Pesan 11

485 32 3
                                    

Nasi goreng menjadi menu utama sarapan Fayla dan Rimba sebelum melakukan aktivitas hari ini. Fayla dengan kuliahnya dan Rimba dengan pekerjaan barunya. Karena kuliah Rimba hari ini libur.

"Mas, hari ini kuliah?" tanya Fayla setelah menyelesaikan makannya yang banyak.

"Enggak. Gue mau kerja," balas Rimba cuek.

"Emang udah dapet kerja?"

"Udah." Rimba tak mau bersusah-susah menatap Fayla. Ia memasukkan sesuap nasi ke mulutnya.

"Dimana?"

"Di tempat sticker," tempat kerja Rimba memang fleksibel, jadi ia bisa mudah mengatur jadwal kuliahnya dengan kerja. Di sebuah tempat pembuatan stiker.

"Maksudnya? Aku gak paham," tanya Fayla sambil mengernyit bingung.

"Gak perlu paham. Lo berangkat sendiri ya?! Gue mau nganter temen gue." Jawab Rimba sambil berlalu begitu saja.

Fayla mengernyit heran. Apakah sebegitu pentingnya teman Rimba daripada ia yang istrinya?

Fayla menghela nafas pelan. Ia meneguk sedikit air putih untuk menghilangkan rasa kesal didirinya terhadap Rimba.

Bukannya Fayla tidak bisa pergi sendiri ke kampus. Dia bisa, karena kampus juga tak jauh dari tempatnya tinggal. Dia hanya merasa ada rasa yang mengganjal didasar hatinya. Semacam tak rela atau bisa jadi cemburu.

Benarkah Fayla cemburu?

Fayla membereskan semua sisa peralatan makan. Dia harus pergi ke kampus. Jika dia tidak ingin telat.

Dengan transportasi umum dia berangkat ke kampus. Banyak orang berdesakan siap berangkat dengan aktifitas harian mereka.

Fayla berangkat dengan angkot. Ia duduk di dekat pintu, karena di bagian dalam ada laki-laki yang merokok dan laki-laki itu memperhatikan Fayla intens, sedari Fayla masuk angkot.

Fayla melirik laki-laki itu sekilas, kok kayaknya dia ngeliatin terus sih, batin Fayla.

Mesin angkot tiba-tiba berhenti ketika berjalan. Sang supir langsung mengarahkan angkot kepinggir, selagi angkot tersebut masih berjalan.

"Kenapa pak?" tanya ibu-ibu yang membawa keranjang belanjaan. Supir angkot membalik badannya.

"Maaf, ini angkotnya mogok. Ibu-ibu sama bapak-bapak bisa pindah ke angkot lain saja. Nggak usah bayar," kata supir angkot.

Fayla mendesah kecewa, perjalanannya masih sedikit jauh. Bersamaan dengan dengusan para penumpang, Fayla turun terlebih dahulu.

Fayla berjalan menyusuri pinggir jalan. Untung saja, masih ada waktu satu jam lagi untuk menemui dosen pembimbingnya.

Fayla ingin cepat-cepat selesai kuliah, agar dia bisa fokus mengurus keluarganya. Ia tak mau sampai menelantarkan keluarganya.

Melirik sekilas ke belakang, jantung Fayla mendadak berdebar. Laki-laki yang sedari tadi menatapnya di angkot kini berjalan di belakangnya, walau ada jarak yang tercipta tetaplah ada rasa takut di diri Fayla.

Fayla berdoa dalam hati, semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk dan prasangkanya itu tidaklah benar. Dengan mempercepat langkahnya Fayla juga memeluk tasnya erat.

Fayla takut melihat laki-laki itu. Laki-laki dengan tato di lengan kirinya dan menggunakan pakaian yang cukup membuat Fayla memandangnya ngeri.

Sedangkan laki-laki itu menatap sekelilingnya. Setelah memastikan kondisi sekitarnya sepi ia segera mempercepat langkah untuk menghampiri Fayla.

Pesan Dari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang