Ara merenung didalam kamarnya seraya menghela napas berat.. iya mencintai suaminya dengan sangat,namun ia tau seharusnya ia tidak berjuang sendiri seperti ini. Menyedihkan.Ia mulai mempertimbangkan perihal apa yang harus ia lakukan selanjutnya.Bahkan ia mulai memejamkan matanya untuk beristirahat sebentar. Ia butuh istirahat yang cukup panjang untuk menenangkan hatinya. Namun ia sudah mencoba memejamkan matanya berkali- kali. Ia sangatlah lelah.
Ara bukan tidak mengerti bahwa hidupnya memang serumit ini. Ia mencintai suaminya, namun tak pernah sedetikpun Rio peduli. Rio terlalu sibuk membencinya. Perlahan tetesan air mata mengalir di sudut mata Ara. Apa sudah waktunya ia menyerah akan perasaanya?.
Pagi ini setelah semalam Ara bergumul dengan perasaanya. Hamparan bunga matahari cukup untuknya menyambut hari ini. Ia tersenyum dengan bangga. Ia tidak akan sedih untuk hari ini. Ia berjanji.
Ara berjalan menyusuri perkebunan yang sangat luas. Namun jangan khawatir, ia sudah cukup sarapan hari ini. Tak lama kemudian ia berpikir, apa yang harus ku lakukan hari ini?. Albert juga sedang pergi untuk menyelesaikan urusan bisnisnya. Ah, rasanya bosan sekali.
Ia mencari sesuatu didalam tasnya, rasanya ia sedikit melupakan sesuatu.
"Bagaimana aku bisa sebodoh ini?". Ujar Ara kesal.
Ia merengutkan wajahnya karena kesal. Ia memang berjanji untuk tidak sedih, namun ia tidak pernah berjanji untuk tidak kesal bukan?. Sampai tiba - tiba sesuatu yang dingin menempel di pipinya.
"Kau pasti meninggalkanya lagi di kulkas". Kata seseorang yang memiliki suara yang berat.
"Katanya kau pergi?". Ucap Ara tanpa merubah raut wajahnya dan dengan segera mengambil sekotak susu ditangan Albert.
"Bahkan kau tidak mengucapkan terimakasih". Ucap Albert datar.
"Aku rasa kau tidak membutuhkanya?". Jawab Ara dengan nada sedikit meyakinkan.
"Iya, aku butuh kau". Sahut Albert seraya menatap hamparan bunga matahari didepanya.
"Kurasa kau sudah gila, jadi kita harus balik kedalam rumah. Mana tau kau akan menculiku sekarang". Jawab Ara dengan santai.
"Belum, tapi akan". Sahut Albert seraya mengikuti langkah Ara yang pendek - pendek menurutnya.
Rasanya Ara hampir gila melawan gejolak jantungnya yang berdebar - debar saat Albert mengatakan itu. Ia jadi curiga, apa ia terkena serangan jantung?.
Tidak terasa ia sudah bersama kedua lelaki sinting ini hampir tiga bulan, ah tiga bulan pula ia sudah mulai terbiasa tanpa kehadiran Rio.
"YONAN!!!! KAU INI MAU MATI ATAU GIMANA?" . Teriak Ara dengan sangat kencang.
Hal itu cukup kencang untuk membuat Albert menoleh tajam kearah Yonan. Seolah berkata "Apa lagi sekarang?".
Yonan tersenyum tak enak.
"Aku hanya menaruh lila di dalam bathup". Sahut Yonan dengan wajah polosnya.
"Oke, dan siapa itu lila?". Sahut Albert seraya mengeja perkata untuk menekankan rasa kesalnya di setiap kata yang ia keluarkan.
"Kadalku". Sahut Yonan pelan seraya menatap Ara yang keluar dari kamar mandi dengan wajah berapi -api.
"Kadal mu?, lalu dimana otakmu hmm?". Sahut Ara dengan wajah merah padam.
Tidak ada sahutan berarti baik dari Albert maupun Yonan.
Mereka menampilkan wajah menganga. Namun dengan cepat Albert menutup mata Yonan dengan kedua telapak tanganya.
"Jaga matamu, atau ku buat kau tidak memilikinya" . Geram Albert seraya menutup mata Yonan.
Ara yang sibuk dengan kemarahanya masih tidak menyadari suasana yang terjadi.
"Dan kau , bagaimana bisa kau keluar dengan menggunakan handuk seperti itu hah? Kau gila?". Sentak Albert marah.
Ara menatap dirinya dari atas kebawah. Astaga! Ia lupa.. tadi dia sedang ingin mandi dan ketika ia mengisi air, kadal menjengkelkan itu dengan seenaknya berenang di bathup. Dengan buru- buru ia keluar hanya dengan menggunakan.. handuk?.
Wajah Ara menjadi merah padam. Rasa malunya sudah sampai ketitik tertinggi. Ia rasa ia akan meledak.
Ara dengan segera berlari kearah kamar dengan menjaga handuknya agar tetap melekat sempurna ditubuhnya.
"Jadi kau akan menutup mataku selamanya atau apa?". Ucap Yonan tiba -tiba.
Albert yang masih merasa kesal melepaskan telapak tanganya. Namun ia meninggalkan sedikit "jejak" di kepala Yonan.
"Hey, kenapa kau memukul kepalaku?". Ujar Yonan kesal.
"Ya agar otakmu bisa berfungsi dengan baik, apa lagi?" . Sahut Albert santai seraya melanjutkan membaca majalah yang ia ambil dari atas meja.
"Bukan kah kau tidak menyukai majalah fashion seperti itu?". Tatap Yonan dengan wajah yang aneh.
"Aku ingin mencari fashion yang cocok untuk ku". Sahut Albert cuek.
"Untukmu, atau untuk Ara hmm". Ujar Yonan seraya menaik turunkan kedua alisnya.
Pletak!
"Ternyata tadi aku hanya memukul kepala bagian kirimu, kananmu belum". Ucap Albert setelah menggulung majalah dan memukulkanya lagi ke kepala Yonan.
"Awas kalau aku gegar otak karena ulahmu". Sahut Yonan sambil merengutkan bibirnya sebal.
------------------------------------------
"Jadi apa rencanamu?" . Ucap Albert seraya ikut duduk disebelah Ara yang sedang asik melamun seraya memegang mug berisi cokelat panas kesukaanya."Menikah lagi mungkin, entahlah" . Jawab Ara asal.
"Yasudah, mau kapan?". Sahut Albert datar.
"Kau mau kujadikan yang kedua?". Jawab Ara dengan menatap Albert dan menaikan sebelah alisnya.
"Kesepuluh pun tak apa". Sahut Albert cepat.
"Kurasa kau yang lebih membutuhkan rongsen kepala". Sahut Ara sambil menyeruput cokelat panasnya.
"Coba tatap aku" . Sahut Albert seraya mengabaikan perkataan Ara tadi.
"Tidak, kau sudah gila, nanti aku ikutan gila, akhirnya tidak bisa menikah lagi dengan pemuda tampan dan berotot. Itu tipeku, catat baik-baik" . Sahut Ara bercanda.
"Coba tatap aku". Ulang Albert sekali lagi.
Reflek Ara memutar kepalanya kearah Albert.
"Apa?". Sahut Ara heran.
"10 detik". Jawab Albert seraya memegang kepala Ara untuk menjaga pandanganya.
"Wajahmu bagus, pakai skincare apa?" Jawab Ara yang mengalihkan rasa gugupnya.
"Apa jantungmu berdebar?". Jawab Albert dengan nada berat.
"Iya, sedikit". Sahut Ara jujur.
"Mungkin kau sakit jantung". Jawab Albert seraya tertawa terbahak - bahak.
Ara merengut sebal. Albert membalasnya ternyata. Ara tidak menduga selera humor Albert yang rendah itu.
Tapi Ara tidak berbohong ketika ia berkata jantungnya berdebar. Sangat berdebar. Tidak sedikit. Namun ia yakin ia tidak memiliki riwayat sakit jantung.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE TOO SWEET
RomansaLilinara dihadapkan dengan pilihan yang sulit. Ia mencintai Rio yang notabene adalah suaminya. Namun ada sosok Alinka yang selalu menghantui jejak rumah tangganya. Albert pun ternyata memulai rencananya untuk menghancurkan hidup Lilinara dengan suru...