Siang ini Naka terlihat gelisah dengan mondar-mandir tidak menentu di dalam kamar. Dia bingung harus memanggil Chan bagaimana sebab sudah sejam dia memanggilnya Chan tidak muncul juga. Naka menekan simbol love-nya berkali-kali, dia pikir itu bisa menghubungkan antara dirinya dengan Chan.
Namun, sampai kulitnya memerah pun sosok itu tak kunjung datang. Kepalang kesal Naka pun berkata penuh kebengisan.
"Baiklah kalau kamu nggak datang juga aku akan membunuh seseorang supaya kamu bisa mengantarkan nyawanya dan kami bertemu!"
Usai Naka bersumpah secara ajaib, Chan langsung muncul bersama mukanya yang tertekuk bete.
Naka langsung sumringah. “Ya, ampun! Akhirnya kamu datang juga! Tahu nggak sih aku udah berapa kali manggilin kamu terus bolak-balik nyari tempat yang memungkinkan kemunculan kamu? Bahkan aku sampai neken-neken simbol love, tapi kamu nggak datang-datang! Kem—”
Chan menutup mulut Naka menggunakan kekuatannya untuk mengunci bibir Naka agar diam.
"Kamu bisa diem sebentar nggak, sih?” Naka mengangguk. Chan berjalan ke arah kasur lalu dia merebahkan dirinya dan menutup mata. “Bagus. Aku lagi tidur dan kamu berisik banget.”
Naka mengerutkan keningnya, dia jadi merasa kesal karena sikap Chan yang kelewat santai padahal Naka yakin Chan sudah mendengar jika dia ingin pergi siang ini.
Namun, apa yang dilakukan oleh Knight songong satu ini? Dia malah bermalas-malasan ketika dirinya bilang harus segera menemukan roh nomor 666 yang kabur itu!
Penuh kejengkelan Naka pun menendang kasur dan memukul Chan hingga lelaki itu terbangun. Dia terus menyerang Chan sampai lelaki itu melepaskan mantranya dan Naka bisa berbicara lagi.
“Apa malaikat maut juga butuh tidur?”
“Aku Knight.”
“Sama aja.”
“Beda.”
“Iya beda pangkat dan derajat.” Ucapannya membuat Chan melotot, tapi Naka membalasnya.
Chan mencebik. “Aku ngantuk karena semalaman harus ngelapor ke boss tentang kematian orang-orang.”
“Boss?”
“Tuhan.”
Naka diam sejenak untuk memikirkan kata-kata Chan. “Tunggu ... apa kamu baru saja menyebut Tuhan dengan panggilan boss?”
“Hm.”
“Ya, ampun! Kamu malaikat maut yang kurang ajar!”
“Lebih kurang ajar manusia yang sudah diberikan segalanya, tapi tetap tidak percaya dengan keberadaan Tuhan.”
Naka terdiam. Chan ada benarnya juga.
“Jadi, ada urusan apa manggil aku sampai mengancam ingin bunuh orang?”
“Ck, aku bercanda,” cibir Naka lalu duduk di samping Chan. “Tentang Dara, kita bisa pergi siang ini aja nggak?”
“Kenapa kalau malam? Kamu takut?”
“Nggak ...."
“Oh, kamu udah ketemu sama cewek rambut panjang di bawah pohon mangga dekat rumahmu belom?”
“CHAN!”
“Hah, kamu emang takut ternyata.”
“Duh kamu bisa serius dikit nggak, sih?”
“Iya, iya.”
“Hari ini hari peringatan kematian ibunya Gastra.”
“Siapa Gastra?” Naka melotot. “Oh, cowok itu ...."
“Iya ... Dara datang hari ini jadi kalau kita pergi sekarang pasti kita bisa melihatnya.”
“Ada alasan lain kan kenapa kamu mau ke sana?”
“Benar. Setiap tanggal segini, hari di mana ibu dan adiknya meninggal walau beda tahun, tapi anehnya mereka meninggal di hari dan bulan yang sama dan itu membekas di hati Gastra ... dia pasti sendirian lagi kali ini. Aku mau ada di sisinya.”
Chan mengecek jadwalnya, dia mengoper tugas menjemput nyawa lima menit lagi pada Bari lalu menyetujui ajakan Naka, mengabaikan pesan yang dikirimkan Bari melalui monitor di pergelangan tangannya karena sudah main lempar tugas.
🍂
Di pemakaman semua orang sudah berkumpul mengelilingi batu nisan atas nama Nilam Kharismawardana dan di sebelahnya terdapat pula Irish Kharismawardana. Mereka memberikan bunga untuk masing-masing kuburan termasuk Dara yang datang bersama Sandur. Gadis itu tidak hanya membawa bunga, tetapi juga boneka beruang cokelat, kesukaan Irish semasa hidup.
Melihat kebaikan Dara, Ambar pun merangkulnya. "Kamu baik sekali, Dara. Meskipun Nilam dan Irish bukanlah keluargamu, tapi kamu selalu peduli dengan mereka." Lalu Eyang pun menatap Sandur yang berada di samping kiri Dara. "Kamu juga, Sandur, Eyang senang sekali melihatmu bisa berbakti tidak hanya pada orang tua, tapi juga kepada almarhum tantemu."
Dara tersenyum. "Eyang, waktu Irish masih hidup kami sering bermain dan Irish adalah anak yang energik, cantik serta baik. Seandainya Irish masih hidup dia pasti sudah menjadi idol sepertiku."
"Meskipun Irish tidak mengatakannya langsung, aku yakin dia bangga padamu karena menjadi idol adalah keinginan Irish. Secara tidak langsung kamu mewujudkan impiannya," puji Sandur.
Ambar mengusap lengan Dara. "Terima kasih, Sayang. Eyang bahagia sekali."
Ibu Sandur—Camelia melirik Ambar penuh kebanggaan. "Sandur memang selalu berbakti dan bahkan dia tidak pernah sekalipun menyakiti seseorang, berbeda sekali dengan Gastra yang tidak pernah mau datang ke pemakaman. Sudah membuat adik dan ibunya meninggal, sekarang dengan tidak tahu malunya dia pun mengabaikan juga. Memang dasar anak pembawa sial yang bisanya hanya merepotkan."
"Benar. Dia bahkan tidak sakit seperti Naka, lalu kenapa dia masih saja tidak mau memberi penghormatan kepada ibunya? Bahkan Naka saja yang bukan anak kandungnya sejak dulu selalu ikut hari peringatan. Jika tidak sakit anak itu pasti ke sini. Lalu apa alasannya Gastra tidak pernah datang?" cibir Orin—anak ketiga Ambar yang baru saja menikah untuk kedua kalinya.
Dara yang mendengar itu tertarik ketika Naka disebut, biasanya Dara memang tidak datang dia akan berkunjung saat sempat saja, tetapi karena diberitahu oleh Camelia jika Sandur akan datang bersama keluarga setelah lelaki itu menghabiskan masa sekolahnya di Australia maka Dara pun ikut.
"Naka?" Dara mengulangi nama Naka dengan ekspresi heran. "Naka siapa, Eyang?"
Ambar memang tidak pernah memberitahu kepada siapa pun perihal Naka sebab dia berpikir jika sebaiknya identitas Naka disembunyikan dulu, nanti bila saatnya tiba, yaitu di usia ke delapan belas tahun baru diumumkan bahwa gadis itu adalah keluarga Kharismawardana yang dia adopsi.
"Naka itu perempuan cantik dan baik yang sudah membantu Eyang melewati masa-masa sedih setelah kehilangan Irish dan Nilam. Biasanya dia datang bersama kami, tapi karena kecelakaan hebat, dia pun harus istirahat. Nanti Eyang akan kenalkan kalian berdua, ya."
Tanpa mengetahui apa pun, sebetulnya Naka berada di dekat mereka, tetapi tidak terlihat karena mendapat perlindungan dari Chan. Selama itu pula Naka menahan kekesalan mendengar semua celotehannya, dari tahun ke tahun selalu sama. Mereka tidak bisa menyadari jika alasan Gastra tidak mau bergabung bersama mereka itu karena mereka masih menyalahkan Gastra atas kematian Irish dan Nilam.
Berbeda dengan Naka yang mengepalkan tangan seraya menyumpah serapahi para orang tua itu. Chan lebih menaruh perhatian pada sosok Dara, rupanya ucapan Naka benar, jika Dara tidak memiliki simbol love.
Chan merasa aneh dengan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Naka's Mission
Tienerfictie[CERITA INI AKAN TERSEDIA GRATIS PADA 17 SEPTEMBER 2021] Naka dihidupkan kembali oleh seorang Knight-malaikat maut-bernama Chan, tetapi hanya sampai 100 hari ke depan dan selama itu Naka harus membantunya menemukan roh nomor 666 yang memberontak dan...