Pesan 25

621 30 2
                                    

Suara kicauan burung mengganggu tidur nyenyak Fayla. Perempuan yang tengah berbadan dua itu mengerjakan matanya dan sedikit merenggangkan tubuh. Ia menengok menatap laki-laki yang tengah memeluknya itu. Dengan tersenyum tipis Fayla melepaskan rengkuhan Rimba pada tubuhnya.

"Bangun!" Kata Fayla sambil mengelus wajah Rimba usai ia membalikkan tubuh dengan sempurna menghadap Rimba.

"Mas bangun!" Kata Fayla lagi. Tak mendapatkan respon dari laki-laki dihadapannya, Fayla langsung memindahkan tangan lentiknya ke hidung mancung Rimba.

Dipencetnya hidung itu hingga sang empu kesulitan bernapas. Fayla terkekeh pelan melihat tingkah Rimba yang sulit sekali untuk dibangunkan.

"Ayo bangun!" Ucap Fayla ketika rimba melepaskan tangan Fayla dari hidungnya.

Bukannya bangun, Rimba justru bergumam dan kembali merengkuh Fayla.

"Katanya mau jalan pagi ke taman? Ayo bangun!" Fayla mengguncangkan tubuh Rimba.

"Aku masih ngantuk sayang." Gumam Rimba sedikit tak jelas, karen laki-laki itu menenggelamkan wajahnya pada dada Fayla.

"Salah siapa main game sampai pagi, huh?" Tanya Fayla, tangannya bergerak mengusap kepala Rimba yang mana hal tersebut mengundang laki-laki itu untukku melanjutkan perjalanan di alam mimpi.

"Seru yang, aku menang terus kemarin. Niatnya sih satu lagi gitu, eh lha kok enak —aduh" Fayla mencubit lengan laki-laki itu.

"Satu kali terus sampe gak sadar udah berkali-kali ya?"

"Ya maaf, yang." Kata Rimba. Laki-laki itu menyingkap baju Fayla sampai dada.

"Adek lagi ngapain?" Rimba mengajak berbicara anak yang ada di dalam perut Fayla. Tangannya dengan aktif mengelus perut buncit itu.

"Bunda nih marahin ayah, padahal ayah masih ngantuk." Adu Rimba pada anaknya.

"Itu kan salah kamu sendiri yang main game gak inget waktu."

"Yaudah sih, enggak tiap hari juga kan?" Tangan Rimba yang aktif mengelus perut kini mulai menjalar kemana-mana.

"Adek mau ayah jenguk gak?"

"Ha?" Fayla tersentak kaget, tangannya langsung menahan tangan Rimba yang kini telah berada di payudaranya.

"Kamu gak kasihan sama punyaku yang udah bangun?" Tanya Rimba memelas.

"Sejak kapan itu bangun?" Tanya fayla polos.

"Sejak kamu bangun in aku lah."

"Tapikan aku cuma bangun in kamu, dia enggak." Rimba tertawa pelan.

"Pokoknya kamu harus tanggung jawab." Balasnya, padahal hal ini sangat wajar terjadi pada laki-laki saat pagi hari.

"Yaudah kamu tidur lagi aja."

" Ya enggak bisa, kan udah kamu bangun in." Kata Rimba memojokkan Fayla. "Ini sakit banget lho kalo gak di selesai in."

"Terus gimana?"

"Ayo sekalian jenguk dedek." Kata Rimba yang kini menatap fayla penuh keyakinan.

Walaupun ada sedikit rasa malu dan takut, fayla tetap mengngguk dan menyetujui permintaan rimba.

"Kamu diatas ya?"

"Ha?"

"Nanti aku ajarin"

****

"Aku mau seblak." Kata Fayla tiba-tiba ketika mereka tengah duduk di bangku taman sambil memakan cilok.

Rimba menatap tajam Fayla yang kini menatapnya dengan memelas.

"Jangan ngadi-ngadi. Perut kamu itu isinya manusia bukan cacing." Kata Rimba tak setuju dengan permintaan Fayla.

"Ya aku tau ini isinya dedek." Balasnya sambil menunjuk perutnya sendiri. "Tapi sekarang aku pengen seblak, pengen banget."

Rimba mengacak rambutnya. "Yang lain aja gak bisa?" Tanyanya bernegosiasi.

"Aku maunya seblak bloom deket kampus."

"Jangan makan pedes-pedes, nanti kalau sakit perut gimana?"

Dengan wajah sedih, Fayla terdiam cukup lama.

"Yang lain aja ya?" Kata Rimba.

"Ok." Senyum Rimba merekah mendengar jawaban Fayla, tapi tak lama. Karena ucapan Fayla selanjutnya mampu membuat rimba mengumpat dalam hati.

"Tapi aku mau sup jagung buatan kamu." Lanjut Fayla.

Anjir, ini mah nyusahin diri sendiri namanya. batin Rimba.

Menghela nafas panjang, akhirnya Rimba mengiyakan permintaan Fayla. Laki-laki yang hanya mengenakan celana selutut itu lantas mengajak fayla pulang kerumah mereka.

"Kamu ajarin aku masak ya?" Pinta rimba.

"Kamu masak sendiri, aku mau mandi."

Rimba mengusap wajahnya dengan kasar. "Baiklah tuan putri, silakan mandi dulu." Ujarnya sambil membungkuk tubuhnya. Yang mana hal tersebut mengundang kekehan Fayla.

Setelah Fayla meninggalkan Rimba, laki-laki itu bergegas menuju dapur. Tangannya dengan cepat meraih hp disakunya guna melihat bahan apa saja yang ia butuhkan dan bagaimana cara memasaknya.

Rimba mengacak rambutnya frustrasi karena begitu banyak bumbu dan bahan yang harus disiapkan, menurutnya. Padahal laki-laki itu sangat buta dapur. Ia hanya bisa membedakan bawang merah dan bawang putih.

"Ogah banget gue kalau disuruh masak tiap hari, bisa gila lama-lama." Katanya bermonolog.

Cukup lama rimba berkutat dengan peralatan dapur, kini ia mengusap dahinya yang basah lalu mengangkat semangkuk sup jagung buatannya. Dengan hati-hati ia membawa mangkuk tersebut kepada Fayla yang saat ini tengah duduk diam di teras sambil memijit kakinya.

"Silahkan tuan putri," ujar Rimba ketika menaruh mangkuk sup tersebut di meja teras.

Fayla tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada laki-laki yang rela turun ke dapur walaupun ia tak pernah terjun ke dapur.

"Makan bareng-bareng ya?" Pinta Fayla. Rimba mengangguk dan berjongkok di depan Fayla. Mengecupi perut Fayla dengan begitu semangat.

"Ayah habis masak buat kamu sama bunda." Katanya yang kini justru menempelkan pipinya ke perut Fayla yang bergerak-gerak.

"Kamu capek?" Tanya fayla sambil mengelus rambut rimba.

Rimba menggeleng, enggan beranjak menjauh dari perut Fayla.

Fayla menatap sup jagung buatan suaminya itu. Ia agak meringis kecil melihat tampilannya yang kurang meyakinkan. Tak mau membuat suaminya kecewa, Fayla meraih mangkuk sup tersebut dan mencicipi masakan suaminya itu.

"Enak." Gumam fayla yang masih terdengar oleh Rimba.

"Iyalah buatnya pakai cinta." Balas Rimba.

Fayla hanya mengiyakan dan melanjutkan makannya. tak lama rimba bangkit dan membuka mulutnya bermaksud untuk meminta disuapi.

"Uhuk! Uhuk!" Rimba tersedak begitu makanan tersebut masuk ke mulutnya. Tak lama tangannya bergerak cepat untuk merebut mangkuk sup tersebut.

"Ini asin banget, jangan dimakan." Kata Rimba.

"Tapi itu enak," kata fayla dengan raut sedih, perempuan hamil itu bahkan tidak merasa jika masakan rimba asin.

"No! Ini gak bagus buat kesehatan."

"Ish terus aku makan apa?" Tany fayla kesal.

"Kamu maunya apa?" Tanya rimba. Beberapa detik usai bertanya, ia mengumpat dalam hati. Goblok kenapa harus nawarin, tadi harusnya gue langsung beli aja. Batinya.

"Aku mau asinan mangga muda." Katanya.

Rimba mengusap wajahnya.

"Okay, tapi kita buatnya bareng-bareng."


Tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pesan Dari HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang