Setelah kejadian kemarin, Fayla merasa segan bila bertemu Rimba. Aura yang Rimba pancarkan tak bisa diajak bersahabat. Menatap Fayla pun Rimba enggan.
Tidur seranjang, namun tak bertegur sapa. Semalam, Fayla yang tidur terlentang hanya dapat menatap punggung lebar Rimba tanpa tahu apa yang harus ia lakukan.
Fayla mendesah kecil. Rimba masih tidur nyenyak dengan posisi tengkurap, padahal jam di dinding menunjukkan pukul 9 pagi. Namun laki-laki itu masih asyik berkelana didunia mimpi. Selimut yang ia kena bahkan sudah tak beraturan. Selimutnya hanya menutup sebelah kakinya.
Gorden masih menutup cahaya matahari dari jendela kamar karena Fayla tak mau membuat Rimba terusik dari tidur nyenyaknya. Fayla yakin pasti ketika Rimba tiba-tiba terbangun dari tidur tadi malam, ia memainkan ponselnya. Bermain mobile legends hingga pagi buta.
Selama Fayla tinggal dengan Rimba, sudah hampir 5 kali ia memergoki Rimba bermain game tengah malam. Alasanya cukup klise, dia kebangun dan tak bisa tidur lagi.
Fayla duduk bersila di samping Rimba yang tidur di tengah-tengah kasur. Diamatinya wajah lelap itu dengan intens.
Kalem banget kalau lagi tidur, batin Fayla.
Tangan Fayla terulur, menyentuh kening Rimba. Tangannya bergerak pelan menyisir rambut Rimba dengan penuh penghayatan.
Bisa enggak sih, kita jadi pasangan suami istri selayaknya?
Kapan kamu bisa terima aku?
Tangan Fayla yang satunya ia gunakan untuk mengelus perutnya yang sedikit membuncit walaupun tak ketara.
Ini ayah kamu sayang, ganteng ya ayah kamu. Tapi ayah kamu masih jauh. Bunda belum bisa deket sama ayah. Kamu sehat terus di dalem perut bunda yaa.
"Mas, bangun!" Fayla mengusap pundak Rimba, ucapannya pun lembut.
"Mas?" Fayla menguncang pelan tubuh Rimba.
"Hmm." Gumam Rimba. Ia masih ingin tidur. Matanya masih terasa sulit untuk dibuka.
"Bangun mas, udah siang." Sekali lagi Fayla mengguncang pelan tubuh Rimba.
Rimba berdecak, disentaknya tangan Fayla yang menguncang tubuhnya. Jelas Rimba kesal, dia masih mengantuk dan Fayla menyuruhnya untuk bangun.
Fayla yang tak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya terhuyung ke belakang.
"Eh, Mas tolongin!" Hampir saja Fayla terjatuh dari kasur jika saja tangannya tak segera meraih pinggang dan tangan kiri Rimba untuk berpegangan.
Rimba membuka matanya. Matanya dapat menangkap Fayla yang masih dengan posisi hampir terjatuh. Tangan kiri Rimba membalas pegangan tangan Fayla, lalu menariknya hingga tubuh Fayla berada tepat di depan mukanya.
"Hampir aja," gumam Fayla lirih setelah menghela nafas lega.
Kepala Rimba kini berpindah di pangkuan Fayla dengan wajah yang menghadap perut Fayla. Setelah mendapat posisi yang nyaman dengan membenamkan wajahnya ke perut Fayla, Rimba berniat akan tidur lagi.
Fayla diam tak berkutik. Baginya ini adalah serangan mendadak Rimba. Tubuhnya terasa kaku tak mampu bergerak.
"Mas?" Cicitnya. Wajah Fayla terlihat aneh. Fayla merasa kurang nyaman karena ia tak terbiasa melakukan hal ini. Kedua tangannya terogrok di kedua sisi tubuhnya.
Mungkin jika pernikahan ini berdasarkan kemauan mereka tanpa ada paksaan ataupun accident, perasaan Fayla saat ini akan bahagia. Namun sekarang rasa canggung lebih mendominasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Dari Hati
RomanceCinta datang karena terbiasa. Terbiasa bersama hingga timbul rasa ketergantungan. Sulit mengucap rasa namun begitu mudah bertindak akan rasa. Dia yang tengah jatuh cinta, ingin rasanya menghilang jauh. Namun cinta mengombang-ambingkan perasaannya...