4.11 Selangkah

647 55 41
                                    

Di Rumah Sakit Jakarta...

Semua anggota The Mistery masih setia menunggu Ridwan di ruang ICU. Sudah hampir 2 jam mereka menunggu para tenaga medis melakukan tindakan kepadanya.

"Guys, lebih baik kita pulang dulu." saran Bastian.

"Gak! Gw masih mau di sini!" tolak KeyB.

Malvin bangkit berdiri. Ia mendekati KeyB.

"Loe sebaiknya pulang. Gw kasihan lihat keadaan loe kalau begini." ucap Malvin.

KeyB menatap tajam pria bermata sipit tersebut. Ia bangkit berdiri lalu sebuah tamparan mendarat mulus di wajah pria itu.

Plak!!

"Apa? Loe kasihan sama gw! Lalu selama ini loe kemana hah?!" seru KeyB. Wajahnya sudah memerah sempurna meluapkan emosi yang ada di benaknya.

Ruth yang tadi tertidur di pundak kekasihnya langsung terbangun. Ia terkejut melihat KeyB dan Malvin bertengkar.

Malvin sendiri menahan sakit di pipi. Ia memang pantas untuk mendapatkan hadiah sebuah tamparab manis.

"Sorry..." ucapnya pelan. Kepala ia tundukan ke bawah menatap lantai yang lebih menjadi perhatian.

"Kenapa kalian jadi ribut begini?" tanya Ruth. Ia sudah siap menumpahkan air mata.

Bastian langsung memeluk tubuh Ruth erat. Ia harus menenangkan kekasih sekaligus sahabatnya.

"Vin, loe lebih baik pulang dulu. Biar KeyB dan Ridwan gw yang temenin. Nanti kalau ada kabar terbaru gw kasih tahu ke loe." ucap Bastian bijak.

Malvin menatap mata Bastian lalu KeyB secara bergantian. Senyuman pahit terukir di wajahnya.

"Oke, gw bakal pulang. Loe harus janji kasih kabar Ridwan ke gw Bas." ujar Malvin.

Sebelum ia melangkahkan kaki menjauh. Ia menatap singkat KeyB.

"Maaf kalau gw selama ini menjadi pengecut. Permisi..." pamit Malvin.

KeyB tak bergeming. Air mata sudah membasahi wajahnya. Dengan sigap Ruth memeluk erat tubuh sang sahabat.

Kedua berbagi kesedihan bersama. Bastian hanya menatap keduanya dengan sedih.

😭😭😭😭😭

Di Aula kampus...

Kedua insan sedang bersembunyi di salah satu meja. Mereka tengah mengatur napas setelah berlarian di lorong kampus.

"Gila! Kenapa kakek cangkul bisa nyasar ke sini?"

Itulah ucapan yang keluar dari bibir manis Dinda. Keringat bercucuran membasahi wajah dan sebagain pakaian.

Ait yang berada di sebelah hanya mengangkat kedua pundak tak mengerti. Ia masih mengatur napas sebanyak-banyaknya.

Gubrak!

Terdengar suara benda terjatuh. Suara itu begitu kencang sampai menggema di area dalam aula.

Dinda yang terkejut reflek mengumpat di pundak Ait. Tubuhnya gemetaran kuat.

Ait memberikan kekuatan dengan mengelus lembut rambut Dinda. Ia merasa bersalah telah membawa wanita cantik itu ke dalam bahaya.

"Maafin gw ya," bisik Ait.

Dinda mengadahkan kepala. Ia tersenyum tipis.

The Mistery [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang