11 Sebenarnya

1K 95 60
                                    

Alif tersenyum senang. Akhirnya ia menemukan orang yang mengenal salah satu nama dari yang ia cari.

"Loe kenal dia? Seriusan bas!" tanya Alif tak sabaran.

"Wes... sabar bro. Iya gw kenal dia iti senior di fakultas gw. Tapi, udah beberapa hari ini dia nggak pernah kelihatan." jawab Bastian.

"Heh! Kenapa emangnya?" tanya Alif penasaran.

"Entahlah!" jawab Bastian memang tak tahu.

Keduanya pun terdiam cukup lama. Hingga Alif ingin bertanya kembali, namun berbeda topik.

"Bas... loe itu punya kemam-"

"Alif!" panggil Vanya di bangku taman.

Otomatis Alif menolehkan kepalanya begitu pula Bastian. "Dia siapa bro?" tanya Bastian.

Alif berjalan mendekati kedua gadis itu tanpa menjawab pertanyaan Bastian. Bastian merasa di cuekin, ia pun menyusulnya.

Vanya dan Marsha terlihat kepanasan. Matahari kini sudah berada di puncak.

"Ada apa?" tanya Alif.

"Emm... dia siapa?" tanya balik Vanya penasaran.

Sebelum Alif menjawab pertanyaan Vanya, Bastian sudah mendahuluinya.

"Gw Bastian," ujar Bastian mengulurkan sebelah tangan.

Vanya menyambut uluran tangan itu. Ketika kedua tangan bersentuhan, masing-masing dari mereka juga merasakan sensasi seperti tersetrum listrik.

Vanya melepaskan terlebih dahulu. Ia menatap sosok Bastian lekat. Warna aura di tubuhnya juga berbeda.

"Merah dan hitam," batin Vanya tercengang.

Lagi-lagi ia melihat dua warna aura yang berbeda namun menjadi satu. Ia berpikir keras apa maksud dari itu semuanya.

"Woii Cejo!" seru Marsha memanggil Vanya tetapi tak dihiraukan.

"Cejoo!!!" teriak Marsha tepat di telingannya.

Sontak Vanya menutup kedua telinganya. Ia menatap tajam Marsha yang hanya tersenyum tanpa dosa.

"Gak. usah. pakai. teriak. bisa. kan." ucap Vanya menekan setiap kata.

"Hehehe... habisnya loe di panggil daritadi malah ngelamun bae." balas Marsha cengegesan.

Alif menggeleng-gelengkan kepalanya. Bastian malah mengambil gambar keduanya.

"Halo guys, kali ini gw bakal ngerekam tentang tiga orang yang baru gw kenal. Tetapi rasanya tuh udah kenal lama pakai banget." kata Bastian merekam dirinya. Ia juga merekam wajah Alif, Marsha lalu Vanya.

"Bas... kita mau ngomong serius sama loe. Jadi, tolong matiin tuh handycame!" seru Alif tegas.

Tanpa berlama-lama Bastian mematikan handycame-nya. Suasana pun menjadi hening.

"Kita ngobrol di sana aja." saran Marsha menunjuk halaman belakang kampus.

Semua mengangguk kepala setuju, lalu segera bergegas menuju ke arah sana.

😱😱😱😱😱

Di Ruang Administrasi...

Malvin sedang mencari data-data mahasiswa tiga tahun yang lalu. Tapi ia masih belum mendapatkannya.

Lalu salah satu dokumen yang cukup tebal terjatuh.

Bruk!!

"Yaelah pake segala jatuh," gerutu Malvin kesal.

The Mistery [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang