Isabela terpaku di ruang makan. Dia duduk dengan kaku hingga Maurizio Inzaghi bertanya apakah Isabela baik-baik saja?
Makan siang berlangsung dengan Isabela yang sedikit menunduk menekuri piringnya. Dengan perasaan yang campur aduk dia sesekali menatap Mateo yang terlihat tenang. Wajahnya tak menunjukkan emosi apapun. Mateo terlihat sangat tenang, tanpa gejolak seakan tak terjadi apapun antara dirinya dan Isabela barusan di ruang musik.
Hingga akhirnya makan siang selesai dan Ayah dan Ibu Mateo beristirahat dan mempersilahkan Isabela melakukan apapun yang dia mau. Isabela memilih berpamitan daripada harus berada dalam satu ruangan dengan Mateo yang sudah sangat lancang menciumnya.
"Ku antar."
Isabela berbalik sambil membetulkan letak tas selempang nya.
"Tidak perlu. Aku bisa memanggil taksi."
"Ayolah. Apa karena aku seorang gay kau menjadi sangat antipati padaku?"
"Tidak. Hanya saja aku tidak nyaman dengan seseorang yang sudah mencium ku tanpa alasan tepat."
Isabela melangkah keluar, sementara Mateo yang sudah memakai jaketnya menyusul. Di halaman Isabela berhenti mendadak hingga Mateo mengangkat tangannya.
"Aku pulang sendiri."
Isabela berkata sengit dan melayangkan tatapan tak suka pada Mateo.
"Aku tidak memaksa. Pulanglah."
Mateo berbelok menghampiri mobilnya dan sesaat kemudian melajukan mobilnya setelah pintu pagar terbuka secara otomatis.
"Konyol!"
Isabela bergegas keluar dari halaman rumah keluarga Inzaghi. Dia berhenti di trotoar dan menunggu taksi. Cukup lama bahkan hingga matahari mulai terik. Isabela menoleh saat sebuah mobil berhenti tepat di depan pasar rumah keluarga Inzaghi. Kaca mobil terbuka dan kepala seorang wanita berambut brunette menyembul dari dalam mobil. Melalui interkom, Bela dapat mendengar wanita itu bicara dan sesaat kemudian pagar terbuka secara otomatis.
"Antonia?"
Bahu Isabela mengendik bersamaan dengan sebuah taksi yang terlihat dari kejauhan. Isabela melambaikan tangannya dan sesaat kemudian dia sudah duduk diam di dalam taksi.
Tangan Isabela terulur meraba bibirnya. Hangat. Rasa Mateo masih tertinggal di sana. Ciuman yang tak di sangka oleh Isabela. Ciuman yang sukar dicari apa maksudnya. Dan ciumam seorang yang dengan bangga mengaku dirinya gay.
Apa yang ingin Mateo buktikan?
Mateo jelas terlihat geli dengan tindak tanduk Isabela setelah mereka berciuman.
"Jelas aku tidak berciuman. Dia yang menciumku. Dasar tidak jelas."
Isabela menggerutu pelan. Tapi bibirnya tertarik ke atas, sedikit saja. Entah untuk apa senyum yang di luar kendalinya itu?
Isabela menyebutkan arah ke toko bunganya. Menjadi sibuk adalah pilihannya untuk melupakan peristiwa tadi. Dia urungkan niat pulang ke apartemen dan berbelok ke toko bunga seraya berharap, hal itu manjur untuk menyingkirkan rasa aneh di dadanya.
Demi apa, Isabela. Mateo itu gay!
Isabela menghela napas dan mengambil ponselnya, lalu larut di dunia maya.
*
Isabela tertegun.
Semacam kebetulan atau apa?
Isabela mengamati sesosok perempuan berambut brunette yang tengah merunduk mengamati bunga-bunga di tokonya. Wanita itu cantik. Kulitnya bagaikan porselen dan terlihat kenyal. Dress selutut tanpa lengan berwarna peach membingkai tubuhnya yang semampai. Kaki jenjangnya berakhir dengan sepasang heels berwarna senada dengan bajunya. Serasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT)
Romance21++ Yang belum cukup umur, silahkan kembali lagi lain waktu. Saat jantungmu adalah bukan milikmu. Dan jantung itu membawa hatimu pada kekasihnya semasa jantung itu masih berada di raga pemiliknya dulu. Saat seorang gadis harus terombang-ambing di a...