Bagian 22

4.3K 420 5
                                    

Minggu pagi ini Iqbaal berniat mengajak gadisnya untuk bertemu sang kakak, namun ternyata di rumahnya tidak hanya ada teh Ody melainkan ada bunda dan ayahnya.

Iqbaal menghela napas kasarnya, ia lupa ada orangtuanya di rumah, berbeda dengan (namakamu), ia gugup sekali untuk bertemu dengan kakak dari Iqbaal.

"Yang biasa aja engga usah gugup."

(namakamu) hanya tersenyum lalu mengangguk mengerti.

"Ini rumah aku, ayo masuk."

Iqbaal dan (namakamu) memasuki rumah megah itu.

"Assalamualaikum."

Teh Ody menatap Iqbaal juga gadis di sebelahnya dengan mata berbinar.

"Waalaikumsalam, sini le."

(namakamu) pun menyalami tangan ibunda Iqbaal, ayahnya Iqbaal dan juga kakaknya, berbeda dengan Iqbaal hanya menyalimi kakaknya.

"Kenalin teh ini (Namakamu) Aleena, insyallah istri masa depan ale."

(namakamu) hanya tersenyum malu saat Iqbaal berkata seperti itu.

"Hai (nam..), aku Fildza panggil aja teh Ody ya, ini tante Rike juga ayah Herry, panggil aja bunda sama ayah."

(namakamu) mengangguk mengerti, sebenarnya ia merasakan perasaan tidak enak, mengingat perlakuan Iqbaal terhadap kedua orangtuanya.

"Aku ke kamar dulu yang, tunggu sini ya, teh jaga surganya ale ya."

Lagi-lagi (namakamu) hanya tersenyum malu lalu mengangguk begitunya teh Ody hanya mengangguk mengerti.

"Kamu pasti bingung kenapa ale lebih akrab sama teteh."

(namakamu) hanya mengangguk, sejujurnya ia ingin mengetahui nya versi teh Ody, namun mengingat hal ini adalah privasi Iqbaal.

"Aku tau sedikit dari Iqqi teh, dia pernah bolos sekolah ternyata dia ke atap, dia sempat cerita di depan rumahku, dia kesepian teh, dia iri sama temennya yang masih mendapatkan kasih sayang orang tuanya, dia melampiaskan nya dengan tawuran, juga bolos sekolah, cuma itu yang bisa ngalihin pikiran dia teh, aku sempet nasehatin, Iqbaal cuma diem engga bilang apa-apa, tapi aku tau diem nya Iqbaal itu mikirin masalah itu, Iqbaal engga butuh uang teh, yang dia butuhkan kasih sayang orangtuanya juga kebersamaannya, itu aja."

Semua terdiam saat (namakamu) berkata seperti itu, bundanya hanya bisa menangis mendengar cerita tentang putranya dari gadis di depannya.

"Bunda ngerti nak, bunda dan ayah lakuin ini demi masa depan Iqbaal sendiri."

(namakamu) tersenyum lalu mengangguk mengerti.

"Aku tau bun yah, aku pun ngerti, tapi apa kalian engga ada waktu sedikit untuk Iqbaal?"

Bunda Rike maupun ayah Herry hanya terdiam saat (namakamu) berkata seperti itu.

"Maaf bunda ayah kalo kesannya aku ikut campur, aku cuma gamau Iqqi menanggung lagi beban yang cukup sulit untuk ia selesaikan."

Tidak lama Iqbaal kembali dengan baju putih polos juga celana jeans selututnya.

"Mereka engga akan pernah ngerti yang, udahlah engga usah di bahas." Ujar Iqbaal dengan wajah datarnya.

Mereka terkejut saat Iqbaal berkata seperti itu.

"Iqqi sini."

Iqbaal pun menghampiri (namakamu) dan duduk di sebelah gadisnya.

"Kamu engga boleh gitu ya, mereka tetep orang tua kamu, bunda yang mengandung kamu, melahirkan dan merawatnya, ayah yang menafkahi kamu, ayah berkerja keras untuk kamu, kamu sebagai laki-laki contoh ayah kamu, jangan sakiti mereka dengan perkataan kamu, kamu harus ingat surgamu ada di telapak kaki bunda."

Badboy [1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang