Sakit bukanlah hal yang menyenangkan. Rasanya tak enak dan ingin lekas terbebas dari rasa sakit. Namun berbeda dengan seorang bocah SD yang kini terbaring di atas ranjang rumah sakit. Tangan kirinya terpasang jarum infus sedangkan tangan kanannya dilingkari gelang penanda bertuliskan nama lengkapnya.
Bisma Bramantyo, anak tunggal Rendi itu mengambil kesempatan agar bisa dekat dengan Fayla. Ia memanfaatkan sakitnya untuk bermanja-manja dengan Fayla. Karena bersama Fayla, Bisma merasakan kasih sayang seorang ibu.
"Kok Bisma bisa demam tinggi? Perasaan kemarin-kemarin juga biasa aja." kata Rimba yang ikut duduk di kasur Bisma.
"Kamu main hujan-hujanan, kan?" tanya Rimba sambil mencolek tangan Bisma yang tertancap jarum infus.
"Aw! Sakit Om Rimba!" Pekik Bisma. Ia menatap Rimba dengan jengkelnya. Lalu menatap Fayla dengan tatapan melasnya.
"Tante, tangan Bisma sakit." keluh Bisma ketika Fayla memusatkan pengelihatannya pada mata Bisma. Bisma mengadu seolah-olah dia benar-benar kesakitan.
Rendi hanya menggeleng dengan tingkah anaknya itu. Ia menatap Fayla dan Rimba yang ada di sebrangnya. Jika Rendi ada di sisi kiri, maka dua orang itu ada di sisi kanan.
"Halah cemen kamu, baru gitu aja udah ngerengek," kata Rimba sambil menunjukkan senyum meyebalkannya.
Fayla hanya tersenyum dan mengulurkan tangannya pada tangan Bisma yang tertancap jarum infus. Bisma meletakkan tangannya di atas perut, sehingga memudahkan Fayla untuk menjangkau punggung tangan Bisma.
Bersamaan dengan itu, Rendi juga berniat meletakkan telapak tangannya di tangan Bisma. Tapi yang terjadi justru tangan Rendi menyentuh tangan Fayla. Mereka sama-sama diam menatap tangan yang saling bertumpukan itu.
Begitu juga dengan Rimba yang menatap datar mereka. Apa-apaan mereka itu?
Rimba berdehem keras dan menegakkan dirinya. Kedua tangannya, ia masukkan ke hoodie.
Fayla dengan gugup menarik cepat tangannya. Ia melirik takut pada Rimba, seakan takut Rimba marah padanya.
Tapi lekukan tipis tercipta di bibir Rendi dan Bisma. Memang benar dua laki-laki itu telah jatuh cinta pada Fayla. Cinta dari seorang laki-laki terhadap perempuan dan cinta anak kepada perempuan dewasa, dalam artian Ibu.
Rendi hanya dapat berandai-andai, jika ia mengenal Fayla terlebih dahulu, mungkin kini Fayla hamil anaknya bukan anak Rimba.
"Tante Fayla mau nggak jadi mamanya Bisma?" Tiga orang dewasa itu terdiam mendengar penuturan Bisma. Mereka terlalu bingung akan menjawab apa akan pertanyaan Bisma.
"Biar Bisma punya mama sama papa," tambah Bisma. Ia menunduk sedih.
Raut muka Rimba semakin kacau. Entah kenapa kini ia jadi panas sendiri. Ingin rasanya Rimba mendepak bocah laki-laki yang tengah berbaring dengan jarum infus di tangan kanannya itu sejauh-jauhnya. Namun Rimba mengurungkan niatnya itu, karena bagaimanapun juga dia adalah ponakan tersayangnya.
"Om pamit dulu, gue duluan bang." ucap Rimba pada Bisma dan Rendi. Lalu matanya beralih pada Fayla, "gue tunggu di luar."
Rimba keluar dari ruangan dengan wajah masamnya. Dengan masih menyimpan kekesalan yang entah kenapa bisa timbul itu, dia duduk di kursi depan ruangan Bisma dirawat.
Rimba menjambak rambutnya, "gue kenapa?" desisnya pelan.
Sementara itu, antara Fayla dan Rendi terjadi kecanggungan. Fayla masih sibuk merangkai kata-kata yang tepat untuk dikatakan pada Bisma dan juga menunggu Rendi menjelaskan apa yang seharusnya Rendi jelakan tentang kondisi ini pada Bisma. Namun yang ditunggu tak kunjung bersuara juga. Mungkin Rendi juga merasakan kebingungan untuk menjawab perkataan Bisma.
Seolah teringat dengan majah masam Rimba saat keluar ruangan tadi, Fayla lalu berdehem pelan.
"Bisma, dengerin tante ya ... sekarang tante, kan, istrinya om Rimba. Jadi tante enggak bisa kalau jadi mamanya Bisma." Raut wajah Bisma menjadi murung.
"Tapi kalau Bisma mau, Bisma bisa kok anggep tante sebagai bunda dan anggep Om Rimba sebagai ayah." Jelas Fayla. Fayla paham kata-katanya kurang pas jika diucapakan pada Bisma. Tapi Fayla berharap Bisma akan mengerti maksudnya.
"Emang boleh gitu pa?" tanya Bisma pada Rendi yang sedari tadi hanya diam menatap Fayla dan Bisma secara bergantian.
Rendi hanya mengangguk. Dalah hati ia juga menginginkan Fayla menjadi pendampingnya. Beruntung otak Rendi masih waras, sehingga dia tak berbuat nekad terhadap hubungan Rimba dan Fayla.
"Kalau gitu tante pulang dulu ya? kasihan om Rimba udah nunggu di luar." tutur Fayla sambil mengusap lembut puncak kepala Bisma.
Bisma meraih tangan Fayla ketika Fayla akan beranjak pergi.
"Bunda ..." kata Bisma lirih. Fayla menatap Bisma dengan senyum. Hati Fayla bergetar ketika Bisma memanggilnya bunda.
"Bunda ..." ulang Bisma lirih ditambah senyum yang kini mengembang di bibirnya.
"Bunda ... Bisma seneng." kata Bisma. Fayla hanya mengangguk dan tersenyum. Bibirnya terlalu kelu. Pikirannya juga membayangkan jika yang memanggilnya adalah anak kandungnya dan Rimba.
Fayla menatap Rendi dengan senyum dan mengangguk sekilas. Ia sedang berpamitan melalui tindakannya dan Rendi pun memahaminya.
"Hati-hati Fay, salam buat Rimba." kata Rendi. Lalu Fayla segera keluar ruang rawat Bisma.
Fayla menemukan Rimba yang menyandarkan dirinya pada kursi. Kenapa dengannya? Batin Fayla.
Fayla mendekat dan ikut duduk di samping Rimba. Tangannya bergerak mengusap bahu Rimba.
"Kenapa mas? Kamu capek?"
"Gak. Ayo pulang!" kata Rimba. Ia langsung berdiri tanpa menunggu Fayla, rimba langsung berjalan.
Fayla menggeleng, ia sudah biasa seperti ini. Jadi ia langsung mengikuti Rimba untuk keluar dari rumah sakit.
Di dekat tempat parkir terdapat banyak pedagang. Fayla menatap satu persatu pedagang itu, lebih tepatnya dagangannya.
Fayla menelan ludah ketika pandangannya beralih pada jagung rebus. Keinginan untuk memakan jagung itu teramat besar. Fayla paham jika apa yang kini ia rasakan adalah ngidam. Tapi Fayla terlalu takut mengatakannya pada Rimba.
"Em ... kamu pulangnya duluan aja mas!" kata Fayla lembut. Namun mata Fayla tetap memandang pada pedagang jagung rebus, seolah takut pedagang itu pergi jika ia mengalihkan pandangannya.
Rimba menatap Fayla aneh. Lalu Rimba mengikuti arah pandang Fayla.
"Lo ... ngidam?" tanya Rimba. " Lo pengen makan jagung itu?"
"Hah?" Fayla menatap Rimba dengan linglung. Rimba mengetahuinya. Rimba tahu jika kini ia tengah ngidam, betapa senangnya hati Fayla saat ini.
"Lo pengen makan jagung itu?" tanya Rimba lagi.
Kini Fayla menatap Rimba dengan senyum. Lalu mengalihkan tatapannya lagi pada jagung rebus. Senyum lebarnya mengembang.
"Iya. Aku pengen banget makan itu mas." Seyum Fayla tak luntur ketika satu pemikiran melintas di otaknya, Rimba akan menemaninya.
Rimba merogoh sakunya dan memberi Fayla uang limapuluh ribu.
"Buat beli, terus sisanya buat ongkos pulang."
Senyum Fayla luntur seiring kepergian Rimba. Pikiran Fayla salah. Rimba tetaplah Rimba. Dia tak bisa berubah menjadi pangeran dengan hati bak malaikat yang selalu tahu isi hatinya.
Mendadak keinginannya menghilang. Yang di inginkan Fayla kini hanya cepat-cepat sampai di rumah dan menangis sendirian.
Tuhan, aku hanya ingin bahagia bersama keluarga kecilku ini.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Dari Hati
RomanceCinta datang karena terbiasa. Terbiasa bersama hingga timbul rasa ketergantungan. Sulit mengucap rasa namun begitu mudah bertindak akan rasa. Dia yang tengah jatuh cinta, ingin rasanya menghilang jauh. Namun cinta mengombang-ambingkan perasaannya...