Pesan 3

605 36 0
                                    

Pagar tinggi berbahan kayu dan perunggu. Menjadi objek tatapan dua orang perempuan yang berdiri tak jauh dari gerbang yang tertutup rapat itu.

Tangan Fayla digenggam erat oleh Fatimah. Seakan mengatakan, semua akan baik-baik saja.

Ragu. Itu yang dirasakan Fayla. Namun berbeda dengan Fatimah, ia maju dengan yakin.

Fayla merapalkan kata-kata penyemangat dalam hati. Gak bakal terjadi hal yang buruk. Ia mengatakan berulang kali berharap rasa gelisahnya hilang.

"Permisi Pak," Fatimah menyapa dua satpam yang tengah berjaga. Salah satu satpam itu berdiri, berjalan keluar pos satpam dan mendekati Fayla dan Fatimah.

"Ada keperluan apa, bu?" Tanya satpam yang bernama Joko. Terlihat dari name tag didada kanannya.

"Kami ingin bertemu dengan Keluarga Bramantyo." Jelas Fatimah. Ia memberikan senyum, meyakinkan pada Joko bahwa ia tidak akan berbuat macam-macam.

"Silahkan bu," Joko mempersilahkan Fayla dan Fatimah masuk.

Dan disinilah mereka. Diruang tamu yang besar nan megah. Sofa empuk yang nyaman, pernak-pernik menghiasi setiap inci ruangan namun tetap enak dipandang. Juga berbagai suguhan makanan yang enak-enak tentunya makanan yang jarang Fayla makan lantaran harganya yang mahal. Minuman dengan warna merah juga menjadi pelengkap. Tak seperti di rumah Fayla yang hanya ada segelas air putih.

Sepasang suami-istri duduk bersebrangan dengan Fayla dan Fatimah. Perempuan dengan dandanan elegan dan hijab yang menutup kepalanya. Dan disebelahnya, laki-laki berkumis yang berpakaian santai.

"Ayo silahkan dinikmati hidangannya!" Ujar wanita berpakaian elegan itu. Senyum ramah tercetak dibibirnya terkesan ramah.

Fayla dan Fatimah mengangguk lalu meminum air berwarna merah tadi sedikit. Mereka harus menghormati pemilik rumah. Jadi selayaknya berbasa-basi terlebih dahulu.

"Ehm ... maaf sebelumnya saya Fatimah dan ini mahasiswi saya yang sudah seperti anak saya sendiri, Fayla." Fatimah memperkenalkan dirinya dan juga Fayla. Sebenarnya ia juga takut mengatakannya namun ini jalan terbaik untuk Fayla. Tadi suami Fatimah mendadak mendapatkan telepon kantor, jadi ditengah jalan ia pamit ke kantor. Jadilah Fatimah yang berperan penting disini.

"Sebelumnya saya juga mau mengucapkan terimakasih pada bapak Dani dan ibu Rina yang mengizinkan kami bertamu disini. Dan juga sudah disuguhi berbagai macam makanan." Oh jangan lupakan jika Fatimah itu dosen. Dia berbasa-basi sudah seperti memberikan sambutan saja.

"Wah ibu ini ... yang namanya tamu itu ya harus dilayani." Kata Rina. Logat jawanya sedikit kentara. Ia tertawa kecil.

"Jadi apa tujuan ibu kesini?" Tanya Dani. Ia bingung. Kenapa tiba-tiba ada tamu tak dikenal datang. Jika itu tamu Istrinya tapi kenapa istrinya tak kenal.

"Maksud kedatangan kami kesini ingin bertemu bapak ibu sekalian putra bapak ibu." Fatimah memperhatikan Fayla yang hanya diam menunduk dengan tangan yang saling meremas.

"Oh Rimba? Tunggu sebentar kalau begitu. Dia sedang perjalanan pulang bersama kakaknya dan ponakannya." Jelas Rina. Pandangan Rina jatuh pada Fayla yang gelagatnya terlihat seperti orang gelisah.

"Kamu kenapa nak? Kok nunduk diem gitu?" Tanya Rina. Fayla tersenyum canggung lalu menggeleng.

"Tinggal dimana?" Tanya Dani. Ia mencairkan suasana yang terjadi keheningan sesaat.

"Saya diperumahan Griya Indah. Sedangkan Fayla mengontrak." Fatimah menjelaskan.

"Kamu ngontrak? Dimana?" Lagi, Dani bertanya.

Pesan Dari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang