneh, gila, atau lagi kesurupan." gumam Dewa. Matanya masih memandang lurus ke arah taman sekolah.

"Wa! Plis, gue mohon banget! Lo jangan sampe berubah kayak Zaky."

Work ini secepatnya bakal gue selesein yaaa kasian udah lama banget :(

Kalian nyadar ga sih kalo work ini udah lebih dari satu tahun? ga tamat tamat soalnya aku males hehe. Tenang mulai sekarang aku berdedikasi untuk segera menamatkan work ini :v

Happy reading, happy holiday!

(✔) METANOIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang