Setiap kali Fayla memikirkan Rimba, selalu saja wajah perempuan yang di gandeng Rimba tempo hari ikut muncul dalam pikirannya. Fayla masih penasaran siapakah perempuan itu. Pun Fayla tak mau menyimpulkan tanggapan tentang Rimba tanpa mendengar langsung penjelasan Rimba.
Dan kala mengingat kejadian Rimba yang meninggalkan Fayla di rumah sakit, itu tidak sepenuhnya salah Rimba. Toh yang meminta pulang sendiri juga Fayla.
Sepulang dari membeli jagung rebus Fayla langsung pulang. Ia menangis meratapi kecuekan Rimba. Anehnya ia menangis sambil memakan jagung rebus. Awalnya sih Fayla ingin langsung pulang saja tanpa membeli jagung rebus. Tapi mendadak saat ia sampai di trotoar jalan, keinginan untuk memakan jagung rebus kembali muncul. Jadi Fayla kembali menghampiri pedagang jagung rebus waktu itu.
Fayla menghela nafas panjangnya. Ia menatap Rimba yang tertidur lelap disampingnya. Jarang mereka bisa tidur bersama di sore hari seperti ini.
Sejak sepuluh menit yang lalu mata Fayla tetap menelusuri setiap lekukan wajah Rimba yang begitu indah. Entah kenapa juga Fayla tak bisa marah pada laki-laki di depannya ini.
Fayla bangun dari rebahnya. Lebih baik dia mandi, karena jam telah menunjukkan pukul lima sore. Tidak baik juga jika ia mandi di waktu yang menjelang malam.
Seharian Rimba ada di rumah. Hanya menonton TV dan sesekali memainkan ponselnya. Tapi sebelum Rimba tertidur, ia bermain game di samping Fayla yang sedari siang sudah tidur di kasur mereka.
Usai mandi dan mencepol rambutnya, Fayla justru bingung akan berbuat apa. Tak ada hal yang bisa ia lakukan saat ini.
Fayla memutuskan untuk duduk di teras rumahnya. Sekalian menyapa tetangganya yang lewat, mungkin.
Teh hangat dan juga biskuit menemani ternyata bisa mengusir kegalauannya. Walaupun hanya menggunakan daster berwarna biru muda, Fayla tak merasa malu.
Seandainya ibu dan ayah Fayla masih ada, mungkin kini mereka ada untuk Fayla. Mereka pasti memeluk Fayla dan menguatkan Fayla. Atau mungkin jika ayah dan ibunya masih ada, kejadian ini tidak akan terjadi.
Fayla rindu ayahnya. Laki-laki tangguh dengan tanggung jawab yang tak perlu di pertanyakan lagi. Ayahnya selalu mengajarinya untuk menjadi orang yang kuat. Tapi rindu tinggallah semu. Ayah dan ibu telah pergi jauh. Sekalipun Fayla meraung-raung, mereka takkan kembali.
Fayla selalu berdoa pada tuhan, agar mempertemukannya dengan ayah dan ibunya di mimpi. Fayla ingin bahagia, walaupun di mimpinya. Fayla ingin ayah dan ibunya hadir di setiap mimpi dalam tidurnya.
Sebuah mobil honda HR-V putih memasuki pekarangan rumah Fayla. Menyadarkan Fayla yang tengah mengenang kenangan ketika kedua orangtuanya masih hidup.
Fayla diam menunggu pemilik mobil itu turun. Fayla bisa menebak siapa pemilik mobil itu, karena Fayla sudha pernah menumpang di mobil itu.
Rendi keluar dengan pakaian santainya. Kaos berwarna navy dan celana bahan dengan motif kotak-kotak selutut. Dia mengembangkan senyumnya pada Fayla.
"Assalamualaikum," sapanya setelah berjarak beberapa meter dengan Fayla yang duduk.
"Wa'alikumussalam. Bisma enggak ikut, mas?" tanya Fayla karena tak melihat Bisma yang biasanya tak pernah absen jika papanya pergi ke sini.
Rendi menggeleng, "Masih di rumah sakit." jawab Rendi sambil tersenyum tipis. Jantungnya berdegup kencang kala Fayla memanggilnya dengan sebutan 'mas'.
"Oh iya, astagfirullahaladzim. Maaf ya mas, lupa aku tuh." kata Fayla. Tangan kanannya sempat menepuk jidatnya pelan dan di akhiri dengan tawa pelannya.
"Duduk sini mas, aku buatin teh dulu," Rendi mengangguk sambil menatap tubuh Fayla yang berjalan masuk kedalam rumah.
Jika aku bertemu dengan Fayla lebih dulu, mungkin semuanya tak akan seperti ini. Batin Rendi.
Fayla kembali dengan membawa secangkir teh yang masih memperlihatkan kepulauan asap.
Walaupun hanya menggunakan daster, dia tetap cantik. Seperti almarhum istriku dulu, batin Rendi lagi.
"Bisma di rumah sakit sama siapa kalau mas disini?" tanya Fayla setelah mempersilahkan Rendi minum dan memakan biskuitnya tadi.
"Sama mama, dia tadi enggak mau aku tunggu." katanya setelah itu meniup teh panas yang disuguhkan Fayla.
"Terus mas kesini, karena bingung mau kemana?"
"Hahaha, tau banget sih kamu." Kan aku pengen ketemu kamu.
"Gimana keadaan Bisma?"
"Alhamdulillah udah baik kok, besok mungkin udah boleh pulang."
"Syukurlah." jawab Fayla sambil menatap mobil Rendi.
"Kamu ngerasin morning sickness?" tanya Rendi. Fayla mengangguk lesu.
"Gak enak yaa?" Fayla mengangguk lagi. "dulu pas almarhum istriku hamil Bisma aku yang kenak morning sickness. Lucu ya, yang hamil istriku tapi yang kena aku." Rendi terkekeh sambil melihat Fayla yang menatapnya seakan ia berminat mendengarkan ceritanya ini.
"Masa sih mas?"
"Iya. Ternyata kata dokter waktu itu, memang sebagian morning sickness dialami oleh para suami. Dulu aku ngalamin itu sampai hampir bulan ke lima kehamilan istriku." jelas Rendi.
"Kamu masih sering mualnya?"
"Udah enggak sering sih mas, sekarang cuman kadang-kadang aja."
"Usia kehamilan kamu berapa sih?"
"Tiga bulan mas, kenapa emangnya?" Fayla menatap Rendi dengan kernyitan di dahinya.
"Gak apa-apa sih, udah USG belum?"
"Belum mas, besok deh kapan-kapan." Rendi menatap Fayla dalam.
"Jangan ngeremehin hal kayak gini, Fay." ujar Rendi tegas.
"Kamu tahu nggak, janin di kandungan kamu udah bisa denger." kata Rendi, nada suaranya kembali melembut.
"Masa sih mas?"
"Iya, makanya kamu sering-sering dengerin dia musik atau bacaan surat gitu,"
"Hmm, nanti deh mas." Fayla mengulum senyum. Sedangkan Rendi mengangguk.
"Mau aku anter ke dokter kandungan? Sekalian jenguk Bisma." tawar Rendi setelah meneguk teh yang Fayla suguhkan.
"Em, gimana ya?"
Belum tentu Rimba mau nemenin aku juga kan? Batin Fayla.
"Aku ganti pakaian dulu ya, mas?" Rendi mengangguk dengan senyumnya.
Memasuki rumah dengan gontai, Fayla masih menemui kesunyian seperti tadi.
Mungkin dia masih tidur. Batinnya.
Dan benar! ketika Fayla memasuki kamarnya, ia masih menemui Rimba yang tertidur dengan nyenyak.
Tidur tengkurap dengan memeluk guling yang biasanya Fayla peluk. Fayla menggeleng dan bergegas berganti pakaian.
Usai berganti pakaian, Fayla mendekati Rimba. Ia duduk di pinggir kasur dekat dengan kepala Rimba.
"Mas?" panggil Fayla. Tak ada respon sama sekali dari laki-laki itu. Matanya tertutup indah. Dan bibirnya mengatup rapat.
"Aku pergi dulu ya mas? Mau ke rumah sakit." ujar Fayla. Ia juga sadar kok, kalau hal ini akan percuma.
"Hm," gumaman tak jelas Rimba Lantara terusik, Fayla anggap sebagai jabwaban setuju.
Fayla mengelus rambut hitam Rimba, hingga Rimba kembali nyenyak dalam tidurnya.
Setelah itu barulah Fayla bergegas turun menemui Rendi.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Dari Hati
RomanceCinta datang karena terbiasa. Terbiasa bersama hingga timbul rasa ketergantungan. Sulit mengucap rasa namun begitu mudah bertindak akan rasa. Dia yang tengah jatuh cinta, ingin rasanya menghilang jauh. Namun cinta mengombang-ambingkan perasaannya...