Kerja itu berat. Tak ada pekerjaan yang mudah. Jika tak capek fisik ya capek otak. Tapi kembali lagi sama diri sendiri, ikhlas tidak dalam menjalani pekerjaan.
Laki-laki yang pulang dari bekerja itu tampak berjalan lemas. Dia hanya membatin, ternyata kerja itu tak segampang yang ia pikir. Mungkin dulunya dia mendapat uang sangat mudah karena hanya tinggal memintanya pada orangtua. Tapi sekarang dia bisa apa? Ia tak bisa lagi mengandalkan orangtuanya.
Badan Rimba terasa lemas, karena belum terbiasa berkerja. Dia benar-benar tak menyangka bahwa pekerjaan yang sekiranya tak terlalu sulit ternyata juga melelahkan.
Hatinya bergemuruh seakan ada sesuatu yang harus ia luapkan. Memang begitu kan? Orang capek itu enggak jauh-jauh dari emosi.
Dia memasuki rumah yang belum di kunci itu dan setelah masuk ia mengunci pintu tersebut.
Keningnya berkerut ketika mendengar suara tawa perempuan. Ia mempercepat langkahnya dan menemukan ponakannya yang tengah tiduran dipaha Fayla dengan wajah yang menghadap perut Fayla.
Disana nampak Fayla yang tertawa karena Bisma mengecupi perut buncit perempuan itu. Mungkin Fayla merasa geli karena perlakuan Bisma.
"Bisma?" panggil Rimba. Ia menatap kedua orang tersebut dengan perasaan tak menentu, tatapannya pun sulit diartikan.
"Ayah ... ayah sini deh!" tutur Bisma sambil melambaikan tangan. Dada Rimba berdesir mendengar panggilan Bisma untuknya. Ada perasaan membuncah yang sulit dijabarkan.
Rimba bahkan membayangkan jika anaknya yang memanggilnya ayah.
"Ayah kok malah bengong. Sini cepet!" pekik bocah itu. Ia sudah berdiri di samping Fayla yang duduk selonjoran.
Rimba tak acuh dengan panggilan Bisma, karena sekarang ia sangat merasa lapar. Dia berjalan menuju dapur.
"Fay, punya lauk apa?" tanyanya dengan nada keras karena jarak mereka yang sedikit jauh.
Sedangkan Fayla yang mendengar suara Rimba mulai berdiri. Walaupun agak kesusahan namun dia bisa berdiri dengan perlahan.
Ia berjalan menuju dapur untuk menemui Rimba. Bisma hanya bisa mengikuti Fayla. Berjalan di belakang Fayla dengan memegang ujung baju Fayla.
"Maaf mas, tadi udah aku makan sama Bisma. Aku kira kamu udah makan." kata Fayla pelan.
"Lo tuh gimana, sih? Gue tuh capek kerja! Tapi lo malah enak-enakan di rumah. Bukannya ngurusin suami malah ngurusin anak orang! Ngotak dikit! Orang pulang kerja itu capek, harusnya tanpa dikasih tau lo tuh ngerti. Tugas lo sebagai istrinya ya ngurus suami!" sentak Rimba. Ia menghempaskan tudung saji yang ada di meja.
"Maaf! Kamu mau di masakin apa? Biar aku masakin sekarang," Fayla memberikan tawaran dengan halus. Takut jika emosi Rimba makin naik.
Sedangkan Bisma sudah meringkuk memeluk pinggang Fayla dari belakang. Dia sangat ketakutan melihat Om nya yang jarang marah di depannya seperti ini.
Bisma hanya bisa menahan tangis dan merasakan jantung yang berdetak kencang. Dia benar-benar merasa ketakutan. Meskipun punggung tangannya dielus oleh Fayla, tetap saja itu tak membuat Bisma menghilangkan rasa takutnya.
Sama halnya dengan Fayla. Perempuan itu hanya bisa menahan ketakutan. Ia tak sanggup sebenarnya menghadap Rimba dengan emosi yang meluap-luap seperti ini. Dia hanya menahan diri. Jika dia memperlihatkan takutnya, bisa jadi Bisma makin takut.
"Gak usah. Gak becus lo jadi istri!" kata Rimba sarkastik. Fayla hanya bisa memejamkan mata dan memegang dadanya yang nyeri dengan tangan satunya yang tak mengelus punggung tangan Fayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Dari Hati
RomanceCinta datang karena terbiasa. Terbiasa bersama hingga timbul rasa ketergantungan. Sulit mengucap rasa namun begitu mudah bertindak akan rasa. Dia yang tengah jatuh cinta, ingin rasanya menghilang jauh. Namun cinta mengombang-ambingkan perasaannya...