Siang ini aku harus berhadapan dengan sesuatu yang tak bisa lewatkan. Aku akan bertarung dengan seseorang yang menganggap dirinya lebih hebat dariku dalam segala hal. Aku akan membuatnya gegar otak hari ini juga.
Aku berjalan keluar dari gedung sekolah dari belakang, karena ada urusan yang harus kuselesaikan. Ada beberapa puluh siswa termasuk siswi juga menungguku di tengah. Sudah ada seorang pria tinggi besar yang sudah bersiap untuk melawanku. Aku bisa melihat dari wajahnya bila darahnya mendidih.
Aku berjalan cepat agar sampai ke tengah, di tengah lapangan yang besar. Aku menaruh tasku di tanah berkarpet rumput, melepas jaketku, dan juga pakaianku.
Tiba-tiba pria itu mendekatiku. Nama pria itu Nathan, "Mari kita selesaikan ini, aku sudah muak denganmu, aku lah yang terbaik, aku bahkan lebih baik darimu di segala hal."
Aku tak menjawab. Aku mundur lima langkah, mengangkat kedua tanganku berjalan mendekatinya, dan ini waktunya.
Biasanya di dalam pertarungan seperti ini, lawan akan memulai dengan pukulan lebar dari kanan, bila dugaanku benar, aku bisa melakukan counter attack tanpa harus menghindar.
Benar, aku melakukan uppercut panjang dari arahku berdiri. Nat tak jatuh, hanya merasakan kesakitan di dagunya dan mundur beberapa langkah.
Lalu dia maju lagi, berjalan santai. Melakukan hal yang sama, aku menunduk, memberikan pukulan lurus ke perutnya, lalu pukulan ke wajahnya dengan tangan kiriku. Nat mundur lagi, kelihatannya dia sudah tidak fokus lagi, pukulan terakhir, uppercut yang sangat keras dan kencang, hingga kepalanya terpental ke atas, hingga jatuh di tanah.
Aku membunyikan tulang tanganku, memakai pakaianku dan jaket lalu meninggalkan tempat.
Di sore hari.
Aku berada di cafe, di cafe yang cukup jauh dari rumahku, namun aku mampu mencakupnya dengan jalan kaki. Aku menyukai cafe ini karena cafe ini membuatku tenang. Desain ruangan yang bagus, dan penchaayan yang tak terlalu terang. Aku duduk sendiri di pojok kanan belakang sendirian, tak memesan apapun. Mungkin nanti bukan sekarang, aku merapatkan kedua tanganku. Tiba-tiba ada seseorang yang datang duduk di depanku. Dia sahabatku. Robert.
"Apa yang kau lakukan di sekolah tadi ?"
Aku melepaskan kedua tanganku yang rapat dan duduk sedikit tegak.
"Aku......"
"Aku tahu apa yang kau lakukan di sekolah. Kau berkelahi, benar bukan ? Kau tak perlu berbicara pun aku mengetahui itu. Apa alasanmu ?"
Aku menoleh ke arah kiriku, tak ada yang kulihat, lagi juga tak ada yang menarik perhatianku.
"Tak perlu berbicara. Kau berkelahi karena kau menginginkan itu, dan kau sedang emosi. Apa kau sadar betapa parah luka yang dia terima ?"
"Aku tidak tahu seberapa luka yang ia terima, aku sedang buta di kala itu."
"Emosi membuatmu buta ? Mudah sekali membuatmu buta, kau bilang buta namun matamu tetap bisa melihat. Kebutaan apa yang kau alami hah ? Buta perasaan ? Kau harus tahu dia menderita luka yang parah, dagunya bisa saja retak karena pukulanmu, perutnya juga meninggalkan luka yang menjadi luka dalam."
"Robert dengarkan aku di saat itu aku benar-benar buta."
"Dengarkan aku, bagaimana bisa matamu tetap melihat namun kau merasa buta ? Kau membuatakan hatimu! Hanya dengan emosi kau membutakan hatimu. Bagaimana bisa kau tega menghajar dia sampai seperti itu, kau tahu bila luka dalam itu bisa berbahaya, area yang kau lukai pun fatal. Perut walau tak bertulang namun terdapat organ vital. Lambung, usus, limpa dan lain sebagainya. Bayangkan bila kau melukai lambungnya dengan parah, apa kau masih ingin berkata "aku buta di saat itu," apa kau akan mengatakan itu juga ?"
"Aku memang sangat kesal dengannya. Dia merasa lebih baik dariku dalam segala hal. Sampai di saat dia mengejekku dan aku tak bisa menerimanya, dengan otomatis aku akan melawannya."
"Tidak!"
"Apa maksudmu ?"
"Kau melawan karena kau cepat emosi, darahmu cepat mendidih. Tujuh belas tahun aku menjadi sahabatmu. Bagaimana aku tak mengenali sifatmu. Ayahku bisa membaca seseorang. Hanya dengan melihat seluruh tubuhnya. Awalnya aku kira hanya ayahku yang bisa melakukan itu, ternyata aku mewarisi kelebihannya."
Robert kali ini berbicara sangat serius sekali, rasanya dia seperti marah padaku.
"You know ? i can read you. In your eyes." Robert bersandar.
"Ya benar di matamu. Melalui sorot matamu aku bisa mengenali sifatmu. Kau seseorang yang emosi, tak berpikir panjang, tak mempedulikan sesuatu setelah apa yang telah kau lakukan. Aku tahu hal buruk yang terus menyangkut di pikiranmu. Mengapa kau membuat nangis Lucy ?"
"Di saat itu, Lucy membicarakan hal yang seharusnya aku lakukan padanya, seperti apa keinginan wanita, seperti ingin di jadikan prioritas. Namun di situ dia meminta lebih, aku tidak bisa melakukan yang lebih itu. Aku berbicara seperti membentak, dan aku lupa. Bahwa, bahwa aku berbicara dengannya yang kutahu hatinya lembut. Kejadian itu di pasar malam pukul 22.00 malam. Tiga bulan lalu. Di saat dia menangis aku memeluknya erat, aku membiarkan pakaianku basah oleh air matanya."
"Itu karena dia menginginkan agar kau lebih menyanyanginya, aku tahu bila kau adalah orang yang penyayang. Aku melihat di pikiranmu kau ingin mengatakan hal yang sama di saat kau merasa emosi. Kau tak bisa melupakan itu bukan ? Hebat sekali pria sepertimu menyakiti wanita secantik Lucy, mengapa kau tak membunuhnya saja ?"
"Robert ada apa denganmu kau berbicara seperti ini ?"
"Justru aku lah yang bertanya, ada apa denganmu ?!"
"Kau berbicara tak seperti biasanya, kau membuatku kesal."
"Oh kau kesal ? mengapa kau tak menyakiti aku, karena kau pasti akan berkata, aku merasa buta waktu itu. Dengarkan aku. Walau persahabatan kita sudah di pupuk tujuh belas tahun lamanya, bukan artinya ini tak bisa retak, dan bukan artinya aku tak bisa menyakitimu. Karena persahabatan bukan bersifat abadi." kata Robert dengan wajah yang kesal.
"Kau merasa kesal bukan ? datangi aku dan sakiti aku. Alasanmu pasti, aku merasa buta di saat itu. Kau akan mengerti apa arti dari pembicaraan ini. Bagaimana pria sepertimu bisa menyakiti seseorang cukup parah dan menyakiti seorang wanita. Kau tahu apa Chris ? Aku lebih baik berteman dengan pembunuh terkejam di dunia ini, di bandingkan aku berteman dengan seseorang yang biasa saja namun memiliki sisi yang kejam dari pada orang kejam sekalipun. Datangi aku, mari kita berkelahi. Aku ingin mengetahui sebuta apa dirimu di saat darahmu mendidih." lalu Robert berjalan meninggalkanku.
Sekarang aku tak tahu harus berbuat apa. Bahkan sahabatku sendiri membenciku. Oh Tuhan, apa yang sudah kulakukan. Aku merasa buta sebuta-butanya. Aku tak tahu bagaimana ini semua terjadi.
"Aku lebih baik berteman dengan pembunuh terkejam di dunia ini, di bandingkan aku berteman dengan seseorang yang biasa saja namun memiliki sisi yang kejam dari pada orang kejam sekalipun."
-----ME-----
KAMU SEDANG MEMBACA
RIDDLE
Mystery / ThrillerThis is finish. Wait the second part of this riddle. Bagi kalian yang suka dengan teka teki, kalian harus membaca ini. Tetapi kalian tidak akan mudah menyelesaikan teka teki ini. Teka teki ini tidak mudah untuk di selesaikan, kalian harus peka denga...