Stephanie Rose Jefferson menatap Mateo penuh selidik. Sesuatu yang hampir pasti dilakukan oleh seorang Ibu saat seorang pemuda melamar anak gadisnya. Apalagi semuanya serba mendadak seperti sekarang. Wanita cantik itu, baru saja tergopoh mengikuti suaminya keluar dari ruang kerjanya, lalu menemui Mateo dan Isabela yang duduk di ruang tengah."Tidak ada pesta meriah?"
Mateo dan Isabela kompak menggeleng.
"Hanya keluarga?"
Sekali lagi Mateo dan Isabela terlihat kompak, kali ini mereka mengangguk.
"Apa kau hamil?"
"Stephanie..."
Daniel mengingatkan istrinya. Mateo berjenggit dan Isabela meluruhkan bahunya tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Semua memperlihatkan wajah tak percaya, bagaimana mungkin pertanyaan sepenting itu keluar begitu saja dari mulut Stephanie.
"Well...katakan di mana letak kesalahan pemikiranku itu? Kalian begitu mendadak ingin menikah. Salah satu penyebab yang memungkinkan hal itu terjadi adalah itu."
"Aku tidak...hamil, Mom."
Isabela menghela napas perlahan.
"Aku suka anak-anak. Anak kecil. Pita dan Ethan sudah terlalu besar untuk aku dandani. Jadi tidak apa-apa kalau kau segera hamil."
Daniel tersenyum. Mateo berusaha menyembunyikan kekagetannya. Dan Isabela nyaris berteriak karena Ibunya justru terlihat senang di saat genting seperti ini.
"Baiklah. Minggu ini? Aku akan mempersiapkannya. Kau tenanglah."
Stephanie menepuk punggung tangan Isabela yang merebahkan kepala ke bahunya dengan mimik putus asa.
"Mom? Kau tidak khawatir? Lihatlah dia. Calon menantumu ini..."
"Ada apa dengannya? Ayahmu yakin. Mateo yakin. Kau hanya harus menurut. Oh...aku bahkan tak membutuhkan waktu satu jam untuk meminta Ayahmu melamarku."
Stephanie menatap Daniel penuh cinta dan Daniel tertawa. Pria pendiam itu beranjak.
"Aku akan mengabari yang lain agar mengosongkan jadwal mereka akhir pekan ini."
"Aku juga. Kau ini...jangan manja lagi. Sekarang sandaranmu bukan lagi Mommy, Bela."
Stephanie mendorong lembut kepala Isabela dan Isabela mendengus pelan. Bibirnya mencebik saat melihat Ibunya beranjak dan melangkah menyusul Ayahnya. Lalu mata Isabela beralih pandangan. Menatap Mateo yang tersenyum.
"Aku baru menyadari bulu matamu sangat lentik."
Mateo memicingkan mata menatap Isabela. Dan Isabela yang ditatap seperti itu mencebik kesal.
"Kemana saja? Apakah saat memberikan aku ciuman gay mu itu kau melewatkan kenyataan bahwa bulu mataku lentik?"
"Kupikir kau memakai bulu mata."
"Aku bahkan tidak bisa mengaplikasikan bulu mata palsu ke bulu mataku."
Isabela mendengus kesal. Dia menyadari bahwa dia tak pandai berdandan berapa kalipun Ibunya mengajarinya teknik berdandan yang benar.
"Kau cantik tanpa harus berdandan."
Isabela membenamkan wajahnya ke bantal sofa.
"Kau gila..."
Mateo hanya menganga karena suara Isabela yang yang tertelan bantal. Dan saat Isabela mendongak, dia bisa melihat wajah gadis itu memerah.
"Apa kau seterusnya akan duduk di situ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, SILENCE (SUDAH TERBIT)
Romance21++ Yang belum cukup umur, silahkan kembali lagi lain waktu. Saat jantungmu adalah bukan milikmu. Dan jantung itu membawa hatimu pada kekasihnya semasa jantung itu masih berada di raga pemiliknya dulu. Saat seorang gadis harus terombang-ambing di a...