Pesan 15

474 24 4
                                    


Pagi ini Fayla terbangun mendapati tangan yang memeluknya erat. Dengan setengah sadar ia membuka sebelah matanya dan menatap ke sampingnya.

Karena hanya mendapati sesuatu yang datar dan rasa ngantuknya lebih mendominasi, Fayla memutuskan untuk menutup matanya lagi. Rasanya benar-benar nyaman mendapat pelukan senyaman ini.

Rasa hangat yang menjalar begitu membuat Fayla terlena dan enggan untuk membuka mata. Hampir tak pernah ia merasakan rasa nyaman ini. Dia hanya bisa merasakannya hanya ketika Rimba memeluknya.

Fayla yang tersadar jika Rimba yang memeluknya langsung membuka kelopak matanya. Kini kedua mata itu enggan untuk terpejam lagi. Rasa kantuk yang tadi menyergap pun hilang entah kemana.

Yang ada dipikirannya kini hanyalah Rimba, suaminya.

Fayla mendongak, menatap wajah Rimba yang begitu tenang dalam tidurnya. Posisi ini sungguh tidak baik untuk jantungnya.

Fayla merasa malu sekarang, karena posisi Rimba yang mendekapnya erat dan juga tangannya yang ikut membalas pelukan Rimba.

Memejamkan mata sejenak, barulah Fayla melepaskan pelukan mereka. Fayla harus menjalankan kegiatan paginya. Rutinitasnya sebagai istri.

Barulah setelah terlepas ia memposisikan dirinya untuk duduk sejenak.

"Selamat pagi, sayang. Kamu jangan rewel ya hari ini. Biar bunda bisa aktivitas seperti biasa." tutur Fayla sambil mengelus perutnya yang membuncit itu.

Tangan kirinya meraih ikat rambut yang ia letakkan di samping bantal tidurnya. Sambil mengikat rambut ia melirik jam yang berada di nakas. Pukul 5.05 pagi. Fayla bergegas menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Usai sholat, Fayla berniat ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Rimba. Namun kegiatan itu tertunda karena mata Fayla menatap penasaran pada ponsel yang bergetar di ujung kasur.

Fayla menatap Rimba intens, namun yang ditatap tak melakukan reaksi apapun karena ia tertidur sangat pulas. Perlu di ingatkan bahwa menurut Rimba waktu-waktu subuh adalah waktu ternyenyak untuk tidur.

Fayla mengumpulkan keberaniannya untuk mengambil ponsel milik Rimba tersebut. Tangannya bergerak menarik ponsel tersebut sehingga ia dapat melihat sang penelfon. Clara.

Dengan sedikit rasa sungkan Fayla menggeser layar ponsel tersebut untuk mengangkat panggilan tersebut.

Aku punya hak, karena aku istrinya. Mantra itu yang Fayla ucapkan pada dirinya karena hanya dengan begitu Fayla menjadi berani.

"Hallo, sayang." Fayla mengernyit mendengar panggilan itu. Dadanya berdesir nyeri. Rasa sesak tiba-tiba muncul.

"Kamu nanti jemput aku ya ... aku ada kelas tambahan pagi jam 7. Nanti aku buatin sarapan deh." Fayla diam mendengarkan, bahkan wanita disebrang sana tak memberinya kesempatan untuk berbicara.

"Kalau gitu aku siap-siap dulu. Kamu cepet bangun. Aku tunggu di apartemen, kamu masih inget password nya kan? Jangan bilang kamu lupa? Yang bener aja, kamu kan sering keluar masuk apartemenku. Yaudah ya sayang, i love you. bye." Panggilan di tutup bersamaan dengan setetes air mata yang melesak keluar hingga membasahi pipi.

Berbagai pikiran negatif memenuhi otak Fayla. Pertanyaan demi pertanyaan muncul memenuhi pikirannya.

Mungkinkah mereka pasangan kekasih? Lalu kehadiran Fayla membuat semuanya kacau. Fayla menjadi orang ketiga dalam hubungan Rimba.

Fayla menghela nafas gusar. Ia mencoba menguatkan hatinya. Dia harus kuat demi masa depan anaknya. Fayla meletakkan kembali ponsel Rimba ke tempat semula. Ia menatap Rimba sedih dan meminta maaf dalam hati. Maaf karena telah lancang mengangkat panggilan ponselnya. Mungkin jika tadi ia tak lancang mengangkat panggilan ponsel Rimba, ia tak akan merasakan sakit.

Pesan Dari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang