Pesan 20

461 28 6
                                    

Mulut memang pandai berbicara, ia mampu menjelaskan semua hal yang ia rasakan melalui kata. Lain dengan mata yang hanya bisa menjelaskan lewat tatapan ataupun air mata.

Mata bisa berbinar ketika hati merasa bahagia dan mata bisa mengeluarkan air mata ketika bersedih. Meskipun terkadang ketika merasa sangat bahagia mata juga mengeluarkan air mata.

Mata dan hati memiliki ikatan tersendiri. Mata selalu mengerti hati, karena ketika hati tersakiti, mata akan menangis.

***

Rimba menghantarkan teman-temannya yang akan pulang sampai depan gerbang.

Sudah hampir dua jam teman-temannya singgah dirumahnya. Hari ini pun ia sengaja tak masuk bekerja. Laki-laki dengan celana levis panjang itu berlalu untuk masuk rumahnya setelah temannya benar-benar pergi.

Sedikit khawatir juga sebenarnya karena Fayla belum pulang juga. Padahal jam pulangnya sudah terlewat hampir 2 jam dari jam pulang biasanya.

Tak tahu saja Rimba jika Fayla sudah pulang sejak 30 menit yang lalu.

Rimba mengambil beberapa gelas dan plastik bekas kemasan makanan ringan untuk dibawa ke dapur.

Dan betapa kagetnya dia ketika melihat Fayla yang sudah menggunakan daster sedang membuat susu hamilnya.

"Udah pulang?" tanya Rimba. Ia menaruh gelas di wastafel dan membuang plastik di tempat sampah dekat Fayla berdiri.

"Heem." jawab Fayla sambil meminum susunya.

Ketika melihat Rimba, bayang-bayang kejadian Rimba dan perempuan itu terus terngiang-ngiang di pikiran.

"Kalau mau minum duduk!" ujar Rimba. Laki-laki itu menarik tangan Fayla agar duduk di kursi. Setelah itu, dirinya juga ikut duduk di kursi sebelah.

"Kapan pulangnya, kok gue gak tau?" tanya Rimba setelah mendudukkan tubuhnya dengan sempurna di kursi samping Fayla.

Perempuan hamil disampingnya hanya diam menikmati susu hangat yang telah ia buat. Rasanya diam lebih baik daripada ia berbicara. Ia takut jika tak bisa mengontrol emosi yang rasanya selalu tersulut sejak ia melihat Rimba bersama kekasihnya.

Rimba mengernyit, tak biasanya Fayla hanya diam.

"Lo denger gue ngomong kan?" tanya Rimba lagi. Laki-laki itu merasa belum puas jika Fayla belum membalas pertanyaannya.

"Setengah jam yang lalu." kata Fayla. Ia segera menghabiskan susunya tak perduli jika susunya masih sedikit panas seperti hatinya.

Fayla beranjak dan segera mencuci gelasnya. Ia menghiraukan tatapan Rimba yang sejak ia mengeluarkan kata selalu tertuju padanya.

Sedangkan Rimba, laki-laki itu terus memutar otaknya. Setengah jam yang lalu berarti Fayla tahu jika teman-temannya datang? Lalu kenapa ia tak menampakkan diri?

Rimba mengikuti Fayla yang sudah terduduk di kasur lantai setelah menyalahkan TV. Ia duduk di samping Fayla dengan ikut menatap layar yang menayangkan berbagai iklan produk-produk.

"Lo lewat mana tadi?" tanya Rimba. Ia sudah tak sabar ingin tahu.

"Belakang." Fayla tak acuh pada Rimba yang kini menatapnya dalam.

Laki-laki itu mendengkus, lalu merebahkan tubuhnya pada paha Fayla. Sehingga wajahnya berhadapan langsung dengan perut buncit Fayla.

Mata Fayla mengerjab, ada sensasi aneh yang ia rasakan. Apalagi setelah ia merasakan kecupan beberapa kali diperutnya.

"Rimba kamu ngapain?" tanya Fayla. Ia sedikit risih. Karena memang ia tak terbiasa. Laki-laki itu mengelus perut Fayla beberapakali. Ada desiran hangat yang mereka rasakan.

Pesan Dari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang