Sepulang Rimba dari bekerja, laki-laki yang berperawakan tinggi itu merebahkan dirinya di sofa. Ia benar-benar merasa lelah dan begitu enggan untuk sekedar beranjak untuk mengambil minum. Padahal dia sangat merasa kehausan.
"Eh, mas? Baru pulang?" tanya Fayla yang baru saja keluar dari kamar. Tangannya membawa beberapa pakaian kotor untuk dibawa ke mesin cuci.
"Hm, gue haus, ambilin minum!" suruh Rimba. Dengan mata tertutup ia menyuruh Fayla untuk mengambil minuman untuknya.
"Mau minum apa? Teh hangat?" tanya Fayla.
"Teh panas." Mengangguk sekilas, Fayla langsung bergegas menuju dapur. Tapi sebelumnya ia menaruh pakaian kotornya ke keranjang dekat mesin cuci. Barulah ia membuat teh panas untuk Rimba.
Sedangkan Rimba sudah merubah posisinya. Kini laki-laki dengan kumis tipis itu duduk dengan tangan yang bergerak melepas sepatunya.
Dalam hati ia membatin, ternyata memiliki istri ada gunanya juga. Setelah selesai melepas sepatu, Rimba membawa sepatunya ke rak sepatu. Menaruh sepatunya diantara jajaran sepatu mililnya dan milik fayla. Tapi lebih banyak miliknya sebenarnya.
Barulah setelah itu ia berjalan menuju dapur menghampiri Fayla yang ternyata tengah memanasi air.
"Masih lama?" tanya Rimba. Suara Rimba yang memecah kesunyian dapur mampu membuat Fayla terlonjak kaget.
Perempuan itu memejamkan mata dan mengelus dadanya yang berdetak kencang. Berbeda dengan Rimba yang tertawa akibat ekspresi dan gerak tubuhnya yang lucu saat terkejut.
"Astagfirullah, kamu ngagetin aja mas." ucap Fayla. Ia menatap Rimba yang masih dengan sisa tawanya.
"Haha, habis lo lucu."
Pipi Fayla bersemu merah, ia merasa melayang ketika Rimba mengatakan bahwa ia lucu. Terlebih laki-laki itu mengatakan dengan keadaan tertawa lepas tanpa paksaan.
Fayla diam tak menjawab, ia segera menyedu teh celup dan memberikan gula. Setelah diaduk rata, barulah ia berikan pada Rimba.
Rimba menatap perut Fayla yang membuncit. Ia juga sedikit merasa kasihan sebenarnya pada perempuan itu.
"Ehem." Rimba berdehem pelan, bermaksud meminta perhatian Fayla.
"Lo gak ada niatan cuti kuliah?"
Fayla mengalihkan pandangannya dari teh hangat miliknya ke wajah tampan Rimba.
Mengeleng pelan, "aku belum tau."
Tapi aku pengennya selesai sebelum aku melahirkan, Batin Fayla."Aku siapin air panas buat kamu mandi dulu ya, mas." kata Fayla sambil beranjak duduk. Ia berdiri dengan bertumpu pada meja. Karena diusia kandunganya ini benar-benar membuatnya sidikit sulit bergerak.
Fayla berjalan pelan menuju kamarnya, tangan kanannya mengusap-usap pelan perutnya yang membuncit, walaupun belum terlalu besar.
"Fay, tunggu!" panggilan dari Rimba seakan seperti komado dari komandan, ia berhenti dan berbalik menatap Rimba yang juga menatapnya, atau lebih tepatnya menatap perut Fayla.
"Bisa kesini sebentar?" tanya Rimba.
Walau sedikit kebingungan, Fayla tetap berjalan mendekati Rimba. Tangan kanannya masih setia mengelus buah hati yang ada di dalam perutnya.
"Kenapa mas?" tanya Fayla. Ia berdiri tepat disebelah Rimba.
Mata Rimba masih menatap tangan kanan Fayla yang setia berada di perutnya.
Setelah menghela nafas kasar, Rimba menarik Fayla agar berada dalam pangkuannya.
"Gue cuma pengan ngelakuin hal ini." kata Rimba. Ia mengelus perut Fayla pelan dengan gerakan yang sama Fayla lakukan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Dari Hati
عاطفيةCinta datang karena terbiasa. Terbiasa bersama hingga timbul rasa ketergantungan. Sulit mengucap rasa namun begitu mudah bertindak akan rasa. Dia yang tengah jatuh cinta, ingin rasanya menghilang jauh. Namun cinta mengombang-ambingkan perasaannya...